Bukanya Nur tak mau ikut bergabung, namun ada hati yang ia harus jaga. Meski dirinya juga sekarang sedang merasakan patah hati.
"Ya Rob, kuatkan hamba. Jika kita memang berjodoh suatu saat kita pasti akan bersama, tetapi jika cinta sampai di sini. Beri aku hidayah mu agar ini ikhlas," ucap Nur dalam hati. Setelah itu ia pergi untuk ikut membantu anak-anak di dapur.
"Nur, itu bukannya Yusuf?" tanya Rhaman yang sedikit penasaran pasalnya yang ia tahu bahwa lelaki itu adalah kekasih dari Nur, namun sekarang ekor matanya melihat dengan bos nya tersebut.
"Kami sudah putus dan sekarang mereka berdua seperti yang kamu lihat," ujar Nur menjelaskan.
Tak ingin bertanya lebih dalam karena itu akan membuat hati Nur tidak tenang.
"Nur, kita sudah berteman sudah lama. Aku siap meminjamkan bahuku jika kau butuh," ucap pria berkulit putih dan sedikit dihiasi oleh bulu-bulu halus di wajahnya.
"Terimakasih, untuk tawarannya." Jawab Nur tersenyum.
"Aku tahu kamu wanita baik, suatu saat nanti kau akan menemukan lelaki yang baik juga." Nur tahu bahwa Rhaman sedang menghiburnya namun jika itu terjadi maka Nur pun menerimanya.
Hari ini cafe cukup rame pengunjung dan itu membuat mereka berdua sedikit sibuk dengan permintaan pelanggan.
Huff.
"Man, aku akan shalat dulu kamu tidak apa-apa kan kalau ku tinggal?"
"Tentu tidak, shalat lah ini sudah jam tiga." Jawab Rhaman dengan seulas senyuman.
Sedangkan Lisa dan Yusuf sudah pergi setengah jam lalu, menurutnya itu lebih baik karena jika tetap berada di tempat ini. Itu membuat Nur semakin tersiksa.
Akhirnya Nur keluar cafe untuk melakukan shalat yang tak jauh dari tempat ini. Ia shalat dengan sangat kusuk.
Sekitar 15 menit, ia pun sudah selesai dan Nur pun membereskan perlengkapan shalat seperti sajadah dan mukena. Yah mukena pemberian Yusuf saat mereka jalan-jalan dan tanpa sengaja lelaki itu memberikan dengan sepengetahuan Nur, Yusuf tak sengaja melihat Nur terus memegang sajadah jadilah setelah mereka keluar, lalu Yusuf berpura-pura ke WC, dan membeli perlengkapan shalat untuk Nur.
Pukul lima sore, Nur mulai mengayun sepedanya untuk di ajaknya pulang. Entah di sengaja atau memang pertemuan ini sudah di atur oleh sang pencipta, kalau Nur bertemu lagi dengan sosok lelaki yang bernama Reza.
"Hye Nona," sapa pria itu.
"Assalamualaikum," timpal Nur karena lagi-lagi pria itu melupakan kalimat penting sebagaimana kita seorang muslim.
"Waalaikumsalam, maaf lupa lagi." Jawab Reza cengengesan karena dirinya dibuat salah tingkah.
"Biasakan mengucap salam. Kamu islam kan?" tanya Nur tanpa memandang lawan bicara.
"I-iya saya islam," ujar Reza sedikit gelagapan dan Nur tahu akan hal itu.
"Apa ada yang tidak aku ketahui?" dalam hati Nur bertanya-tanya karena raut wajah Reza seperti orang bingung.
"Aku ingin mengajak kamu makan malam, apa kau mau Nona?" tanya Reza sedikit ragu namun ia harus mengatakannya, walau nantinya mendapat penolakan.
"Maaf bukannya menolak. Saya sedang berpuasa," ucap Nur pada Reza.
"Tak masalah sekarang sudah jam lebih kan, kita bisa berangkat sekarang."
"Tapi saya bau kecut karena seharian berada di dapur," kata Nur dan mengendus-endus pakaian yang dikenakannya.
"Kita tidak makan di tempat umum."
"Lantas."
"Di rumahku, kamu tenang saja di rumah saya tidak sendiri kok."
"Syukurlah kalau begitu, jika tidak ada orang saya tidak mau ada orang yang salah paham." Nur pun menghela nafas lega karena ia pikir di rumahnya tak ada siapapun, namun ternyata dia salah.
"Bagaimana apa kau mau?" tanya Reza yang kini menunggu jawaban dari Nur.
"Saya akan meminta izin pada ibu dulu, karena saya takut kalau beliau akan sangat kuatir jika anaknya belum pulang."
"Silahkan."
Nur pun lantas menghubungi bu Mina untuk meminta izin makan malam bersama Reza, tidak berapa lama kemudian Nur memasukkan kembali ponsel yang berada di tangannya.
"Baik saya menerimanya," kata Nur saat dirinya usai menghubungi bu Mina.
"Syukurlah kalau kamu mau karena saya sangat senang tentunya." Dengan hati berbunga-bunga Reza berucap dan tentunya tak bisa memendam semuanya.
"Rumahku jauh, apa kau ingin mengayunkan sepeda mu itu?" Reza mengerutkan keningnya karena tak habis pikir dengan perempuan berhijab tersebut.
"Lalu harus bagaimana?" Nur bingung, jika tidak ditumpangi lantas bagaimana.
"Bawa sini sepeda kamu, kamu masuklah mobil terlebih dulu." Reza pun menyuruh Nur untuk masuk ke mobil, sedang dirinya masih membenarkan letak sepeda Nur.
"Sudah."
Reza pun membersihkan kedua tangannya. Setelah itu ia pun masuk ke dalam mobil juga dan segera menjalankannya.
"Pasti mobil kamu kotor," ucap Nur saat melihat sepedanya diletakkan di bagasi.
"Kotor tinggal cuci. Kamu jangan memikirkan itu karena untukku tidak ada masalah," kata Reza yang tak ingin Nur terus membahasnya.
Kini keduanya berada di jalan menuju kediaman Reza.
Hampir satu jam sampailah mereka di mension mewah milik Reza, dan itu membuat Nur merasa tak pantas masuk ke dalam istana yang amat megah.
"Mila, apa kau akan tetap berdiri disitu?" tanya Reza saat melihat Nur tetap berdiri bak patung.
"Apa ini rumahmu?"
"Saya tahu apa yang ada di pikiranmu, jangan memikirkan hal-hal yang tak penting. Kita masuk saja," ucap Reza karena ia pun tahu ada guratan ketakutan pada wajah Nur, dan itu dapat dilihat oleh lelaki tersebut.
Sedangkan Nur pun mengikuti langkah Reza untuk masuk ke dalam istana yang megah.
Saat mereka berdua masuk, ternyata sudah ada orang-orang yang menyambutnya.
"Sore tuan, dan Nona." Ada tiga perempuan yang menyambut kedatangan mereka, dan itu membuat Nur merasa dirinya tidaklah pantas karena dia bukan siapa-siapa.
"Sore juga semua." Jawab Reza dengan wajah datar.
"Tuan mau di siapkan sekarang?" tanya salah satu diantara mereka berdua dan Nur pun sempat berpikir jika mereka sama halnya dengannya.
"Boleh karena teman saya sebentar lagi akan berbuka puasa," ujar Reza pada mereka bertiga. Sedangkan Nur hanya melihat lelaki itu yang sedang berbicara pada mbak-mbak di samping kirinya.
Akhirnya semua menu yang belum pernah di makan oleh Nur juga tersedia, makanan di atas meja penuh. Sepertinya kalau hanya mereka yang menghabiskan itu mustahil.
"Za, apa kamu akan menghabiskan semua makanan ini?" tanya Nur dengan hati-hati.
"Memangnya perutku karung, tidak mungkin saya menghabiskan semuanya." Jawab Reza.
"Lantas sebanyak ini untuk apa," kata Nur terheran-heran.
"Kalau sudah tidak habis ya di buang."
"Saat kau berkata jika tidak habis ingin membuangnya? Tahukah kamu di luar ada beberapa orang kelaparan."
Reza diam dan tak sekalipun menyela ucapan Nur, sekarang yang ada dipikirannya. Ia sangat bangga pada sosok perempuan yang ada di sampingnya, bukan hanya cantik namun dirinya masih memikirkan akan nasib orang yang kurang beruntung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
"kamu muslim kan"?
"ya, saya seorang muslim"
2023-11-09
0