"Apa maksud kamu," ucap Nur saat Yusuf datang secara tiba-tiba dan marah saat keduanya tengah berbincang.
"Katakan, semua karena lelaki ini kan. Apa dia lebih kaya dari aku dan lebih segalanya sampai kamu lebih memilih pria ini, dan meninggalkan…."
PLAK!
"Apa kamu tidak bisa bersikap layaknya lelaki sejati, inilah yang membuat aku meminta putus dari kamu, karena kamu tidak bisa bersikap dewasa dan selalu over kepadaku. Jadi, jangan sangkut pautkan hubungan kita yang sudah berakhir dengan ketidakrelaan kamu."
"Ingat diantara kita sudah tidak ada lagi yang perlu diperjelas, lebih baik sekarang kamu pergi dan carilah wanita yang lebih dari aku. Kamu tampan dan juga kaya bukan perkara sulit kan mencari sosok pengganti," ucap Nur lagi secara panjang lebar.
"Mencari penggantimu itu sangat mudah, hanya saja aku tidak pernah menyangka bahwa wanita yang kuanggap sempurna nyatanya cacat iman sepertimu."
"Syar'i yang kamu kenakan serta balutan hijab yang kamu anggap sebagai salah satu kewajiban sebagai umat muslim. Nyatanya tak serta merta tak membuat iman kamu kuat, kamu tergoda dengan kekayaan sama seperti perempuan yang lain dan bisa-bisa sebentar lagi kamu akan menjual tubuhmu."
"Berkata lah sesuka hatimu, dan keluarkan semua yang tersimpan hingga membuat kamu merasa puas."
Sedang Reza sudah mengepalkan kedua tangannya dan sudah bersiap untuk menghajar Yusuf.
"Tahan, aku tidak mau ada pertengkaran karena kalian bukan lagi anak kecil." Nur pun mencegah Reza untuk tidak tersulut emosi hingga lepas kendali.
Ck … Ck.
"Dasar pria. Suka semaunya sendiri," gerutu Reza.
"Kau bilang apa! Ingat kelak Nur akan meninggalkanmu seperti dia membuangku seperti sampah yang tidak berguna. Tersenyumlah untuk sekarang," ucap Yusuf yang iringi dengan kepergiannya.
Sepeninggalan mantan Nur, keduanya saling diam karena masih larut dalam keadaan yang membingungkan.
"Apa itu tadi kekasihmu?" tanya Reza membuka obrolan.
"Mantan." Jawab Nur.
"Maaf maksudku mantan kekasih kamu." Reza meralat ulang kata-katanya yang sempat salah pada Nur.
"Dia mengira kalau aku memutuskannya karena kamu. Maaf sudah membawamu ke dalam masalahku," ucap Nur merasa tidak enak pada Reza.
"Tidak masalah karena semua sudah terlanjur, maaf karena aku sudah berani mengajak kamu untuk menemani saya makan. Sampai kamu mendapat hinaan yang tak layak diucapkan, harusnya kamu tadi membiarkan saya untuk memberi pelajaran agar tidak asal bicara." Jika teringat akan Nur yang dihina, ingin sekali Reza memberi bogeman pada mantannya Nur, agar bisa berbicara sopan pada perempuan.
Reza tidak tahu awalnya seperti apa, yang pasti di sini dia dapat melihat kalau perempuan yang ada di depannya tersebut, tengah menanggung beban berat yang tak diketahui oleh orang.
Untuk kali pertamanya Reza memuji wanita. Entah semua itu hanya perasaan kagum atau dirinya sedang dihadapkan dengan cinta pandangan pertama.
"Oh ya. Terimakasih untuk makanannya ini sudah cukup sore, saya pamit pulang."
"Assalamualaikum," pamit Nur yang tak lupa kalimat salam selalu ia berikan.
"Waalaikumsalam."
"Terimakasih sudah mau menemani saya makan, sampai jumpa besok dan hati-hati di jalan." Reza pun menambahkan lagi kalimat hati-hati pada Nur, dan tak lupa senyuman yang penuh kegembiraan ia tebarkan.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Pukul satu dini hari. Nur terbangun dengan mata yang malas ia berusaha untuk menyingkirkan rasa itu, karena dirinya harus bersiap-siap untuk menjalankan sepertiga malam.
Meminta pada sang pencipta agar diberi kekuatan dan ketegaran untuk bisa melalui jalan hidup, yang kini dilewatinya. Memohon pada Tuhannya agar ibunya selalu diberi kesehatan agar bisa menemaninya hingga berada di titik atas.
Membawa orang-orang yang dikasihi dalam sajadah cinta dan sepenggal butiran tasbih penuh pengharapan.
Selesai melakukan tahajud Nur pun kembali tidur untuk menyambut hari esok yang akan jauh lebih baik, dari hari sebelumnya.
05:00, setelah Nur menunaikan shalat. Ia pun langsung turun ke dapur untuk membantu bu Mina.
"Bu," sapa Nur pada bu Mina yang sedang mengupas bawang.
"Nur," timpal bu Mina.
"Aku bantu," tawar Nur dengan keadaan yang jauh lebih segar.
"Kamu nyapu-nyapu di halaman saja kalau mau membantu Ibu," kata bu Mina yang menyuruh Nur untuk membersihkan halaman depan rumah.
"Baiklah Bu, segera laksanakan." Jawab Nur dengan sedikit tawa dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat bu Mina ikut tertawa juga.
Saat Nur akan mulai menyapu ia melihat pak Herlambang sedang duduk dengan posisi mata terpejam. Kalau sudah begitu ia tahu kalau majikannya amatlah lelah, sehingga membuat Nur memberanikan diri untuk mendekatinya untuk menawarkan minuman.
"Tuan, bangun, Tuan."
"Ah iya, maaf saya ketiduran habisnya hawanya di sini sangat sejuk sehingga membuat kepala saya sedikit berkurang pusingnya." Dengan keadaan sedikit terkejut pak Herlambang terbangun.
"Saya yang minta maaf karena sudah lancang dengan Tuan," kata Nur tertunduk.
"Nur, sudah berapa kali saya bilang. Jangan memanggil saya 'Tuan' apa kau lupa akan hal itu," ujar pak Herlambang pada Nur yang lagi-lagi menolak dengan panggilan sebagaimana seorang majikan.
"Maaf Tu–, ah Pak maksud saya."
"Sudahlah lain kali jangan menyebut dengan embel-embel seperti itu lagi. Oh ada apa kamu membangunkan saya?" tanyanya pada Nur dengan posisi yang masih tetap tertunduk, Nur sama sekali tidak berani menatap wajah lelaki paruh baya tersebut, meski begitu beliau masih terlihat sangatlah gagah.
"Saya hanya ingin menawarkan wedang jahe, apa Bapak mau saya buatkan." Nur pun terlihat sangat antusias saat dirinya mulai menawarkan minuman kesukaan pak Herlambang.
"Tentu Nur, Bapak akan sangat senang karena pagi-pagi sudah mendapat minuman hangat darimu." Jawab pak Herlambang dengan sedikit tawa ia berkata.
"Kalau begitu saya akan membuatkannya," ucap Nur sedikit salah tingkah, entah mengapa saat bersama pak Herlambang Nur merasa damai dan suasana menjadi hangat, ia pun tidak tahu dengan perasaan yang ia rasakan untuk saat ini.
"Tentu."
Setelah itu Nur pun pergi ke dapur untuk membuatkan wedang jahe, untuk pak Herlambang.
Bu Mina yang saat itu baru saja masuk ke dapur juga, lekas bertanya pada Nur karena belum ada 15 menit, ia sudah kembali lagi ke dalam.
"Nur! Apa kamu sudah selesai nyapu nya?" tanya bu Mina.
"Ibu bikin kaget saja," ucap Nur yang memang sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba saja.
"Wedang jahe," ucap bu Mina karena beliau sangat hafal sekali minuman itu untuk siapa.
"Iya Bu, pak Herlambang ada di halaman belakang katanya udaranya sedikit sejuk sedikit membuat pening di kepalanya berkurang, maka dari itu aku membuatkannya wedang jahe."
Dengan wajah masam dan sedikit tidak suka bu Mina langsung mengambil alih cangkir tersebut, dari tangan Nur.
"Biar Ibu saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Firli Khalifah
jangan2 nur anak nya pak herlambang
2025-01-05
0
Hasrie Bakrie
Nur pasti anak pak Herlambang
2025-01-06
0
◡̈⃝︎➤N୧⃝🆖LU⃝SI✰◡̈⃝︎👾
Nur anaknya pak Herlambang ya, makanya ibu Mina rela di caci maki di rumah itu
2023-11-08
0