Sajadah Cinta
"Lebih baik kita putus Bi, karena aku sudah tidak lagi ada perasaan untuk kamu." Perempuan berhijab dengan suara lembutnya mengaku pada kekasihnya, jika ia tidak mencintainya lagi.
Gadis bernama Anugrah Nurmala, atau yang kerap di panggil Nur. Seperti namanya wajahnya yang cantik dan apa adanya. Membuat siapapun akan terpesona dengan cahaya dibalik hijabnya, termasuk Yusuf Habibi. Lelaki tampan baik dan bertanggung jawab, di antara perempuan lain Nur lah yang memenangkan hatinya.
Nur berumur 21 tahun, ibunya bekerja dengan seseorang yang selama ini sudah membantunya untuk membiayai sekolah sang anak. Majikannya mempunyai anak gadis juga dengan umur serta tanggal lahir yang sama. Alisyah sosok perempuan yang baik hati dan ramah, telah menjalin persahabatan dengan Nur, anak dari pembantunya.
"Berikan aku aku alasan yang tepat, apa kamu memiliki lelaki lain yang lebih kaya dan lebih segalanya … Jawab! Jangan hanya diam jika itu benar maka aku melepasmu dengan ikhlas," ucap lelaki yang bernama Yusuf. Kekasih dari Nur yang tidak terima diputus dengan alasan yang tidak jelas.
"Ya, apa yang kamu katakan itu adalah benar. Kalau aku mencintai lelaki lain yang lebih dari segalanya," ucap Nur dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Ternyata selama ini aku salah besar. Aku kira kamu lah cahayaku dan surgaku, nyatanya semua itu hanyalah topeng yang kamu pergunakan. Aku menyesal telah memilih kamu, nyatanya kamu adalah bagian dari banyaknya perempuan matre." Kata-kata yang keluar dari bibir Yusuf, seakan itu adalah pisau yang telah menusuknya hingga tembus ke jantung. Namun, rasa sakit itu sama sekali tidak berdarah.
"Kenapa kamu melukai hatiku yang sudah terlanjur mencintai kamu? Kamu … Argh dasar wanita tak tahu diri tak tahu diuntung!" Yusuf berteriak frustasi karena tidak menyangka kalau seseorang yang amat dicintainya tega menduakannya.
"Hina dan makilah aku sesuka hatimu, aku tidak akan marah padamu." Dengan tatapan yang tidak bisa diartikan Nur berkata.
"Kisah kita sudah usai, aku mohon pamit karena di rumah masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan." Nur menambahkan lagi, setelah itu ia pun pamit pada Yusuf.
Sesaat jarak mereka sudah sedikit jauh, Nur menoleh ke belakang dengan air mata yang sudah berjatuhan, membasahi kedua pipinya.
"Maaf, maafkan aku … A-aku terpaksa melakukan ini padamu, yang harus kamu tahu bahwa aku sangat mencintai kamu." Sepanjang perjalanan Nur terus mengeluarkan isi hatinya.
Tidak menyangka bahwa nasib percintaannya akan berakhir seperti ini, setelah sampai di rumah Nur pun lekas meletakkan sepeda pancalnya, yang setiap hari digunakan untuk ke mana-mana.
Dengan muka yang sembab, Nur pun masuk ke dalam rumah. Tidak menyangka sesampai di ruang tengah ia disuguhkan sosok perempuan yang sudah lama menunggu kepulangannya.
"Bagaimana?" tanya seseorang dengan suara angkuhnya.
"Nyonya tenang saja, sesuai permintaan anda kalau saya sudah memutuskan Yusuf." Dengan wajah menunduk Nur berkata.
Ada rasa nyeri dan ketidakrelaannya untuk melepaskan, sosok lelaki yang bisa menerima keadaannya untuk saat ini.
"Bagus, harusnya kamu dari awal sadar diri bahwa lelaki sebaik dan setampan Yusuf tidak pantas untuk kamu!" Dengan suara yang menggelegar bu Andini berucap dengan begitu angkuhnya.
"Kalau sudah tidak ada lagi yang dibicarakan saya mohon ijin untuk ke belakang untuk membantu ibu," ujar Nur pada bu Andini.
Bu Amina tidak menghiraukan ucapan Nur, malah beliau menatap tidak suka dengan anak pembantunya tersebut.
Di belakang.
"Nur, kamu baik-baik saja Nak, ini minumlah dulu maaf Ibu sudah mendengarkan percakapan kamu dengan nyonya."
"Tidak apa-apa Bu, memang yang harusnya sadar diri di sini itu aku. Aku hanya wanita miskin dan tak punya apa-apa jadi tidak sepantasnya memiliki kekasih seperti yusuf." Bu Mina langsung memeluk Nur, dengan uraian air mata berulang kali kata maaf diucapkan.
"Maaf Ibu Nak, Ibu tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kamu. Maaf, jika saja Ibu punya segalanya maka hidup kita tidak akan seperti ini." Bu Mina memeluk erat sang putri satu-satunya, harta yang ia miliki untuk saat ini.
"Sudahlah Bu, jangan pernah meminta maaf karena semua ini kehendak dari yang di atas. Aku ikhlas dan sudah merelakannya semua," kata Nur lalu mengusap buliran air mata yang tidak bisa berhenti dan terus saja mengalir.
"Ya sudah kalau begitu, aku akan ganti baju dan setelah itu membantu Ibu beberes." Nur pun menambahkan, lalu setelah itu langkahnya terayun meninggalkan sang ibu.
Sedangkan di ruang tamu.
Sepasang suami istri sedang bercanda sekaligus menanti kepulangan putri satu-satunya yaitu Alisya.
"Mas, tumben anak kamu belum pulang? Ini sudah sore kira-kira main ke mana Alisya?"
"Namanya juga anak muda, bukannya tadi anak kamu keluar dengan Nur. Paling-paling main taman," timpal pak Herlambang.
"Anak pembantu itu sudah pulang dulu—."
"Bisakah kamu tidak menyematkan kata-kata itu! Namanya Nur, Nurmala ingat itu. Kenapa kamu tak pernah suka dengan Nur, dia anak baik dan pintar…."
"Karena dia anak pembantu yang kamu bawa ke sini dengan status tidak jelas, Mina berasal dari mana dan suaminya siapa? Serta itu anak nganggur atau hasil jual diri kita tidak tahu kan."
"Tutup mulutmu, tak sepantasnya kamu sebagai orang tua memberi contoh yang tidak baik untuk anak kamu!" seru pak Herlambang dengan wajah yang sudah merah padam, karena selalu saja istrinya merendahkan orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Nyatanya yang Mama katakan adalah benar," sergah nyonya Andini pada sang suami.
"Kamu juga harusnya sadar diri, di mana kamu dulu berasal." Setelah mengatakan itu pak Herlambang langsung meninggalkan bu Andini.
"Pa, tunggu!"
"Papa mau ke mana? Mama belum selesai bicara." Namun, semua itu tak dihiraukan oleh pak Herlambang. Beliau langsung keluar dan tanpa sengaja Alisya mendengar semua apa yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya.
"Alisya." Saat bu Andini berusaha mengejar suaminya ia melihat sang anak berada di dekat pintu.
"Sejak kapan kamu berada di situ?" tanya bu Andini.
"Tidak penting sudah berapa lama Alisya berada di sini, yang harus Mama tahu sampai kapan Mama seperti ini. Merendahkan orang-orang yang kurang beruntung dan menghina sesuka hati," kata Alisya yang tak pernah mengerti dengan mamanya yang selalu membenci, Nur.
"Jangan mengajarkan hal itu pada Mama, yang harus kamu tahu untuk sekarang kejar Yusuf. Dapatkan cintanya karena dia lelaki yang pantas bersanding dengan kamu!" kata-kata yang keluar dari mulut bu Andini membuat Alisya membulatkan mata.
"Apa yang Mama bicarakan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum aq hadir ya thor, ceritanya pasti seru dan mengandung bawang deh thor
2025-01-06
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
hadir
2023-11-02
0
yani suko
typo : bu Andini kah maksudnya ???
2023-09-06
1