Betapa bangga bukan jika ada lelaki yang menjadi suami Nur.
"Lantas apa yang ingin kau lakukan?" tanya Reza pada Nur.
"Berikan saja pada mbak-mbak yang bekerja di rumah ini biar tidak mubadzir," kata Nur memberitahu agar makanannya diberikan pada orang yang membutuhkan.
"Sesuai permintaanmu, maka saya akan memberikan sebagian makanan ini untuk mereka." Jawab Reza bersungguh-sungguh.
"Maka panggil lah mereka kemari agar semuanya juga bisa merasakannya." Dengan beraninya Nur pun menyuruh Reza untuk memanggil orang-orang yang bekerja di rumahnya, dan ikut bergabung di meja makan bersamanya.
"Apa kamu keberatan?"
"Tidak, baiklah saya akan menyuruh mereka ikut makan."
Lalu Reza berdiri untuk memanggil semua para pekerja yang ada di dapur, untuk ikut serta menikmati hidangan yang mereka masak sendiri.
"Kalian semua ke sini," panggil Reza.
"Iya, Tuan. Ada apa?" mereka semua takut, takut jika dipecat karena semua yang yang sudah dikerjakan tidak sesuai kemauannya.
"Ada apa ya Tuan, kok kita semua dipanggil. Apa kita sudah berbuat kesalahan?" semua para pekerja sangat takut kalau-kalau mereka dipecat.
Dengan tubuh yang gemetar semuanya berkumpul menghadap sang tuan.
"Kalian ikutlah kami bergabung di meja makan," kata Reza tanpa ekspresi, jika saja semua ini bukan karena Nur ia pun tidak mau berbagi meja seperti ini. Ini kali pertama untuk Reza makan bersama dengan para pekerja.
“Tapi Tuan kami tidak bisa karena tempat saya bukan di situ,” ujar salah satu di antara keempat pekerja.
“Jangan menolak dan sekarang lebih baik kalian langsung menyusul,” balas Reza yang tak mau ada penolakan.
Setelah itu Reza pun pergi dan kembali ke meja makan, dan ikuti oleh para pekerja.
“Kalian duduklah,” perintah Nur saat melihat mereka ketakutan karena merasa sudah lancang.
“Tapi Nona, tempat kami bukan di sini.” Mereka berusaha untuk menolak dan namun lagi-lagi Nur mencoba untuk menyakinkan mereka semua.
“Duduklah tuanmu tidak akan berani memarahi kalian.”
“Benarkan Za, kamu tidak akan sampai hati untuk memarahi mereka?” Nur pun menatap ke arah Reza dengan sebuah senyuman mampu membuat laki-laki itu mabuk asmara.
Akhirnya sedikit paksaan mereka berlima mau duduk dan segera makan seperti apa yang dikatakan oleh Nur.
“Emm … Za, saya ingin shalat dulu.”
“Terus ini kapan makannya?” karena sudah menunggu terlalu lama Reza pun sedikit kesal, namun ia mencoba untuk membuangnya.
“Tapi saya tidak punya mukena,” kata Reza.
“Saya membawanya, apa kamu ingin ikut?” Reza yang saat ini semakin gugup karena sebuah ajakan dari Nur, tak mampu berkata-kata. Ia bingung harus berkata apa?
“Eum, nanti saja saya akan menyusul,” ucap Reza tak enak dengan jawaban yang sudah diberikannya.
“Ya sudah tidak apa-apa,” timpal Nur, dan sekarang Nur melihat ke arah para pekerja.
“Apa kalian ingin ikut saya shalat?” lantas Nur pun bertanya pada mereka, tentu semuanya sama seperti Reza, mereka tidak mengerti apa itu shalat.
“Maaf Nona, kami tidak mengerti shalat itu apa?” salah satu diantara mereka mewakili pertanyaan itu pada Nur.
“Shalat itu menyembah Tuhan sebagaimana kalian menyembah Tuhan kalian,” terang Nur, dan sampai di sini dia paham jika mereka bukanlah dari golongannya, namun tidak masalah bagi Nur, karena semua mempunyai agama maasing-masing sebagaimana sudah di wariskan oleh keturunan mereka.
"Kalau begitu kalian makanlah dulu, karena saya akan memenuhi kewajiban terdahulu."
"Oh ya, bisa minta tolong tempat yang suci untuk saja shalat?" tanya Nur pada mereka semua yang berada di meja makan.
"Ida antar nona Nur ke kamar tamu," ucap Reza pada salah satu pekerjanya.
"Baik Tuan."
"Nona, mari saya antar," kata bi Ida pada Nur.
"Ah iya terimakasih." Nur pun langsung berdiri dan mengikuti langkah bi Ida, ke arah ruangan yang sudah di tunjukan oleh Reza.
Untuk sesaat Nur pun langsung shalat setelah diantar ke kamar tamu. Untuk sesaat ia pun sudah selesai dan langsung berdiri untuk kembali ke tempat asal.
"Rupanya kalian belum makan?" Nur yang saat itu sudah berada di meja makan, menatap semua orang dan ternyata belum ada yang makan.
"Kita menunggu kamu Mila, alangkah baiknya kita menghormati tamu bukan." Reza tersenyum menampilkan ketampanan di atas rata, dan itu membuat Nur tertunduk.
"Ya Allah, kenapa otakku. Apa sedang bermasalah di dalamnya?" batin Nur saat dirinya tanpa sengaja melihat senyuman dari bibir Reza.
"Ya sudah mari kita makan dan berdoa," ucap Nur pada mereka.
Akhirnya semua makan dengan sangat hikmat, menikmati setiap sajian yang sudah tersedia di atas meja. Dengan rasa syukur tak lupa Nur memanjakan hamdallah, sebagai bentuk atas kenikmatan yang sudah Tuhan berikan.
Sekitar satu jam semuanya sudah selesai untuk makan. Saat Nur ikut membereskan namun justru di larang oleh semuanya.
"Nona, biarkan kami yang mengerjakannya karena itu tugas kita."
"Benar Nur, biarkan mereka yang membereskan. Kau tamu di sini jadi jangan membuat mereka merasa tak enak," sahut Reza pada semuanya.
"Ya sudah kalau begitu, antar saya untuk pulang saja."
"Tentu tapi sebelum itu tunggu saya, karena saya akan mandi sebentar." Reza pun lalu mengatakan pada Nur jika dirinya akan mandi terlebih dulu.
"Baiklah saya akan menunggu," ucap Nur lalu ia mulai berdiri melihat semua foto yang terpajang di dinding. Melihat satu persatu hingga tanpa sengaja mata membulat, saat ia baru saja menyadari akan hal ganjil yang selama ini dirasakannya.
"Ternyata ini alasan Reza yang sering lupa mengucap salam, dan hampir dirinya tak pernah mengatakannya. Kalau setiap hari ke mushola lantas untuk apa?" Nur terus memikirkan akan hal itu, dan ia juga sudah pengertian pada Reza, namun tetap saja ia tak bisa menjauhinya karena bagaimana pun mereka sama-sama lahir dari rahim seorang ibu dan sekarang berada di dunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
apa maksudnya Nur
2023-11-09
0