Ch. 20: Menggoda Myria

“Myria, kamu sudah pulang, Nak?”

Langkah Myria terhenti kala mendengar ibu mertua menyapa. Dia urungkan ke kamar dan berbelok arah ke ruang tengah. “Bunda masak apa?”

Wanita berjilbab merah bata itu mengulas senyum. Nyonya Nasita mengusap kepala Myria. “Mama mau ke butik, ini camilan buat para pekerja yang di sana nanti. Ada cheese cake dan brownies. Kamu mau yang mana?”

Mata Myria menelusuri piring-piring berisi potongan kue. Dia melipat bibir sembari berpikir. “Enggak perlu, Bun.”

“Kenapa? Kamu tidak suka ini?”

“Suka, kok, Bun. Tapi kemarin, kan, udah makan kue dari Papa Aji.”

“Oh.” Nyonya Nasita mengangguk. “Tapi bawa aja dikit, ya? Kalau kamu tidak mau, bisa dimakan Kasa. Oh, iya, di mana dia? Kalian tidak pulang bersama?”

Myria menggeleng. Dia bahkan tidak tahu ke mana suaminya. Angkasa diam saja dan belum memberi kabar sejak tadi. Padahal, biasanya Myria menunggu angkutan sembari berbalas pesan dengan pemuda itu.

Tiba-tiba, Myria teringat obrolan siang tadi di kantin. Apa jangan-jangan Angkasa keluyuran dan balapan? Waswas dengan pikiran sendiri, Myria memilih bertanya pendapat pada ibu mertua. “Bunda, apa dulu Angkasa dibebaskan balapan?”

Aktivitas Nyonya Nasita terjeda sejenak. Wanita itu mendongak dan memandang penuh wajah Myria. “Balapan?”

“Iya, Bun.”

Sebelum menjawab, Nyonya Nasita menghela napas cukup panjang. Beliau lantas meminta Myria duduk agar tidak lelah karena terus berdiri.

Myria menurut. Dia duduk di kursi meja makan terdekat, lalu meminum segelas air. Dua matanya masih memperhatikan Nyonya Nasita dengan penuh ketenangan.

“Papa dan Mama dulu selalu memberi kebebasan pada anak-anak keluarga di sini, My. Tapi, sejak putra pertama Mama pergi, Mama selalu khawatir pada Angkasa. Kamu tahu, Sayang, puncak kekhawatiran Mama?”

Myria menggeleng dengan bibir terkatup rapat.

Lagi-lagi Nyonya Nasita menghela napas. “Mama khawatir, sedih, bahkan depresi kambuh saat Angkasa koma. Pikiran Mama selalu dihantui rasa takut, takut kalau Mama harus kehilangan anak untuk kedua kali. Angkasa satu-satunya yang masih tersisa. Semua pengobatan dan saran dari dokter, berusaha Papa dan Mama penuhi agar Kasa tetap selamat. Setiap hari Mama menangis di depan kamar ICU, bahkan kewajiban sebagai istri hampir terabaikan saking terpuruknya kala itu.”

Cerita panjang lebar dari Nyonya Nasita menyita perhatian secara penuh dari Myria. Gadis itu membisu tanpa ingin menyela sedikit pun. Beberapa hari tinggal di rumah yang sama, baru kali ini Myria mengobrol santai dengan ibu mertua.

“Tapi Mama beruntung karena punya suami seperti Papa. Beliau pengertian dan sangat sabar. Papa terus menemani, terus memberi semangat pada anak dan istrinya ini meski sebenarnya Mama tahu, kok, kalau Papa juga sama-sama hancur.”

Lengkungan bulan sabit terbit di bibir Nyonya Nasita setiap ingat kebaikan Tuan Aji. Beliau menaruh pootongan kue terakhir ke dalam kotak kardus makanan. “Tapi, ya, Alhamdulillah Kasa selamat. Jadi, setelah itu, Mama dan Papa sepakat menghapus kebebasannya. Anak itu awalnya protes dan selalu merengek, tapi Mama berusaha kuat dan tidak luluh dengan rayuan. Sebagai ibu, Mama sering tidak tega melihat Kasa harus seperti itu, tapi ini demi kebaikan.

Gara-gara balapan juga dia kecelakaan sampai begitu parah. Mama merasa kecolongan jadi orang tua karena tidak memantau pergaulan anaknya. Tahu-tahu, Kasa sudah di rumah sakit menjalani operasi. Ibu mana yang tidak kaget?”

Myria mengangguk-angguk. Sedari tadi tidak ada respons lain lagi yang dia berikan. Gadis itu tahu sekarang bahwa suaminya tidak sebebas dahulu. “Jadi, kalau Kasa sekarang mau balapan lagi, nggak dibolehin, ya, Bun?”

Kotak-kotak kue masuk ke dalam tas kain berbahan kanvas. Nyonya Nasita langsung menatap Myria dengan serius. Menantunya sampai mengerut karena takut.

“Apa Kasa bilang akan balapan lagi, Myria?”

“Eh? Enggak, kok, Bun. Itu, tadi Myria cuma nanya.”

Napas kelegaan terembus dari bibir Nyonya Nasita. Wanita itu hampir saja khawatir pada perkataan sang menantu. Bagaimanapun juga, beliau tidak akan mengizinkan putranya berada di arena balap dengan alasan apa pun.

“Sudah sore. Istirahatlah, Sayang. Jangan lupa bawa camilannya ke atas, ya. Kasa mungkin pulang magrib, anak itu pasti ke bengkel. Kalau kamu takut kesepian, telepon saja dia.”

“Eh, enggak pa-pa, kok, Bun. Myria udah biasa sendiri, lagi pula ini juga di rumah.”

“Ya, sudah. Bawa ini.” Beberapa potong cheese cake dan brownies tertata rapi di piring. Nyonya Nasita menyodorkannya sambil berkata lagi, “Minumnya ambil sendiri. Mama mau siap-siap.”

“Iya, Bunda. Terima kasih.”

Belum salat Asar, Myria bergegas ke kamar dan mandi. Dia bersihkan tubuhnya yang lengket karena keringat dan segera menunaikan kewajiban sebelum mentari tenggelam.

Baru saja Myria selesai berdoa, pintu kamar terbuka tanpa diketuk. Gadis itu tidak kaget karena hafal siapa yang datang.

“Kamu capek?” Buru-buru Myria menghampiri Angkasa yang tengah meletakkan ransel di meja belajar.

Dahi Angkasa mengerut melihat sikap istrinya. Baru kali ini Myria bertanya demikian. Memang, ini pertama kali Angkasa pulang terlambat karena biasanya dia lebih dahulu tiba atau berbarengan dengan sang istri. “Enggak juga. Kenapa?”

“Mau minum apa?”

Angkasa makin merasa aneh. Dua matanya memicing dan mengamati Myria dari bawah sampai atas. “Lo kenapa?”

Dapat pertanyaan demikian, bukannya menjawab, Myria justru ikut bingung. Dia tidak merasa ada yang salah akan sikap yang ditunjukkan. “Emangnya kenapa? Aku nggak pa-pa.”

Senyum miring terlukis di bibir Angkasa. Pemuda itu menarik kursi belajar dan duduk. Dia sepertinya sudah bisa menebak maksud dari sikap sang istri. Demi membuktikan dugaan, Angkasa memerintah, “Bisa tolong ambilin gue handuk?”

“Ya.” Myria meninggalkan tempat tanpa membantah. Dia berjalan menuju tempat handuk tersimpan.

“Ah, bener tebakan gue. Ni anak pasti mau ngelayani gue sebagai suami. Uhuy!” Ditinggalkan Myria, Angkasa heboh sendiri. Dia ganti berteriak dari posisi, “My, ambilin baju ganti sekalian di lemari. Kaus aja sama celana pendek.”

Sahutan dari arah kamar mandi terdengar, Myria muncul dengan selembar handuk. “Baju di lemari sini?”

Kepala Angkasa menengok sedikit. “Iya, situ. Ambilin aja warna abu-abu, celana krem. Jangan lupa dallamannya juga.”

Enteng sekali Angkasa bicara, padahal Myria sudah terpaku di tempat mendengar kalimat terakhir. “Hah? Ambil sendiri kalau itu.” Protesan keluar dari bibir gadis itu.

“Gue maunya elo yang ambil.” Tanpa memperhatikan Myria, Angkasa berujar santai. Dia abai dan memilih bermain ponsel.

Langkah Myria tertuju ke meja belajar. Dia tumpuk pakaian dan handuk jadi satu. “Ini,” katanya sembari membuang muka. Wajahnya pun sedikit bersemu merah.

Perhatian di ponsel terhenti sejenak, Angkasa melirik apa yang ada di tangan Myria. Dia tersenyum tipis, apalagi melihat tingkah istrinya. “Lucu banget lo.”

“Buruan, sih, Ka, ini diambil.”

“Lo pegang baju udah kayak lihat apa aja, My. Belum juga isinya.”

“Kasa!”

Tawa yang sejak tadi ditahan, akhirnya meledak. Angkasa berdiri dan menyahut tumpukan baju yang dibawakan. Bukan segera pergi dan mandi, melainkan Angkasa menaruh semua itu ke meja. Dia melangkah maju dan sengaja memegang kedua bahu sang istri. “Kalau lo tiap hari ngegemesin gini, gue takut kalap sebelum waktunya, My.”

Terpopuler

Comments

Azka Putra

Azka Putra

sangt bgus unt dbca kak,
yang semangt yaaa

2023-12-11

1

@ Mmh adil @

@ Mmh adil @

sabar atuh kasa

2023-09-26

1

Geta Andesiska

Geta Andesiska

😂😂😂😂tingkah mu kasa

2023-08-31

0

lihat semua
Episodes
1 Ch. 1: Hampir Celaka
2 Ch. 2: Duka
3 Ch. 3: Lagi-Lagi Dia
4 Ch. 4: Tertipu
5 Ch. 5: Rencana Kerja
6 Ch. 6: Maksa
7 Ch. 7: Kenapa Harus Myria?
8 Ch. 8: Keputusan Myria
9 Ch. 9: Tawaran yang Sama
10 Ch. 10: Bertemu Orang Tua
11 Ch. 11: Status Baru
12 Ch. 12: Malam Pertama
13 Ch. 13: Tentang Angkasa
14 Ch. 14: Permintaan Angkasa
15 Ch. 15: Dihukum
16 Ch. 16: Kekacauan Friska
17 Ch. 17: Larangan Angkasa
18 Ch. 18: Pertanyaan Myria
19 Ch. 19: Peringatan
20 Ch. 20: Menggoda Myria
21 Ch. 21: Angkasa Marah
22 Ch. 22: Perang Dingin
23 Ch. 23: Mencari Myria
24 Ch. 24: Sorry
25 Ch. 25: Saran Mama
26 Ch. 26: Hati yang Memanas
27 Ch. 27: Erika Bukan Manusia
28 Ch. 28: Menghindar
29 Ch. 29: Pertandingan
30 Ch. 30: Menantang Angkasa
31 Ch. 31: Bolehkah Cemburu?
32 Ch. 32: Deep Talk
33 Ch. 33: Tekad Sakti
34 Ch. 34: Terimpit Keadaan
35 Ch. 35: Rencana Kuliah
36 Ch. 36: Perkara Imsomnia
37 Ch. 37: Serba Salah
38 Ch. 38: Si Pengacau
39 Ch. 39: Tidak Mungkin Mengalah
40 Ch. 40: Belajar Kelompok
41 Ch. 41: Tukang Modus
42 Ch. 42: Ujian Semester
43 Ch. 43: Ujung Emosi
44 Ch. 44: Usul Myria
45 Ch. 45: Tidak Ada yang Kebetulan
46 Ch. 46: Pengumuman Remidi
47 Ch. 47: Lomba Class Meeting
48 Ch. 48: Gara-Gara Angkasa
49 Ch. 49: Ribut
50 Ch. 50: Khawatir
51 Ch. 51: Membujuk Myria
52 Ch. 52: Debat
53 Ch. 53: Pengkhianatan Angkasa
54 Ch. 54: Permintaan Myria
55 Ch. 55: Ibu Mertua
56 Ch. 56: Pertemuan Wali Murid
57 Ch. 57: Langit Malam
58 Ch. 58: Candaan Dua Sahabat
59 Ch. 59: Terima Raport
60 Ch. 60: Misi Merusak Myria
61 Ch. 61: Tak Kuat Menahan
62 Ch. 62: Awas, Kasa!
63 Ch. 63: Berdarah-darah
64 Ch. 64: Baik-Baik Saja
65 Ch. 65: Obrolan Santai
66 Ch. 66: Permohonan Maaf
67 Ch. 67: Perkara Sakti Lagi
68 Ch. 68: Lega
69 Ch. 69: Myria Hasya Iswari
70 Ch. 70: Di Luar Dugaan
71 Ch. 71: Kembali Sekolah
72 Ch. 72: Siapa Ayahmu?
73 Ch. 73: Sulit Percaya
74 Ch. 74: Kalut
75 Ch. 75: Terima Saran
76 Ch. 76: Tes DNA
77 Ch. 77: Memanggil Ayah
78 Ch. 78: Suatu Fakta
79 Ch. 79: Tawa Bersama
80 Ch. 80: Kencan Pertama
81 Ch. 81: Bertemu Tanpa Sengaja
82 Ch. 82: Pertemuan
83 Tamat
84 Info
85 Muhasabah Cinta
86 Kisah Sakti (Angkasa seri 3)
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Ch. 1: Hampir Celaka
2
Ch. 2: Duka
3
Ch. 3: Lagi-Lagi Dia
4
Ch. 4: Tertipu
5
Ch. 5: Rencana Kerja
6
Ch. 6: Maksa
7
Ch. 7: Kenapa Harus Myria?
8
Ch. 8: Keputusan Myria
9
Ch. 9: Tawaran yang Sama
10
Ch. 10: Bertemu Orang Tua
11
Ch. 11: Status Baru
12
Ch. 12: Malam Pertama
13
Ch. 13: Tentang Angkasa
14
Ch. 14: Permintaan Angkasa
15
Ch. 15: Dihukum
16
Ch. 16: Kekacauan Friska
17
Ch. 17: Larangan Angkasa
18
Ch. 18: Pertanyaan Myria
19
Ch. 19: Peringatan
20
Ch. 20: Menggoda Myria
21
Ch. 21: Angkasa Marah
22
Ch. 22: Perang Dingin
23
Ch. 23: Mencari Myria
24
Ch. 24: Sorry
25
Ch. 25: Saran Mama
26
Ch. 26: Hati yang Memanas
27
Ch. 27: Erika Bukan Manusia
28
Ch. 28: Menghindar
29
Ch. 29: Pertandingan
30
Ch. 30: Menantang Angkasa
31
Ch. 31: Bolehkah Cemburu?
32
Ch. 32: Deep Talk
33
Ch. 33: Tekad Sakti
34
Ch. 34: Terimpit Keadaan
35
Ch. 35: Rencana Kuliah
36
Ch. 36: Perkara Imsomnia
37
Ch. 37: Serba Salah
38
Ch. 38: Si Pengacau
39
Ch. 39: Tidak Mungkin Mengalah
40
Ch. 40: Belajar Kelompok
41
Ch. 41: Tukang Modus
42
Ch. 42: Ujian Semester
43
Ch. 43: Ujung Emosi
44
Ch. 44: Usul Myria
45
Ch. 45: Tidak Ada yang Kebetulan
46
Ch. 46: Pengumuman Remidi
47
Ch. 47: Lomba Class Meeting
48
Ch. 48: Gara-Gara Angkasa
49
Ch. 49: Ribut
50
Ch. 50: Khawatir
51
Ch. 51: Membujuk Myria
52
Ch. 52: Debat
53
Ch. 53: Pengkhianatan Angkasa
54
Ch. 54: Permintaan Myria
55
Ch. 55: Ibu Mertua
56
Ch. 56: Pertemuan Wali Murid
57
Ch. 57: Langit Malam
58
Ch. 58: Candaan Dua Sahabat
59
Ch. 59: Terima Raport
60
Ch. 60: Misi Merusak Myria
61
Ch. 61: Tak Kuat Menahan
62
Ch. 62: Awas, Kasa!
63
Ch. 63: Berdarah-darah
64
Ch. 64: Baik-Baik Saja
65
Ch. 65: Obrolan Santai
66
Ch. 66: Permohonan Maaf
67
Ch. 67: Perkara Sakti Lagi
68
Ch. 68: Lega
69
Ch. 69: Myria Hasya Iswari
70
Ch. 70: Di Luar Dugaan
71
Ch. 71: Kembali Sekolah
72
Ch. 72: Siapa Ayahmu?
73
Ch. 73: Sulit Percaya
74
Ch. 74: Kalut
75
Ch. 75: Terima Saran
76
Ch. 76: Tes DNA
77
Ch. 77: Memanggil Ayah
78
Ch. 78: Suatu Fakta
79
Ch. 79: Tawa Bersama
80
Ch. 80: Kencan Pertama
81
Ch. 81: Bertemu Tanpa Sengaja
82
Ch. 82: Pertemuan
83
Tamat
84
Info
85
Muhasabah Cinta
86
Kisah Sakti (Angkasa seri 3)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!