“Minum dulu.”
Myria mendongak. Sejak tadi dia sibuk dengan laptop karena menulis bab baru untuk novel online yang digeluti. Gadis itu seolah tidak bisa diam dan selalu mengerjakan apa saja yang ada.
“Makasih,” katanya sembari menarik segelas air putih. Kemudian, dia kembali menghadap layar.
Angkasa bergeser. Dia menunduk dan mengurung Myria dengan satu tangan menumpu meja, sementara satu tangannya lagi berada di sandaran kursi. “Lo serius banget dari tadi, My?”
Jemari Myria berhenti. Dia menoleh dan tidak sengaja wajahnya membentur pipi Angkasa. Beberapa detik dua insan itu saling memandang, tetapi Myria lekas sadar.
Senyum tipis terukir di bibir Angkasa. Cowok itu menunggu reaksi istrinya dan tetap di posisi seperti semula.
“Kasa, kamu butuh sesuatu?” Myria melontarkan pertanyaan. Namun, kali ini dia tidak berani menoleh.
“Nggak, gue cuma penasaran dari tadi lo betah banget di depan laptop. Ngerjain apaan?”
“Nulis novel di aplikasi.” Myria menjawab pelan. Jemarinya kembali berada di atas keyboard.
“Wah, baru tahu gue kalau lo penulis. Gue ikut keren, dong, ternyata punya istri kayak lo.”
“Kasa, apaan, sih?” Buru-buru Myria menekan tombol ctrl+S, lalu menutup dokumen.
“Kenapa ditutup?” Belum selesai Angkasa membaca tulisan di layar, tetapi sudah hilang dahulu.
“Udah selesai. Besok aja ngeditnya.”
“Gue mau baca tadi.”
Jawaban Angkasa membuat Myria berputar pelan. Dia mengangkat tangan dan mendorong dada suaminya agar memberi jarak.
Angkasa perlahan mundur dan berdiri tegap. Mulutnya tidak protes dapat perlakuan demikian dari sang istri. Akan tetapi, matanya terus memandang wajah Myria secara intens.
“Kasa, jangan melihatku begitu.” Myria menunduk. Setiap dia malu, selalu seperti itu.
“Kenapa? Bukannya bagus kalau gue lakuin itu? Setiap hal-hal baik yang terus dilakuin dalam pernikahan ini, bukannya bernilai pahala?” Angkasa bertanya sekaligus tukar pendapat. Dia tidak mengindahkan kemauan Myria dan terus memandang. “Gue tahu kalau lo lebih paham ini, My.”
Bibir Myria mengatup. Dia tidak mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Gadis itu masih menunduk sembari menautkan jemari di depan dada.
“Angkat kepala lo, My.”
Myria tetap diam meski telinga mendengar.
Akan tetapi, Angkasa tidak bisa diam seperti istrinya. Cowok itu merapatkan jarak, lalu mengangkat dagu Myria dengan tangan kanan. “Gue suka kalau lihat lo tersipu gini.”
Hampir saja Myria menunduk lagi, tetapi sayangnya tertahan tangan Angkasa. Alhasil, dia hanya bisa mengalihkan pandangan.
Angkasa terkekeh. Kemudian, tangannya pindah ke atas kepala dan mengacak rambut istrinya yang tertutup jilbab. “Jangan memforsir diri, My. Lo gue nikahin biar bisa lebih tenang hidup sekarang. Gue pengin lo fokus kejar mimpi sama serius belajar. Nggak perlu ngurusin perkara duit lagi, lah. Insyaallah gue pasti bisa menuhin kebutuhan elo, kok.” Cowok berkaus putih itu memutar badan. Dia menyahut remote dan duduk di sofa depan televisi.
Pekerjaan rumah dan semua materi belajar sudah dipelajari sejak pulang sekolah. Angkasa memiliki kebiasaan sedikit berbeda dengan Myria. Istrinya lebih suka belajar selepas magrib, tetapi tidak dengannya. Cowok itu akan menyiapkan pelajaran usai mandi sore sembari menunggu azan.
Myria mendekat hingga Angkasa menoleh padanya. Cewek itu duduk setelah suaminya memberi kode. “Kasa.”
“Ya.”
“Kenapa dulu putus sama Erika?”
Bibir tipis Angkasa merapat. Cowok itu menurunkan kaki yang tadi diangkat ke sofa. Dia putar badan sekitar 45 derajat agar lebih enak bicara pada Myria. “Kenapa lo tiba-tiba nanya gini?”
“Nggak boleh, ya?” Pertanyaan justru dijawab pertanyaan pula oleh Myria. Gadis berjilbab instan itu nyaris berdiri.
“My.” Angkasa segera menarik istrinya. Tangan pemuda itu mencekal lengan agar Myria tidak bisa kabur. “Duduk. Gue kasih tahu lo semuanya kalau emang penasaran.”
“Enggak, kok.” Myria mengulas senyum. “Lupain aja. Kayaknya emang aku tadi salah, terus nggak seharusnya ngebahas masa lalu juga, kan?”
“Duduk aja dulu biar lo bisa denger sama nilai sendiri. Gue bakalan jujur tanpa nutupi apa-apa.”
Myria ragu. Dia merasa telah lancang karena harus membahas masa lalu. Entah apa yang merasuk padanya tadi hingga pertanyaan itu terlontar tanpa beban. Akan tetapi, tatapan Angkasa yang tidak berpaling sedikit pun, menjadikan dirinya kembali mendaratkan bokong di sofa.
“Apa yang ingin lo ketahui?”
Myria menggeleng. Angkasa di depannya sampai menghela napas gara-gara tidak dapat jawaban yang tepat.
“Gue jawab dari pertanyaan lo tadi. Penyebab gue putus karena Erika selingkuh. Ini emang aneh, belum nikah disebut selingkuh. Tapi bahasa kerennya, kan, gitu.”
Ditatap lagi oleh Angkasa, Myria mengangguk. Dua matanya mengerjap lamban karena serius mendengarkan.
“Lo inget waktu dulu gue koma dua minggu dan harus recovery beberapa bulan berikutnya?”
“Yah.”
“Waktu sadar terus pulang ke rumah, gue nggak curiga apa-apa sama Erika. Tapi di rumah tiap hari, gue bosen dan minta dia datang ke sini. Dia nolak, katanya ada urusan. Gue kira iya aja gitu, karena nggak tahu juga kegiatan sekolahnya gimana. Tapi, selama berhari-hari berikutnya, dia sibuk terus."
Angkasa menjeda kalimatnya untuk bernapas. Kemudian, dia baru melanjutkan. "Gue sempet galau karena jarang banget Erika ngasih kabar. Dia gitu terus sampai hampir sebulan. Bulan berikutnya gue bosen banget, nekad ngajak Mama jalan-jalan ke mall. Nyusahin banget sebenarnya gue waktu itu, tapi tahu sendiri Mama sabarnya gimana.”
Myria manggut-manggut menyetujui pendapat Angkasa tentang Nyonya Nasita. Dia yang baru beberapa hari di rumah keluarga Sastra, sudah seperti anak sendiri. Jangankan telah menyandang status menantu, jadi anak kos saja, Nyonya Nasita sudah begitu baik.
“Terus?” tanya Myria masih ingin mendengarkan lagi.
“Terus gue ketemu Erika sama cowok lain. Cowok itu kapten tim basket sekolah Erika dulu. Gue tahu karena sering tanding, kan, sekolah kita.”
“Emang mereka pacaran?” Myria masih bisa berpikir positif karena tidak semua anak muda yang jalan bersama adalah pasangan.
“Nggak mungkinlah nggak pacaran. Gue lihat mereka suap-suapan di salah satu meja food court. Panas dingin gue waktu itu. Rasanya mau hajar itu cowok, tapi inget kondisi tangan gue masih dipasang gips. Lebih buruknya, gue sama Mama. Kalau nekad lakuin itu, yang ada makin nggak diizinin ke mana-mana nanti.”
“Kamu nggak nanya dia?”
“Ya nggak langsung mutusin gitu aja, My. Gue minta bantuan anak-anak, si Sakti juga ikut andil buat nyari tahu hubungan Erika sama itu cowok. Dan, yah … dugaan gue nggak salah. Bulan berikutnya waktu gue udah sekolah, Erika baru bisa ditemui. Hebat banget itu cewek nyembunyiin bangkai di belakang gue. Mana waktu ketemu, masih sempet-sempetnya manja dan sok kasihan. Risih gue, capek juga dibodohin. Jadi, gue putusin meski nggak terima.”
Myria yang tadi serius mulai tidak fokus dan ingin tertawa melihat Angkasa mengomel. Ada ekspresi lucu saat pemuda berlesung pipi itu melampiaskan emosi. “Tapi dulu nggak risih?”
Pertanyaan jebakan itu langsung membuat Angkasa menghadap Myria. Dua indra penglihatannya memicing. “Kenapa lo bilang gitu?”
“Jawab aja, sih, Ka. Kamu udah bilang nggak nutupin apa pun tadi,” kata Myria lebih lanjut. Dia berkata sambil menahan bibir agar tidak menerbitkan senyum sedikit pun.
Angkasa mendengkus. “Ya, dulu enggak. Fine-fine ajalah, My, digelayuti pacar sendiri. Tapi sejak dia mendua, ogah lagi gue.”
“Ooohh ….” Mulut Myria membulat sebesar bola pimpong. Kepalanya manggut-manggut seolah paham. Angkasa sampai gemas melihatnya. Sehingga, suaminya itu maju dan mencubit dua pipinya yang mulus.
“Lo ngledekin gue, ya, My?”
“Argh, Kasa!” Myria merintih kesakitan. “Lepasin aku.”
Sang istri kesakitan, tetapi Angkasa justru tertawa. Dia ganti menepuk-nepuk pipi Myria seperti menepuk bantal. “Lo cantik meski nggak dandan, My,” kata Angkasa sambil menaruh perhatian penuh.
Dua insan itu berpandangan cukup lama. Mereka seperti tengah belajar memahami kehidupan yang tersimpan di balik sorot mata indah masing-masing. Baik Myria maupun Angkasa, keduanya diam tanpa sepatah kata.
Seperti dapat dorongan secara naluriah, wajah Angkasa mendekat. Napas cowok itu sampai terasa menerpa kulit wajah. Mata Myria refleks terpejam saat detik-detik jarak yang ada makin terpangkas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Alanna Th
hehe, betoel toeh, mbak
2024-02-23
1
Qaisaa Nazarudin
Tok tok tok bunyi pintu dinketok,, Biasanya kan gitu,Udah biasa nebak alurnya 🤣🤣🤣😜😜
2023-10-28
0
@ Mmh adil @
wah gercep juga Angkasa
2023-09-26
1