Saat mendengar ibunya bertanya, buru-buru Nur menyembunyikan lengannya agar tidak dilihat oleh bu Mina, karena ia tidak mau kalau sampai sang ibu bersedih.
"Nur!" untuk kedua kalinya bu Mina memanggil dengan sedikit keras karena melihat Nur yang tak kunjung menjawab, akhirnya beliau pun memanggilnya lagi, dan itu berhasil membuat Nur langsung menolah.
"Ah iya Bu, ada apa?" timpal Nur pada sang ibu dengan sedikit gugup.
"Kamu kenapa? Dari tadi kok dipanggil-panggil tidak menyahut, udah gitu tuan minta wedang jahe katanya kamu belum ada buatin ya?" ujar bu Mina pada sang anak.
"Iya Bu, habis ini akan dibuatin. Sebetulnya tadi juga sudah siap dan tiba-tiba kaki ku tersandung lalu tumpah minumannya," ucap Nur berbohong katena dia juga tidak mungkin berkata jujur perihal apa yang sudah terjadi kepadanya tadi.
Bu Mina menatap curiga pada Nur, pasalnya tadi sang anak tidak mengenakan baju dan hijap seperti yang barusan dilihatnya, dan itu berbeda dari sebelumnya.
"Apa kamu tidak apa-apa Nur? Lantas apa kamu ada yang terluka karena baju dan hijabmu berbeda?" ujar bu Mina karena beliau ingat betul pakaian apa yang sudah dikenakan oleh Nur.
"Tadi aku kan sudah bilang Bu, kalau tersandung dan itu mengakibatkan baju dan hijabku terkena tumpahan air itu." Jawab Nur yang harus berbohong dengan apa yang terjadi sewaktu tadi.
"Begitu ya, baiklah biar Ibu saja yang membuat minuman untuk tuan. Kamu ke pasarlah karena bahan-bahan yang ada di kulkas habis," kata bu Mina untuk menyuruh Nur lekas berangkat ke pasar karena takutnya keburu siang.
"Iya Bu, aku akan segera berangkat." Nur langsung berdiri dan dengan posisi lengan yang di masukkan ke dalam jilbabnya.
"Ya sudah ini uangnya." Bu Mina pun langsung memberikan beberapa lembar uang pada Nur, dan Nur pun menerima.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Kini Nur sudah berada di jalan dan mengayunkan sepedanya dengan hati-hati, pagi yang indah di sambut dengan sepoi-sepoi angin yang semilir sehingga membuatnya sedikit merasa dingin karena terpaan. Sampai-sampai jilbab yang dikenakannya ikut terbawa oleh angin. Sekilas mata memandang sepasang suami istri yang sudah lansia, ia menatap dengan sangat penuh haru karena mereka saling menjaga satu sama lain di saat usia tak lagi muda.
"Aku berharap kelak akan seperti mereka," gumam Nur saat melintasi sebuah taman yang biasanya dijadikan tempat joging.
Untuk sesaat Nur melupakan mereka karena harus segera masuk ke dalam pasar tradisional yang tak jauh dari taman.
"Ayam sudah, daging sudah, udang dan cumi juga sudah. Lalu apa lagi yang belum aku beli," ucapnya lirih sembari terus berjalan mengingat-ingat apa saja yang belum ia beli selain perikanan.
Setelah semua dirasa sudah lengkap sesuai kebutuhan Nur pun langsung keluar dari pasar, dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan bu Qonita.
"Nyonya," sapa Nur saat melihat ibu dari Yusuf.
"Nur, akhirnya saya bisa ketemu kamu." Dengan kegirangan bu Qonita memeluk erat Nur.
"Nyonya mau belanja atau…."
"Saya baru selesai juga, apa kamu juga sudah selesai?" tanyanya pada Nur.
"Sudah Nyonya, ini saya mau pulang." Jawab Nur sedikit kikuk karena ini kali pertamanya Nur bertemu dengan bu Qonita setelah dirinya dan Yusuf putus.
"Ya sudah kalau begitu ikut saya sarapan yuk," ajaknya pada Nur. Nampaknya beliau belum mengetahui soal hubungan keduanya seperti apa.
"Terimakasih Nyonya, tapi saya langsung pulang saja."
"Tidak Nur, kamu tidak boleh menolak. Sekarang ikut Tante untuk sarapan," ucap bu Qonita yang tak menerima penolakan dari Nur.
Nur pun akhirnya pasrah dan mengikuti langkah bu Qonita ke mana ia akan membawa Nur, untuk sekedar mengisi perut.
"Yusuf," batin Nur saat sudah sampai di luar pasar dan melihat Yusuf berdiri di samping mobilnya.
Sedangkan Yusuf menatap tidak percaya bahwa dirinya akan bertemu dengan Nur yang sedang bersama ibunya.
Bu Qonita langsung mendekat dimana Yusuf berada untuk membuka bagasi mobilnya.
"Yusuf, tolong buka karena Mama akan memasukkannya ke mobil." Bu Qonita pun menyuruh anaknya memasukkan semua sayur ke dalam mobil, sedangkan Nur merasa ada sesuatu di dalam hatinya.
“Ah iya, Ma.” Yusuf pun langsung membuka bagasi dan membantu ibunya untuk memasukkan semua belanjaannya.
“Ma,” panggil Yusuf.
“Ada apa?” sahut ibunya Yusuf.
“Kenapa Mama bisa sama Nur?” tanya Yusuf penasaran karena sewaktu tadi dirinya tidak melihatnya dan sekarang dengan tiba-tiba datang bersama ibunya.
“Tadi Mama papasan sama Nur.”
“Iya kan, Nur.” Bu Qonita mengalihkan pandangannya pada Nur.
“Iya, Nyonya.”
“Tuh denger, ya sudah sekarang kita ke sana untuk sarapan karena Mama sudah tidak sabar untuk menikmati soto.” Lantas bu Qonita pun mengajak keduanya berjalan kaki untuk sampai ke pedagang soto langganannya.
“Iya, Ma.” Tanpa menyela Yusuf pun menuruti ucapan sang mama, untuk berjalan diantara deretan jalan yang dilaluinya saat keluar pasar.
Akhirnya ketiganya berjalan dengan posisi bu Qonita menggandeng lengan Nur. Sedangkan Yusuf berada di belakang bagaikan pengawal bagi mereka berdua.
Yusuf sangat gugup dan entah perasaan berbunga pasti ada karena hatinya tidak bisa berbohong, bahwasanya ia masih mengharap sosok seperti Nur.
Sekitar 10 menit, mereka berjalan akhirnya sampai juga di gerobak soto milik pak Somad.
“Pak, tiga ya.” Bu Qonita langsung memesan tiga porsi soto betawi pada pak Somad.
“Iya Nyah, ditunggu ya.” Pak Somad pun lantas meracik kan sesuai yang diminta oleh pelanggan.
Ekhem.
Satu deheman membuka keadaan yang hening.
“Apa kalian akan seperti ini? Seperti orang yang tidak saling kenal,” ujar bu Qonita membuka percakapan.
“Ma, kita kan bukan anak kecil yang harus berisik kan.” Yusuf menimpali dengan keadaan muka yang tidak bisa diartikan. Sedangkan Nur sedari tadi tertunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tidak harus berisik kan. Paling tidak berbicaralah jangan seperti orang bisu,” geram bu Qonita pada mereka berdua.
“Kenapa jadi begini, ingin menjauhi agar tidak timbul perasaan yang menyakitkan. Akan tetapi, sekarang malah dipertemukan,” batin Yusuf dengan perasaan dan hati yang dilema.
“Sepertinya Yusuf tidak suka denganku, karena terlihat dari tatapannya. Sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaan seperti ini,” gumam Nur dengan wajah yang masih tertunduk.
“Kenapa kalian diam! Tidak ada yang kalian sembunyikan dari Mama kan?” bu Qonita mulai curiga pada mereka berdua karena ini adalah kali pertama untuknya melihat keadaan dingin, dan tidak sehangat seperti sebelumnya.
“Sebetulnya kami….”
“Kami apa, Nur!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
kami sudah putus
2023-11-09
0