Ch. 2: Duka

“Mama jangan khawatir, aku pasti baik-baik aja, Ma. Sudah, ya, aku mau mandi.”

Belum selesai sang ibunda bicara, Angkasa lebih memilih menuju kamar. Dia harus bersih-bersih setelah hampir setengah hari berada di bengkel yang penuh asap kendaraan atau kotoran lain. Menjadi siswa tingkat akhir di sekolah SMA, tidak membuat Angkasa sibuk belajar. Dia masih sering mondar mandir ke bengkel saat hari libur.

“Tu cewek baik-baik aja, kan?” Baru saja meletakkan ponsel di meja belajar, Angkasa teringat Myria. Tidak biasanya dia peduli akan orang lain sampai demikian. Namun, entah mengapa, sejak melihat wajah Myria yang bersedih tadi, ada sedikit rasa tidak nyaman di dada. “Sudahlah, nanti juga pada ribut di GC kelas.”

Air membasahi tubuh Angkasa. Dia mengguyur dari rambut sampai ujung kaki. Setiap mata terpejam saat dapat siraman, bayangan kecelakaan melintas di pikiran. Kepala Angkasa selalu dipenuhi akan kejadian tahun lalu yang mengakibatkan dirinya koma dua pekan dan hilang selera menikmati hidup setelah sadar.

Nyonya Nasita sebagai ibu tidak mengizinkan Angkasa mengendarai motor seperti dahulu apalagi balapan. Saat ditanya, beliau akan menjawab takut kejadian yang menimpa putra pertamanya, terjadi pula pada Angkasa. Hal itu makin membuat Angkasa merasa tertekan. Belum lagi, kehilangan pacar di waktu bersamaan.

Akan tetapi, menyadari kesedihan sang ibunda sejak kehilangan sosok kakak di hidupnya, Angkasa tidak pernah bisa membantah. Dia jadi penurut meski harus menelan sepi karena menjauh dari teman-teman yang satu hobi dan tidak lagi berpacaran.

“Kasa.”

Suara dari luar menyadarkan Angkasa agar segera menyelesaikan urusan. Dia matikan shower dan menyambar handuk dari gantungan. “Ya, Ma!” teriaknya dari dalam serta bergegas membuka pintu.

Ketika pintu terbuka, segelas susu telah ada di depan Angkasa. Siapa lagi kalau bukan sang ibunda yang membuatkannya.

“Ma, enggak perlu repot-repot. Aku bisa buat sendiri. Lagi pula ini masih sore, masa sudah harus minum susu?”

“Kamu pernah patah tulang, jadi apa salahnya kalau lebih sering minum susu?”

“Tapi kebanyakan laktosa juga kurang baik, Ma.”

Nyonya Nasita terdiam, tetapi tetap meletakkan gelas ke meja belajar putranya. Wanita bergaun rumah bunga-bunga itu mendekat dan mengacak rambut Angkasa. “Mama hanya khawatir padamu, Kasa.”

Angkasa mengatupkan bibir lalu mengangkat tangan dan menarik lengan sang Mama. “Ma, apa yang terjadi pada Kakak adalah takdir. Jangan terus memandang hal sebuah keburukan. Aku tahu, seberapa sakitnya Mama waktu dia pergi, tapi sekarang ada aku, Ma. Kita cuma bisa doakan dari sini.”

Setiap kali membahas mendiang putra sulungnya, Nyonya Nasita tak mampu menahan air mata. Sebanyak apa pun waktu berlalu, bumi yang dipijak berputar dan siang berganti malam, tetap saja tidak menghapus kesedihan. Kehilangan sosok keluarga adalah luka yang tidak akan pernah sembuh meski bibir sudah bisa menyulam senyum.

Angkasa mengusap pipi sang ibunda, lalu memberi senyuman lembut. “Mungkin aku enggak sehebat Kakak, tapi aku berusaha jadi anak yang baik. Mama bisa lihat, aku enggak lagi balapan sama anak-anak, kan? Mama ingin apa lagi? Aku siap buat penuhi.”

Tatapan mata setenang telaga yang diberikan Angkasa mampu menghentikan lelehan air dari mata Nyonya Nasita. Wanita itu menumpu punggung tangan putranya, lalu membalas senyum yang diterima. “Jadilah baik sesuai versimu sendiri, Kasa. Mama tidak pernah memaksa seperti kakakmu. Meski kalian lahir dari rahim yang sama, Mama tahu kalau kalian tentu berbeda.” Beliau menghirup oksigen cukup banyak. “Minum susumu dan jangan lupa nanti turun untuk makan malam.”

Pintu kamar tertutup. Angkasa bergegas meminum susu buatan ibunya. Setiap tegukan yang masuk perut, saat itu pula dia ikut menelan pilu. Sekokoh apa pun hati lelaki, tetap akan rapuh kala melihat wanita yang berharga di hidupnya menangis. Tidak terkecuali Angkasa. Dia merasakan duka mendalam setiap mata sang ibunda memandangnya.

Tidak jauh berbeda dari keadaan Angkasa yang tengah bersedih, Myria sama-sama merasakan hal demikian. Ditinggalkan satu-satunya orang yang selalu ada di hidupnya selama 18 tahun adalah luka. Dia yang biasa berbagi semua hal pada ibunya, kini tak bisa lagi. Tuhan telah menetapkan jatah hidup ibu Myria cukup sampai sang anak beranjak dewasa.

Setelah makan malam bersama keluarga Friska, Myria sibuk menyalin pelajaran yang sempat tertinggal beberapa hari lalu. Dia memutuskan untuk bersekolah besok karena takut makin tertinggal nanti. Sebenarnya, jatah cuti yang didapat dari pihak sekolah masih tersisa dua hari, tetapi Myria rasa tidak membutuhkannya lagi. Lagi pula, dia tidak ada hal yang dikerjakan.

“Kamu enggak bohong soal pertanyaanku tadi, kan, My?”

Jemari Myria berhenti menulis. Dia mendongak pada Friska yang sedang mengambil tas dari dinding. Myria bertanya, “Pertanyaan apa? Beneran, kok, aku diusir.”

“Bukan soal itu, soal … eum Angkasa. Ya, dia. Apa benar nganter kamu?”

“Iya. Aku juga enggak tahu dia dari mana. Kebetulan aja ketemu.”

Friska manggut-manggut sebagai tanda memahami pembicaraan sahabatnya. Namun, tidak cukup sampai di situ, dia kembali berujar, “Ngobrol apa sama dia?”

Pertanyaan Friska lagi-lagi membuat Myria menghentikan kesibukan belajar. Dia menggeleng. “Enggak ngobrol sama sekali. Kamu juga tahu, Fris, kalau si Kasa enggak kayak dulu. Habis kecelakaan kelas dua itu, kan, dia udah nggak banyak ngomong. Anak-anak sampai enggak ada yang berani ganggu dia kalau lagi tidur,  kan?”

“Bener juga.” Friska mengetuk-ngetuk dagunya sendiri dengan telunjuk. Dia tampak berpikir atas apa yang dibicarakan bersama Myria.

“Sudahlah, ngapain, sih, bahas dia? Besok juga ketemu di sekolah.”

Tak lagi menyanggah, Friska ikut bergabung dan mempersiapkan pelajaran. Sesekali dia harus memberi penjelasan kala Myria bertanya tentang catatan yang dia tulis kemarin-kemarin. Namun, itu bukan hal sulit untuk memberi pengertian pada sahabatnya. Myria sosok yang mudah mencerna suatu hal.

Alarm ponsel berbunyi bersamaan dengan azan subuh yang terdengar. Myria tersadar secara perlahan sembari mencoba menggapai ponselnya yang ada di meja kecil dekat ranjang.

“Friska, sudah subuh. Salat,” kata Myria sembari menggoyang tubuh sahabatnya. Kemarin malam, dua gadis itu tidur terlalu larut karena banyak mengobrol selepas belajar. Alhasil, rasa kantuk belum sepenuhnya pudar saat waktunya bangun.

“Duluan aja, My.” Jawaban Friska terlontar seiring gerakannya membalik tubuh membelakangi Myria.

Melihat Friska masih keberatan bangun, Myria memilih salat lebih dahulu. Dia tinggalkan Friska dan akan membangunkannya lagi.

Saat menuju kamar mandi yang ada di belakang, secara kebetulan Myria bertemu ibu Friska. Dia menyapa, tetapi tanggapan wanita dewasa itu hanya tatapan datar. Entah itu hanya asumsi atau memang beliau kurang suka atas kedatangan Myria di rumah itu.

Diremehkan bahkan dibenci orang lain bukan hal baru bagi Myria. Dia alami hal itu sedari kecil sampai tumbuh menginjak usia jelang dewasa. Status anak pedagang kantin dan orang miskin memang menjadi penyebab orang-orang menilai sebelah mata. Bukan sesuatu yang langka di dunia ini jika yang lemah akan mudah tertindas dan sulit membela diri.

Selepas salat dan berhasil membangunkan Friska, Myria ganti bersiap ke sekolah. Hari sebentar lagi terang dan dia harus menuju tepi jalan untuk naik angkutan umum. Namun, sebelum berangkat, sarapan telah siap di meja makan.

“Myria kapan cari indekost?” Di tengah kegiatan sarapan, ibu Friska berceletuk hingga Myria dan anaknya berhenti menyuap makanan ke mulut.

“Bu, Myria masih berduka. Kenapa buru-buru cari kost? Biarkan di sini saja.” Friska yang menjawab.

“Bukan Ibu tidak mau, Fris. Tapi kamu juga tahu kalau keluarga kita ini juga tidak punya banyak persediaan bahan makanan.”

Jantung Myria berdegup mendengar itu. Makanan yang masih di mulut terasa berat untuk ditelan. Dia paham maksud ibu Friska tanpa dijelaskan.

“Bu—”

“Tante, nanti pulang sekolah, aku keliling cari indekost.” Secara cepat, Myria memotong kata-kata Friska. Meski sahabatnya mendelik dan terlihat tidak terima, tidak ada yang bisa Myria lakukan.

“Syukurlah kalau begitu. Bukan maksud Tante mengusir, tapi kamu juga tahu kalau kondisi keluarga ini tidak lebih baik dari kondisi ibumu dulu.”

Myria mengangguk dan tersenyum getir. “Aku paham, kok, Tan. Makasih sudah diizinkan menginap dan makan dari kemarin.”

.

Terpopuler

Comments

Happyy

Happyy

😥😥😥

2023-10-03

0

iecha fathir

iecha fathir

😭😭😭😭

2023-09-21

0

Geta Andesiska

Geta Andesiska

kasiaaan 🥺🥺🥺

2023-08-30

0

lihat semua
Episodes
1 Ch. 1: Hampir Celaka
2 Ch. 2: Duka
3 Ch. 3: Lagi-Lagi Dia
4 Ch. 4: Tertipu
5 Ch. 5: Rencana Kerja
6 Ch. 6: Maksa
7 Ch. 7: Kenapa Harus Myria?
8 Ch. 8: Keputusan Myria
9 Ch. 9: Tawaran yang Sama
10 Ch. 10: Bertemu Orang Tua
11 Ch. 11: Status Baru
12 Ch. 12: Malam Pertama
13 Ch. 13: Tentang Angkasa
14 Ch. 14: Permintaan Angkasa
15 Ch. 15: Dihukum
16 Ch. 16: Kekacauan Friska
17 Ch. 17: Larangan Angkasa
18 Ch. 18: Pertanyaan Myria
19 Ch. 19: Peringatan
20 Ch. 20: Menggoda Myria
21 Ch. 21: Angkasa Marah
22 Ch. 22: Perang Dingin
23 Ch. 23: Mencari Myria
24 Ch. 24: Sorry
25 Ch. 25: Saran Mama
26 Ch. 26: Hati yang Memanas
27 Ch. 27: Erika Bukan Manusia
28 Ch. 28: Menghindar
29 Ch. 29: Pertandingan
30 Ch. 30: Menantang Angkasa
31 Ch. 31: Bolehkah Cemburu?
32 Ch. 32: Deep Talk
33 Ch. 33: Tekad Sakti
34 Ch. 34: Terimpit Keadaan
35 Ch. 35: Rencana Kuliah
36 Ch. 36: Perkara Imsomnia
37 Ch. 37: Serba Salah
38 Ch. 38: Si Pengacau
39 Ch. 39: Tidak Mungkin Mengalah
40 Ch. 40: Belajar Kelompok
41 Ch. 41: Tukang Modus
42 Ch. 42: Ujian Semester
43 Ch. 43: Ujung Emosi
44 Ch. 44: Usul Myria
45 Ch. 45: Tidak Ada yang Kebetulan
46 Ch. 46: Pengumuman Remidi
47 Ch. 47: Lomba Class Meeting
48 Ch. 48: Gara-Gara Angkasa
49 Ch. 49: Ribut
50 Ch. 50: Khawatir
51 Ch. 51: Membujuk Myria
52 Ch. 52: Debat
53 Ch. 53: Pengkhianatan Angkasa
54 Ch. 54: Permintaan Myria
55 Ch. 55: Ibu Mertua
56 Ch. 56: Pertemuan Wali Murid
57 Ch. 57: Langit Malam
58 Ch. 58: Candaan Dua Sahabat
59 Ch. 59: Terima Raport
60 Ch. 60: Misi Merusak Myria
61 Ch. 61: Tak Kuat Menahan
62 Ch. 62: Awas, Kasa!
63 Ch. 63: Berdarah-darah
64 Ch. 64: Baik-Baik Saja
65 Ch. 65: Obrolan Santai
66 Ch. 66: Permohonan Maaf
67 Ch. 67: Perkara Sakti Lagi
68 Ch. 68: Lega
69 Ch. 69: Myria Hasya Iswari
70 Ch. 70: Di Luar Dugaan
71 Ch. 71: Kembali Sekolah
72 Ch. 72: Siapa Ayahmu?
73 Ch. 73: Sulit Percaya
74 Ch. 74: Kalut
75 Ch. 75: Terima Saran
76 Ch. 76: Tes DNA
77 Ch. 77: Memanggil Ayah
78 Ch. 78: Suatu Fakta
79 Ch. 79: Tawa Bersama
80 Ch. 80: Kencan Pertama
81 Ch. 81: Bertemu Tanpa Sengaja
82 Ch. 82: Pertemuan
83 Tamat
84 Info
85 Muhasabah Cinta
86 Kisah Sakti (Angkasa seri 3)
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Ch. 1: Hampir Celaka
2
Ch. 2: Duka
3
Ch. 3: Lagi-Lagi Dia
4
Ch. 4: Tertipu
5
Ch. 5: Rencana Kerja
6
Ch. 6: Maksa
7
Ch. 7: Kenapa Harus Myria?
8
Ch. 8: Keputusan Myria
9
Ch. 9: Tawaran yang Sama
10
Ch. 10: Bertemu Orang Tua
11
Ch. 11: Status Baru
12
Ch. 12: Malam Pertama
13
Ch. 13: Tentang Angkasa
14
Ch. 14: Permintaan Angkasa
15
Ch. 15: Dihukum
16
Ch. 16: Kekacauan Friska
17
Ch. 17: Larangan Angkasa
18
Ch. 18: Pertanyaan Myria
19
Ch. 19: Peringatan
20
Ch. 20: Menggoda Myria
21
Ch. 21: Angkasa Marah
22
Ch. 22: Perang Dingin
23
Ch. 23: Mencari Myria
24
Ch. 24: Sorry
25
Ch. 25: Saran Mama
26
Ch. 26: Hati yang Memanas
27
Ch. 27: Erika Bukan Manusia
28
Ch. 28: Menghindar
29
Ch. 29: Pertandingan
30
Ch. 30: Menantang Angkasa
31
Ch. 31: Bolehkah Cemburu?
32
Ch. 32: Deep Talk
33
Ch. 33: Tekad Sakti
34
Ch. 34: Terimpit Keadaan
35
Ch. 35: Rencana Kuliah
36
Ch. 36: Perkara Imsomnia
37
Ch. 37: Serba Salah
38
Ch. 38: Si Pengacau
39
Ch. 39: Tidak Mungkin Mengalah
40
Ch. 40: Belajar Kelompok
41
Ch. 41: Tukang Modus
42
Ch. 42: Ujian Semester
43
Ch. 43: Ujung Emosi
44
Ch. 44: Usul Myria
45
Ch. 45: Tidak Ada yang Kebetulan
46
Ch. 46: Pengumuman Remidi
47
Ch. 47: Lomba Class Meeting
48
Ch. 48: Gara-Gara Angkasa
49
Ch. 49: Ribut
50
Ch. 50: Khawatir
51
Ch. 51: Membujuk Myria
52
Ch. 52: Debat
53
Ch. 53: Pengkhianatan Angkasa
54
Ch. 54: Permintaan Myria
55
Ch. 55: Ibu Mertua
56
Ch. 56: Pertemuan Wali Murid
57
Ch. 57: Langit Malam
58
Ch. 58: Candaan Dua Sahabat
59
Ch. 59: Terima Raport
60
Ch. 60: Misi Merusak Myria
61
Ch. 61: Tak Kuat Menahan
62
Ch. 62: Awas, Kasa!
63
Ch. 63: Berdarah-darah
64
Ch. 64: Baik-Baik Saja
65
Ch. 65: Obrolan Santai
66
Ch. 66: Permohonan Maaf
67
Ch. 67: Perkara Sakti Lagi
68
Ch. 68: Lega
69
Ch. 69: Myria Hasya Iswari
70
Ch. 70: Di Luar Dugaan
71
Ch. 71: Kembali Sekolah
72
Ch. 72: Siapa Ayahmu?
73
Ch. 73: Sulit Percaya
74
Ch. 74: Kalut
75
Ch. 75: Terima Saran
76
Ch. 76: Tes DNA
77
Ch. 77: Memanggil Ayah
78
Ch. 78: Suatu Fakta
79
Ch. 79: Tawa Bersama
80
Ch. 80: Kencan Pertama
81
Ch. 81: Bertemu Tanpa Sengaja
82
Ch. 82: Pertemuan
83
Tamat
84
Info
85
Muhasabah Cinta
86
Kisah Sakti (Angkasa seri 3)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!