NovelToon NovelToon

Sajadah Cinta

1. AWAL MULA

"Lebih baik kita putus Bi, karena aku sudah tidak lagi ada perasaan untuk kamu." Perempuan berhijab dengan suara lembutnya mengaku pada kekasihnya, jika ia tidak mencintainya lagi.

Gadis bernama Anugrah Nurmala, atau yang kerap di panggil Nur. Seperti namanya wajahnya yang cantik dan apa adanya. Membuat siapapun akan terpesona dengan cahaya dibalik hijabnya, termasuk Yusuf Habibi. Lelaki tampan baik dan bertanggung jawab, di antara perempuan lain Nur lah yang memenangkan hatinya.

Nur berumur 21 tahun, ibunya bekerja dengan seseorang yang selama ini sudah membantunya untuk membiayai sekolah sang anak. Majikannya mempunyai anak gadis juga dengan umur serta tanggal lahir yang sama. Alisyah sosok perempuan yang baik hati dan ramah, telah menjalin persahabatan dengan Nur, anak dari pembantunya.

"Berikan aku aku alasan yang tepat, apa kamu memiliki lelaki lain yang lebih kaya dan lebih segalanya … Jawab! Jangan hanya diam jika itu benar maka aku melepasmu dengan ikhlas," ucap lelaki yang bernama Yusuf. Kekasih dari Nur yang tidak terima diputus dengan alasan yang tidak jelas.

"Ya, apa yang kamu katakan itu adalah benar. Kalau aku mencintai lelaki lain yang lebih dari segalanya," ucap Nur dengan wajah datar tanpa ekspresi.

"Ternyata selama ini aku salah besar. Aku kira kamu lah cahayaku dan surgaku, nyatanya semua itu hanyalah topeng yang kamu pergunakan. Aku menyesal telah memilih kamu, nyatanya kamu adalah bagian dari banyaknya perempuan matre." Kata-kata yang keluar dari bibir Yusuf, seakan itu adalah pisau yang telah menusuknya hingga tembus ke jantung. Namun, rasa sakit itu sama sekali tidak berdarah.

"Kenapa kamu melukai hatiku yang sudah terlanjur mencintai kamu? Kamu … Argh dasar wanita tak tahu diri tak tahu diuntung!" Yusuf berteriak frustasi karena tidak menyangka kalau seseorang yang amat dicintainya tega menduakannya.

"Hina dan makilah aku sesuka hatimu, aku tidak akan marah padamu." Dengan tatapan yang tidak bisa diartikan Nur berkata.

"Kisah kita sudah usai, aku mohon pamit karena di rumah masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan." Nur menambahkan lagi, setelah itu ia pun pamit pada Yusuf.

Sesaat jarak mereka sudah sedikit jauh, Nur menoleh ke belakang dengan air mata yang sudah berjatuhan, membasahi kedua pipinya.

"Maaf, maafkan aku … A-aku terpaksa melakukan ini padamu, yang harus kamu tahu bahwa aku sangat mencintai kamu." Sepanjang perjalanan Nur terus mengeluarkan isi hatinya.

Tidak menyangka bahwa nasib percintaannya akan berakhir seperti ini, setelah sampai di rumah Nur pun lekas meletakkan sepeda pancalnya, yang setiap hari digunakan untuk ke mana-mana.

Dengan muka yang sembab, Nur pun masuk ke dalam rumah. Tidak menyangka sesampai di ruang tengah ia disuguhkan sosok perempuan yang sudah lama menunggu kepulangannya.

"Bagaimana?" tanya seseorang dengan suara angkuhnya.

"Nyonya tenang saja, sesuai permintaan anda kalau saya sudah memutuskan Yusuf." Dengan wajah menunduk Nur berkata.

Ada rasa nyeri dan ketidakrelaannya untuk melepaskan, sosok lelaki yang bisa menerima keadaannya untuk saat ini.

"Bagus, harusnya kamu dari awal sadar diri bahwa lelaki sebaik dan setampan Yusuf tidak pantas untuk kamu!" Dengan suara yang menggelegar bu Andini berucap dengan begitu angkuhnya.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang dibicarakan saya mohon ijin untuk ke belakang untuk membantu ibu," ujar Nur pada bu Andini.

Bu Amina tidak menghiraukan ucapan Nur, malah beliau menatap tidak suka dengan anak pembantunya tersebut.

Di belakang.

"Nur, kamu baik-baik saja Nak, ini minumlah dulu maaf Ibu sudah mendengarkan percakapan kamu dengan nyonya."

"Tidak apa-apa Bu, memang yang harusnya sadar diri di sini itu aku. Aku hanya wanita miskin dan tak punya apa-apa jadi tidak sepantasnya memiliki kekasih seperti yusuf." Bu Mina langsung memeluk Nur, dengan uraian air mata berulang kali kata maaf diucapkan.

"Maaf Ibu Nak, Ibu tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kamu. Maaf, jika saja Ibu punya segalanya maka hidup kita tidak akan seperti ini." Bu Mina memeluk erat sang putri satu-satunya, harta yang ia miliki untuk saat ini.

"Sudahlah Bu, jangan pernah meminta maaf karena semua ini kehendak dari yang di atas. Aku ikhlas dan sudah merelakannya semua," kata Nur lalu mengusap buliran air mata yang tidak bisa berhenti dan terus saja mengalir.

"Ya sudah kalau begitu, aku akan ganti baju dan setelah itu membantu Ibu beberes." Nur pun menambahkan, lalu setelah itu langkahnya terayun meninggalkan sang ibu.

Sedangkan di ruang tamu.

Sepasang suami istri sedang bercanda sekaligus menanti kepulangan putri satu-satunya yaitu Alisya.

"Mas, tumben anak kamu belum pulang? Ini sudah sore kira-kira main ke mana Alisya?"

"Namanya juga anak muda, bukannya tadi anak kamu keluar dengan Nur. Paling-paling main taman," timpal pak Herlambang.

"Anak pembantu itu sudah pulang dulu—."

"Bisakah kamu tidak menyematkan kata-kata itu! Namanya Nur, Nurmala ingat itu. Kenapa kamu tak pernah suka dengan Nur, dia anak baik dan pintar…."

"Karena dia anak pembantu yang kamu bawa ke sini dengan status tidak jelas, Mina berasal dari mana dan suaminya siapa? Serta itu anak nganggur atau hasil jual diri kita tidak tahu kan."

"Tutup mulutmu, tak sepantasnya kamu sebagai orang tua memberi contoh yang tidak baik untuk anak kamu!" seru pak Herlambang dengan wajah yang sudah merah padam, karena selalu saja istrinya merendahkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Nyatanya yang Mama katakan adalah benar," sergah nyonya Andini pada sang suami.

"Kamu juga harusnya sadar diri, di mana kamu dulu berasal." Setelah mengatakan itu pak Herlambang langsung meninggalkan bu Andini.

"Pa, tunggu!"

"Papa mau ke mana? Mama belum selesai bicara." Namun, semua itu tak dihiraukan oleh pak Herlambang. Beliau langsung keluar dan tanpa sengaja Alisya mendengar semua apa yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya.

"Alisya." Saat bu Andini berusaha mengejar suaminya ia melihat sang anak berada di dekat pintu.

"Sejak kapan kamu berada di situ?" tanya bu Andini.

"Tidak penting sudah berapa lama Alisya berada di sini, yang harus Mama tahu sampai kapan Mama seperti ini. Merendahkan orang-orang yang kurang beruntung dan menghina sesuka hati," kata Alisya yang tak pernah mengerti dengan mamanya yang selalu membenci, Nur.

"Jangan mengajarkan hal itu pada Mama, yang harus kamu tahu untuk sekarang kejar Yusuf. Dapatkan cintanya karena dia lelaki yang pantas bersanding dengan kamu!" kata-kata yang keluar dari mulut bu Andini membuat Alisya membulatkan mata.

"Apa yang Mama bicarakan!"

2. MEMBAWAMU KE DALAM DOA

"Mama hanya mengatakan kalau Yusuf itu lebih pantas sama kamu. Bukan sama si Nur, jangan munafik karena Mama tahu kalau sebenarnya kamu juga suka kan pada Yusuf?" Saat bu Andini berkata seperti itu sontak saja mata Lisa membulat. Pasalnya bagaimana mamanya bisa tahu kalau ia suka dengan Yusuf?

"Mama ini apa-apaan. Yusuf adalah kekasih Nur, bagaimana aku bisa merebutnya! Apa Mama pikir otakku sudah tidak waras,"

seru Lisa dengan mata menatap tajam ke arah bu Andini.

"Mereka sudah putus, apa kamu tidak tahu akan hal itu."

"Apa putus!" dengan rasa terkejut Lisa berucap. Kalau betul apa yang dikatakan oleh mamanya adalah benar, mengapa ia sampai tidak tahu menahu akan putusnya hubungan mereka..

"Apa ini ada hubungannya dengan mama? Sepertinya aku tidak boleh asal tuduh," batin Lisa.

"Ba-bagaimana Mama bisa tahu?" tanya Lisa dengan penuh harap agar bu Andini berkata jujur.

"Tadi Mama keluar, dan tidak sengaja melihat Nur dengan Yusuf di taman. Mama penasaran untuk apa berdua-dua'an soalnya kan tadi pagi keluarnya bareng kamu, mereka berantem hebat dan akhirnya putus." Begitu sukses bu Andini berbohong hingga membuat Lisa percaya begitu saja. Sekarang yang ada dipikiran Lisa mengapa bisa putus, bukannya Yusuf cinta mati dengan Nur? Untuk mendapatkannya saja lelaki itu rela bertekuk lutut agar bisa menjadi kekasih dari Nur.

"Sekarang keadaannya berbeda bukan. Nur tidak bersama dengan Yusuf, itu tandanya kamu ada kesempatan untuk mendekatinya." Dengan kegigihan dan rasa percaya diri, bu Andini berusaha untuk menghasut Lisa. Agar mau mendekati Yusuf, lelaki tampan dan kaya raya tentunya.

"Sudahlah Mama tidak perlu memberi nasehat padaku karena aku bisa menentukan, akan bersama siapa nantinya." Setelah berkata Lisa pun langsung meninggalkan sang mama.

Sedangkan bu Andini dengan rasa percaya diri harus bisa membuat keduanya bersatu, apapun itu yang akan terjadi karena hanya Alisyah yang cocok untuk bersanding dengan Yusuf, bukan Nur si anak pembantu dengan status tidak jelas.

Sedangkan di dalam kamar Nur menatap ke arah luar jendela. Tidak pernah menyangka bahwa semua ini harus dirasakannya, mungkin inilah cara ia balas budi. Akan tetapi, apa ini bisa di sebut balas budi? Sedangkan ibunya bekerja dan tidak meminta makan dan tempat tinggal secara cuma-cuma.

"Nur, apa boleh ibu masuk." Bu Mina yang kala itu melihat Nur terus saja melamun, ingin rasanya menghampiri dan memeluk putrinya dengan sangat erat.

Nur hanya menoleh tanpa berkata sepatah kata pun.

"Jika hatimu sedang tidak baik-baik saja, jalan yang harus kamu lakukan saat ini adalah shalat. Menangis lah di hadapan Allah, bersujud lah di atas sajadah. Bawa orang-orang yang kamu cintai dan doakan," ujar bu Mina dengan mata sayunya.

Mungkin benar apa yang dikatakan oleh bu Mina, jika kita membawa beban hidup pada sang pencipta mungkin saja hati akan sedikit damai dan tentram.

Nur, mengusap buliran air mata yang sempat jatuh, lalu dengan segera ia berdiri dan mengambil air wudhu.

Kini Nur sudah berada di atas sajadah menghilangkan semua dari rasa sakit yang sempat hadir. Lalu bersujud menuangkan segalanya pada sang khalik.

Sedikit tenang usai mencurahkan segala isi hati dan berdoa pada sang pencipta. Kalau itu yang terbaik maka Nur ikhlas menjalaninya.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Pukul lima pagi Nur disuruh oleh sang ibu untuk ke pasar. Untuk membeli bahan yang diperlukan, saat berada di jalan.

Awaaaas!

"Apa kamu tidak apa-apa?"

"Ah, maaf." Lelaki itu langsung melepaskan pegangannya dari tubuh Nur.

"Tidak apa-apa, terimakasih."

"Sama-sama. Ya sudah kalau begitu saya ingin melanjutkan untuk berbelanja lagi," kata Nur dan setelah itu ia mengambil sepeda pancalnya yang tergeletak saat menolong lelaki itu, karena hampir saja celaka karena bangunan yang berada di atasnya ada yang runtuh.

Setelah kepergian Nur, lelaki itu masih berdiam menatap gadis berjilbab tersebut.

"Tasbih?" gumamnya.

"Apa ini milik gadis itu? Kalau memang iya sepertinya aku harus mengembalikannya," ucapnya lirih seraya mengambil tasbih yang berada di bawah. Lalu Reza pun langsung naik ke dalam mobilnya untuk mengejar gadis tersebut.

Reza menyusuri jalanan namun tidak menemukan gadis tersebut, ke mana sosok perempuan itu mengayunkan sepedanya?

"Cepat sekali perempuan itu menghilang, sudahlah besok saja jika ketemu aku akan mengembalikan tasbih ini." Reza pun berkata lirih dan memegang butiran tasbih kecil yang berada di tangannya.

Akhirnya Reza pun memutar balik mobilnya dan kembali pulang. Yah, semalam Reza tidak pulang karena lapar akhirnya ia pun mencari sarapan dan setelah itu saat dirinya berjalan bangunan yang yang dilewatinya ada bata yang terjatuh dari atas. Hingga sosok perempuan bertasbih itu menolongnya.

Sedangkan Nur yang sudah berada di rumah, tanpa mengetahui jika seluruh bajunya kotor dan itu pun membuat sang ibu bertanya.

"Nur, kenapa baju kamu kotor?" tanya bu Mina heran.

"Masa sih Bu, perasaan tidak kok." Jawab Nur dengan bingung karena ia melupakan kejadian barusan sepertinya.

"Itu lihat, semua berdebu. Apa kamu habis jatuh?" tanya bu Mina lagi untuk memastikan.

"Oh, Ya Allah. Maaf aku lupa kalau waktu akan pulang dari pasar tadi ada orang yang hampir celaka, maka dari itu aku menolongnya." Ucapan Nur membuat bu Mina mengangguk mengerti.

"Ya sudah kalau begitu. Buruan mandi lekas ganti baju itu kotor semua," titah bu Mina yang di angguki oleh Nur.

Sedangkan dari arah luar bu Andini berteriak sekeras mungkin hingga membuat Nur tidak jadi masuk ke dalam kamar mandi, lalu meletakkan handuknya lagi di jemuran.

"Nur!" teriak bu Andini.

"Nur! Apa kau tuli," panggil bu Andini dengan suara khasnya.

Sedangkan yang mendapat panggilan akhirnya buru-buru untuk menghampiri namun di cegah oleh bu Mina.

"Biar Ibu saja."

"Tapi Bu, nanti nyonya marah." Dengan ekspresi ketakutan Nur berkata pada ibunya.

"Sudahlah."

Di ruang tengah.

"Iya nyonya?"

"Apa kau tuli Mina saya sedang memanggil siapa!" geram bu Andini.

"Nur sedang mandi maka dari itu saya yang menghadap," ujar bu Mina dengan wajah tertunduk.

"Ingat lain kali jangan pernah seperti ini, karena saya tidak segan-segan akan memecat dan menyuruh kalian angkat kaki dari rumah ini. Camkan itu, pembantu saja belagu."

Sedang di belakang mendengar ibunya di maki, membuat Nur tak tahan dan langsung menghampiri kedua perempuan dengan nasib yang berbeda.

"Nyonya! Bisakah anda tidak menghina ibu saya. Di sini kami bekerja dan tidak makan atau tidur secara gratis," ucap Nur dengan mata yang berapi-api.

3. KETIKA HARGA DIRI DI RENDAHKAN. (PERTEMUAN TAK TERDUGA)

“Lancang sekali kamu membentakku,” kata bu Andini yang tidak terima di bentak.

“Anda sendiri tidak terima kan jika di bentak. mengapa harus membentak orang kalau begitu,” ujar Nur yang tak terima jika ibunya dicaci dan dihina.

“Tutup mulutmu bocah ingusan!”

“Nur, sudah tidak apa-apa karena Ibu sudah terbiasa.” Bu Mina ingin menengahi karena tidak mau jika perdebatan ini semakin tak berujung.

“Tidak bisa Bu, aku rela jika yang dihina adalah aku. Akan tetapi, jika Ibu yang dihina aku tak akan rela sampai kapanpun.”

“Jangan sok baik, kamu tak lebih dari anak haram. Sekarang angkat kaki dari rumahku ini,” seru bu Andini.

Sedari tadi tanpa diketahui oleh ketiga orang tersebut. Alisyah melihat dan mendengar kata-kata kasar dari mulut sang mama.

“Tidak ada yang boleh keluar dari rumah ini, termasuk bi Mina dan Nur.” Tak tahan dengan ulah sang mama. membuat Lisa tak tahan dan langsung menengahi pertengkaran yang terjadi saat ini.

“Jangan ikut campur Lisa, karena semua ini pantas diberikan pada mereka yang tak tahu diri.” Dengan jemari yang menunjuk ke arah Nur dan ibunya, bu Andini berkata.

“Apa hak Mama mengusir mereka, Mama mencoba mencari kesalahan hingga mempunyai kesempatan untuk mengusir mereka kan, Mama sangat keterlaluan tau gak.” Kini Lisa pun ikut memojokkan bu Andini yang semakin membuatnya bertambah benci, pada Nur dan ibunya.

Setelah mengeluarkan isi hatinya, Lisa pun pergi dengan wajah yang sedang menahan kemarahan oleh sikap mamanya. Yang menurutnya sama sekali tak bisa memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya.

"Lihat itu! Semua karena kalian. Kalianlah yang menghasut anak saya untuk ikut membenci mamanya, kalian beruntung karena demi Lisa saya tidak jadi mengusir kalian."

"Dasar orang-orang tidak berotak," imbuhnya lagi pada Nur dan bu Mina.

Setelah itu bu Andini berlari untuk mengejar sang anak.

"Semua ini karena mereka berdua. Coba saja nanti kalau ada kesempatan aku akan benar-benar menghilangkan kalian dari rumah ini," ucapnya dalam hati karena merasa keduanya adalah benalu yang tak jelas, yang di bawa oleh suaminya waktu itu.

Sepeninggalan bu Andini, kini tertinggal hanya ada Nur dan ibunya.

"Bu, apa lebih baik kita keluar dari sini. Aku tidak mau jika terus-terusan nyonya menghina kita semaunya," kata Nur memberi saran.

"Tidak Nur, Ibu sudah nyaman berada di sini jika kita keluar belum tentu akan mendapatkan fasilitas seperti di rumah ini." Jawab bu Mina yang menolak secara lembut, permintaan sang anak.

Bukan dia tidak bisa keluar, tentu bisa. Namun, ada satu alasan yang membuatnya tetap bertahan di rumah ini meski mendapat perlakukan tidak baik, dari bu Andini.

"Terserah Ibu saja, tapi untuk kedepannya jika nyonya memaki dan menghina Ibu lagi. Mungkin disitulah kesabaranku sebagai anak hilang karena benar-benar sudah kehilangan akal di saat orang tuanya, di rendahkan seenaknya." Belum sempat bu Mina menjawab semuanya, tapi ternyata Nur sudah meninggalkan ruangan tengah tersebut.

"Ya Allah, kuatkan hamba dalam menjalani kehidupan yang amat menyiksa batin hamba Ya Rabb." Setelah itu bu Mina berjalan ke belakang untuk melanjutkan pekerjaan yang belum terselesaikan, hanya karena pertengkaran yang tak jelas arahnya.

"Bu, aku mau berangkat kerja dulu ya." Nur yang sudah rapi dan sudah siap untuk berangkat bekerja untuk saat ini.

"Iya Nur, hati-hati di jalan."

"Assalamualaikum," pamit Nur.

"Waalaikumsalam." Jawab bu Mina.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Sesampainya di tempat kerjanya, Nur sedikit melupakan akan masalah yang selalu datang menghampirinya. Sedikit merasa tenang saat dirinya berkumpul dengan teman-teman yang begitu baik padanya.

"Nur, apa kamu baik-baik saja?" tanya Rhaman saat melihat wajah ayu dari Nur sedikit tidak bersahabat.

"Tidak apa-apa, mungkin saja karena lelah makanya kelihatan letih." Jawabnya pada Rhaman.

"Ini biarkan aku yang mengerjakan semuanya. Kamu antar kan saja minuman ini pada lelaki yang ada di ujung sana, itu keliatan kok dari sini." Ucapan Rhaman mendapat anggukan dari Nur.

"Baiklah aku akan mengantarkannya," ujar Nur dengan memberikan senyuman terbaiknya.

Setelah itu.

"Tuan, ini minumannya." Nur pun meletakkan minuman pada sosok lelaki yang berada di meja tersebut.

"Terimakasih."

"Kamu … Yang tadi pagi menolong saya kan?" tanya pria tersebut.

"Oh anda, rupanya." Senyuman Reza pudar seketika saat Nur menanggapinya dengan suara datar dan tanpa ekspresi.

Dengan sedikit rasa malu akibat respon yang pelit. Reza merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu untuk dikembalikan pada sang pemiliknya.

"Ini, tadi terjatuh dan saya yakin kalau ini punya kamu." Reza pun lantas memberikan tasbih berwarna biru laut itu pada Nur, dan Nur pun tersenyum saat menerimanya sampai membuat dada Reza berdekup seperti pacuan kuda.

"Terimakasih karena sudah menemukan barang ini," ucap Nur dengan senyuman yang tercetak di sudut bibirnya.

"Sama-sama." Jawab Reza yang dibalas oleh senyuman.

"Perkenalkan nama saya Reza," ucapnya seraya menyodorkan tangannya ke arah Nur.

"Salam kenal juga."

"Tunggu! Saya belum tahu nama kamu," kata Reza sedikit berteriak karena Nur meninggalkannya begitu saja.

"Mala." Jawab Nur lalu ia pun lekas kembali ke pantry untuk membantu teman-teman yang lain.

"Nur, apa kamu kenal dengan lelaki itu tadi?" tanya Rhaman penasaran karena keduanya terlihat sedikit akrab.

"Kita tidak saling kenal, hanya saja saat pagi tadi aku hendak pulang dari pasar melihatnya hampir celaka, terus aku tolongin dia." Jawab Nur pada Rhaman.

"Begitu rupanya."

"Eum,"

Tanpa terasa sore telah datang dan sekarang waktu dimana Nur akan pulang karena akan ada sif untuk pekerja yang lain. Namun, sebelum itu ia akan menjalankan shalat asharnya di mushola yang berada di sekitar tempatnya bekerja.

Nur shalat dengan sangat khusuk dan tak lupa berdoa memohon agar semua diperlancar segala urusannya, di dunia maupun di akhirat kelak tempat dimana ia kekal abadi di kehidupan keduanya.

Beberapa menit kemudian Nur sudah selesai dan sudah keluar dari rumah Allah. Tanpa ia sadari sosok lelaki yang sedari tadi terus mengawasinya.

"Mala."

"Assalamualaikum."

"Ah maaf karena saking senangnya jadi lupa ucap salam," ucap Reza dengan tubuh sedikit kikuk.

"Waalaikumsalam, oh ya. Saya ingin mengajak kamu makan sebagai bentuk terimakasih saya sama kamu. Mau kan," ajak Reza pada Nur dan sedikit berpikir untuk mengiyakan ajakan lelaki yang baru satu hari dikenalnya.

"Baiklah." Jawab Nur dengan wajah tanpa ekspresi meski begitu Reza sangat bahagia.

Mereka berdua sudah berada di tempat makan tak jauh dari cafe. Tak jauh dari mereka berdua duduk terlihat lelaki dengan wajah merah padam, serta kedua tangan yang sudah terkepal melihat pemandangan yang membuat langsung naik pitam.

Brak.

"Jadi karena lelaki ini kamu memutuskan aku!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!