Jika pengorbananku bisa membuat mereka bahagia, maka ku lepas dengan bismillah.
Di rumah, bu Andini sudah menunggu kepulangan Nur. Dengan rasa cemas dan tidak sabar untuk memberikan pelajaran pada perempuan itu. Beliau terus mondar-mandir dengan perasaan ingin segera mengakhiri.
Tidak begitu lama. Orang yang sudah di nanti-nanti akhirnya pulang juga, dan dengan segera bu Andini langsung.
Plak.
"Itu belum seberapa dengan apa yang sudah kamu lakukan di belakang saya!" dengan suara tinggi dan lantang. Bu Andini sudah menampar pipi Nur dengan sangat keras.
"Kenapa Nyonya tiba-tiba menampar saya? Apa salah saya, Nyonya?" Nur mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan tersebut.
Rasa lelah setelah bekerja, belum lagi pekerjaan di rumah. Lalu masalah yang selalu menghampirinya, membuat otak dan tubuhnya teramat lelah tapi … Sesampainya di rumah ia justru mendapat hadiah sebuah tamparan dari bu Andini.
"Karena itu sangatlah pantas untuk wanita penggoda seperti kamu! Kau dan ibumu sama-sama pe*la*cur murahan…."
"Tutup mulut anda!" dengan cepat Nur langsung menyahut karena saat ini kesabarannya sudah habis. Bukan karena sebuah tamparan yang membuatnya lepas kendali, namun kata-katanya lah yang membuat Nur, benar-benar sudah tidak sanggup lagi menahan kemarahannya.
"Ampuni hamba Ya Allah, aku hanya membela diri dari sebuah tuduhan yang tidak pernah sekalipun hamba perbuat." Nur dalam hati tetap ingat dengan Tuhannya dan memohon ampun karena merasa dirinya sebagai seorang anak sudah durhaka meski, bu Andini bukanlah orang tuanya.
"Lancang kau membentak saya, hum."
"Jika Nyonya tidak berkata apa yang tidak benar. Maka saya juga tidak akan berani membentak anda," ucap Nur dengan sesekali menahan amarah yang tidak ingin semakin membuatnya berdosa.
"Pergi dari rumah saya! Ibumu adalah seorang pengganggu rumah tangga orang. Harusnya waktu itu saya tidak membiarkan suami saya membawa kalian yang notabenenya adalah seorang j*l*ng," kata-kata yang dilontarkan bu Andini semakin membuatnya tidak bisa menerima. Sebagai seorang anak, tidak satupun orang tuanya dihina dan dicaci maki, serta mendengar kata-kata yang tidak pantas diucapkan.
"Saya akan keluar dari rumah ini. Apa anda puas! Setelah membuat ibu dan saya hancur kini anda semakin menjadi, ingat. Allah tidak tidur dia tahu jika saat ini hambanya sudah dihina dengan kata-kata yang belum tentu itu terjadi…,"
"Jangan menyebut nama Allah di hadapan saya! Karena kamu hanya seorang anak haram yang terlahir dari rahim seorang pe*la*cur."
Di belakang saat bu Mina tengah ingin memasak, tiba-tiba mendengar keributan dari arah luar dan itu membuatnya ingin tahu apa yang sedang terjadi.
Sedangkan di ruang tamu Nur dan bu Andini terus bertengkar. Sesungguhnya Nur tidak mau meladeni tapi menurutnya jika bu Andini sangat melebihi batas kesabarannya.
Bukan, ini bukan soal berani atau tidaknya. Semua hanya semata-mata untuk pembelaan diri. Dengan balutan hijab Nur bukan sosok perempuan lemah, ada saatnya kapan ia harus bangkit dan melawan seseorang yang memang sudah melebihi batas kesabarannya.
Bukannya Nur, durhaka dan memakai gaun Syar'i. Ia hanya mencoba melawan akan semua kata-kata yang tidak benar dan menjadikan dirinya serta sang ibu bahan fitnahan dan cacian.
"Sebelum kamu pergi, ingat! Untuk tidak mengganggu Yusuf ibunya. Mereka tidak sejajar dengan kamu," ucap bu Andini yang masih menentang itu semua.
"Saya sadar jika kasta memang yang paling unggul, tapi dimata Allah semua manusia sama derajatnya…."
"Jangan sok menasehati saya kau bocah! Harusnya kau bisa belajar sopan pada orang tua," bu Andini juga tidak mau mengalah dan terus menyerang Nur dengan kata-kata yang teramat menyakitkan.
Sedetik Nur tersenyum, wajah masih memancarkan kehangatan dan sama sekali tidak terlihat akan dendam. Menurutnya semua itu tidaklah penting, nyatanya Allah tidak tidur dan tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Sungguh saya menghormati anda Nyonya, tapi semua itu saya urungkan karena Nyonya tak pantas mendapatkan semuanya. Ingat! Kesombongan dan keangkuhan akan mematikan diri sendiri jadi, berhati-hatilah Nyonya Andini yang terhormat. Apa yang kita tuai nanti akan terlihat hasilnya seperti apa!"
"Pergi kalian dari sini! Saya tidak mau melihatmu dan wajah ibumu yang hanya seorang pe*l*cur," sergah bu Andini semakin menjadi karena merasa dirinya dipermalukan oleh Nur, yang hanya seorang anak pembantu rendahan tanpa nasab.
Akhirnya Nur, undur diri dan melangkah ke belakang meninggalkan bu Andini yang masih kesal terhadapnya.
Saat Nur mulai mengayunkan kakinya dan berjalan menuju belakang. Terlihat bu Mina menangis di pojok tembok. Mungkin saja beliau sudah mendengarkan apa yang mereka pertengkarkan.
"Bu," tegur Nur saat melihat sang ibu yang sudah berderai air mata.
"Maafkan Ibu Nak, semua ini karena Ibu. Kalau saja kamu mempunyai ayah mungkin sekarang kamu tidak akan mendapat hinaan hanya karena masalahku, Ibu memang bukanlah orang yang baik–."
Sssstt.
Seketika Nur menempelkan jarinya di bibir bu Mina, agar tidak berbicara apapun itu. Nur yakin jika ibunya bukanlah orang yang seperti itu. Hanya keadilan lah yang mampu memperlihatkan siapa sosok beliau tersebut.
"Jangan berkata apapun itu Bu, sekarang lebih baik kita keluar dan memulai kehidupan baru. Dengan begitu hidup kita akan tentram tanpa adanya orang yang selalu menghina kita," ujar Nur dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Dasar perempuan murahan sok alim, kalian memang pasangan ibu dan anak yang sangat serasi." Bu Andini masih saja berkata sengit saat melihat keduanya berpelukan. Yah, memang sedari tadi bu Andini belum pergi dan sekarang sedang melihat adegan yang membuatnya ingin muntah.
"Mumpung semua orang belum datang, segeralah kalian pergi! Karena saya tidak mau melihat wajah murahan seperti kalian." Dengan angkuhnya bu Andini berkata dan mengusir bu Mina dan juga Nur, rumah yang 21 tahun, ia tinggali dan sekarang mereka akan meninggalkan rumah yang penuh lika-liku kehidupan.
Akhirnya keduanya pun beranjak dan meninggalkan ruang tamu tersebut dan segera beberes, untuk pergi dari rumah milik keluarga Herlambang.
"Mungkin dengan ini kehidupanku akan berubah nantinya," gumam Nur dalam hati dengan kedua tangan memasukkan satu persatu baju ke dalam tas.
Setelah selesai punya Nur sendiri, ia pun lekas membuka lemari sang ibu dan mengeluarkannya. Bu Mina sempat pamit ke kamar mandi, maka dari itu beliau belum sempat menata baju dan Nur pun mempunyai inisiatif untuk membantu ibunya, mengeluarkan isi dalam lemari saat ini.
Sekarang Nur akan mengambil baju-baju yang ada di susunan atas, karena yang bawah tadi sudah dan saat itulah ia matanya membulat.
"Deg. Apa ini? Kenapa ada banyak tumpukan amplop," lirih Nur dengan tangan gemetar.
Sedangkan bu Mina yang mengetahui akan hal itu, buru-buru menghampiri.
"Nur, jangan sentuh!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
semoga gak berbelit-belit
2023-11-12
0