Rapat telah usai. Beberapa orang berhamburan keluar setelah ibu Ayattul Khasanah beserta beberapa pendampingnya keluar lebih dulu.
Seorang laki-laki berjalan cepat menyusul Ulum yang hendak keluar ruangan juga. Lalu membisikan sesuatu. Nampak kerutan di kening pria paruh baya tersebut. Seperti sebuah keheranan yang sepersekian detik kemudian berubah kembali menjadi keramahan. Beliau mengangguk sopan, setelahnya mengikuti langkah pria tadi.
Di sebuah ruangan lain. Pintu di ketuk dengan sopan oleh bapak-bapak yang mengajak Ulum tadi.
"Assalamualaikum–" ucapnya sopan yang di jawab oleh mereka bertiga di ruangan tersebut.
"Walaikumsalam warahmatullah! Silahkan, Pak." Bu Ayattul mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa dengan isyarat tangannya.
"Mohon maaf. Tapi benar ibu memanggil bapak yang ini, kan?" Tanya laki-laki yang masuk bersama Ulum.
"Iya benar." Terkekeh. Mereka bicara basa-basi lebih dulu soal sekolah, murid, metode pendidikan dan sebagainya. Hingga Bu Ayattul mulai kembali pada topik utama yang akan ia bahas. "Mohon maaf, ini agak menjurus ke hal pribadi. Tadi saya melihat Bapak Ulum berbicara dengan seorang gadis berhijab sebelum masuk."
Ulum berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Oh, iya, Bu. Benar!"
"Kalau boleh tahu, apa gadis itu namanya Nak Baitus Safa?"
"Maaf sebelumnya, Ibu tahu nama putri saya?" Tanya Ulum terheran-heran.
"Oh, jadi gadis tadi putri Pak Ulum?"
"Iya, Bu. Safa Putri saya. Kebetulan profesinya sebagai guru juga. Namun dia mengajar di sekolah yang lain."
"MashaAllah..." gumamnya senang. Beliau menoleh ke arah wajah-wajah yang ada di ruangan itu. "Jadi begini, Pak, Bu. Pada suatu masa, saya bertemu dengan putri bapak Ulum ini. Dia menyelamatkan saya ketika terjebak di tengah-tengah dua kelompok pelajar yang tawuran."
Bu Ayattul mulai bercerita kronologi yang terjadi hari itu yang di respon anggukan kepala dari mereka sambil mendengarkan dengan serius. Ia juga menyampaikan kekagumannya pada gadis tersebut. Yang mengundang decak kagum dari mereka yang ada di sana. Termasuk Ulum yang tak henti-hentinya mengucapkan kalimat tauhid tanda bangga sekaligus tak menyangka.
"Saya benar-benar bahagia sekali saat mendengar sanjungan Ibu kepada putri saya," tutur Ulum.
"Alhamdulillah. Saya itu sebenarnya sudah lama, berharap untuk bertemu lagi. Namun memang, belum di beri kesempatan. Makanya pas hari ini melihatnya lagi, saya merasa bahagia sekali. Mohon maaf ini loh Pak Ulum. Saya sampai minta di kasih waktu dan tempat untuk ngobrol. Hahaha..." Bu Ayattul menangkupkan telapak tangannya.
"Nggak papa, Bu. Justru saya sangat tersanjung sekali bisa di panggil hanya untuk mendapatkan pujian seperti ini."
"Sekali lagi, mohon maaf. Apa putri bapak itu sudah menikah?" Bu Ayattul kembali bertanya dengan semangat tanpa peduli beberapa orang masih ada di sana. Ulum sempat terdiam sebentar ketika Bu Ditjen ini semakin berbicara ke hal yang mengandung unsur pribadi. "Maaf saya tanya demikian, Pak Ulum. Mungkin terkesan tidak sopan dan sedikit menyinggung Bapak."
"Emmm..., enggak, Bu. Nggak sama sekali, justru menurut saya pertanyaan ibu tidaklah salah. Putri saya itu belum menikah, Bu," jawab Ulum malu-malu.
Bu Ayattul pula semakin berbinar. Hingga tanpa menimbang-nimbang lagi dia langsung meminta alamat Ulum untuk berkunjung.
Beberapa orang yang ada di ruangan itu sedikit keheranan. Karena baru kali ini Bu Ayattul berbicara tanpa sekat dengan orang yang terbilang tak begitu di kenalnya. Apalagi pria tersebut adalah seorang kepala sekolah biasa. Bahkan sampai berjanji ingin datang. Ada apa ini? Apa Bu Ditjen tersebut benar-benar mengagumi putri seorang pria dari kalangan biasa? sebagian beranggapan kalau itu wajar karena ada hal yang berkaitan dengan kata hutang Budi.
"Boleh, kan? Kalau saya berkunjung?"
"Ya, tentu, Bu Ayattul. Sangat boleh. Ini satu kehormatan untuk saya dan keluarga. Tapi apa ibu yakin, mau datang? Rumah saya benar-benar sederhana sekali."
"Nggak masalah, kapan-kapan kita sambung kembali obrolannya. Semoga, Allah SWT memudahkan. Dan memberkahi waktunya untuk saya dan keluarga Pak Ulum."
"Iya, Bu. Aamiin."
Pembicara mereka berhenti sampai di situ. Karena Bu Ayattul harus memenuhi agenda berikutnya. Dalam hati Ulum merasa senang dan tersanjung. Ketika mengatakan kesudiannya untuk datang ke rumah sederhana milik beliau. Walau entah kapan. Tapi hal itu benar-benar luar biasa, serta patut untuk di syukuri.
🍂🍂🍂
Malam datang, mentari sudah sejak tadi kembali dan bergeser ke bagian bumi lainnya. Seorang pria baru saja tiba. Di salah satu kediaman rekan artis lainnya.
Arifin menyapa mereka-mereka yang sedang melakukan pesta di rumah besar berlantai tiga. Suara musik terdengar kencang. Pesta kolam yang meriah walau hanya di hadiri segelintir orang saja. Itupun mereka-mereka yang masuk dalam deretan Selebgram dengan pendapat tertinggi di Negara ini.
"Fin– punya, Lu!" Seorang pria yang mulai tinggi itu menyodorkan barang seberat satu ons. Arifin tersenyum.
"Nah, Lu nemu."
"Ya. Agak susah buat dapat acc. Seenggaknya lewat dia lebih cepet."
Arifin menghirup bungkusan tersebut lalu menghela nafasnya dengan ekspresi menunjukkan kenikmatan.
Pria itu pun berjalan ke sudut area tersebut. Menghalau para gadis seksi berbikini yang berniat untuk mendekatinya. Sebelum turut serta pada pesta kolam, ia harus memenangkan dirinya dengan benda haram tersebut.
"Ini baru namanya surga..." Arifin mulai memasang alat hisapnya. Guna menikmati Sab* tersebut. Hembusan kenikmatan ia rasakan. Segala beban dan kesakitan yang bersarang seketika sirna. Arifin sudah benar-benar melangkahi batasannya sebagai manusia di muka bumi ini.
"Ayo semua! Kita turun ke kolam! terjang malam ini dengan kebahagiaan!" Teriak si tuan rumah sambil mengangkat satu tangannya yang bergerak-gerak mengikuti dentuman musik yang keras. "Afin! Ayo turun brother! Lu bintangnya disini!!" Sambungnya sambil mengarahkan pandangannya pada sosok pria yang masih berada di sofa tersebut.
Orang-orang yang ada di sana bertepuk tangan sambil bersorak menebar kegembiraan. Panggilan untuk Arifin pun di serukan dari mulut-mulut mereka.
Laki-laki itu tersenyum sinis, melepaskan atasannya dan hanya tersisa celana renang. Setelahnya berjalan cool sebelum menceburkan diri ke kolam dengan gaya.
Semua bersorak-sorai menikmati pesta. Turut menceburkan diri. Bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu kolam. Tanpa peduli tentang syariat yang melarang laki-laki dan perempuan bukan mahram berbaur dalam satu tempat yang sama.
Mereka semua berpestapora. Menikmati masa muda yang terbilang penuh kesia-siaan. Ada yang terang-terangan berzinah di dalam kolam. Ada pula yang hanya saling siram air sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti musik, ada juga yang beradu kuat-kuatan minum alkohol dan lain sebagainya. Intinya mereka menikmati malam panjang itu dengan bermaksiat bersama. Nauzubillah...
Pukul 03:10.
Dua orang dari anak-anak muda itu sudah ada yang pulang sejak beberapa menit yang lalu. Sisanya, banyak diantara mereka yang tergeletak lemas, entah karena alkohol atau mungkin obat-obatan terlarang. Sementara Arifin masih terjaga ia berniat akan pulang setelah menghabiskan satu hisapan lagi.
Tak di sangka, suatu penyergapan terjadi. Arifin dan beberapa orang yang mendengar riuh suara di depan langsung mengamankan barang-barang haram yang ada. Membuangnya secara acak. Bahkan ada yang di lemparkan begitu saja ke balik pagar saking paniknya.
"JANGAN BERGERAK! SEMUANYA ANGKAT TANGAN KALIAN. DAN BERLUTUT!!" satu orang dari anggota kepolisian dengan rompi hitam dan senjata laras panjang sudah berdiri di depan pintu sliding kaca. Menodongkan senjata tersebut pada mereka semua. Barulah menyusul beberapa yang lainnya.
Arif yang tak sempat melarikan diri setelah membuang sab*nya hanya bisa pasrah. Pelan-pelan ia mengangkat kedua tangannya dan berlutut kemudian.
"Semuanya! Amankan mereka, dan geledah area rumah ini."
Sial! Abis gua malam ini! –runtuk Arifin saat seorang anggota menarik tangannya untuk bangun setelah itu membawanya ke satu titik yang sudah di tentukan.
Para Selebgram itu di kumpulkan dalam satu ruangan dan di minta untuk melakukan tes urine. Termasuk mereka yang sudah pulang. Diminta untuk kembali datang ke lokasi pesta. Belum lagi para aparat yang di tugaskan untuk menggeledah diantaranya mulai menemukan barang-barang haram tersebut.
"Eh, Brengsek! Lu bilang malam ini aman?!" bisik Arifin pada sang tuan rumah yang duduk di sebelahnya, sebelum tiba gilirannya untuk mengambil sampel urine.
"Mana gua tahu. Gua yakin ada yang nggak beres. Pasti ada yang ngelaporin. Selama ini kita ngadain pesta begini aman-aman aja," jawabnya berbisik juga.
"Sialan! Bisa habis reputasi gua karena ini." Arifin terus meruntuk berang. Umpatan kata-kata kasar terus saja terlontar meluapkan emosi.
"Mas Afin, silahkan ikuti rekan kami untuk mengambil sampel urinenya."
"Ck!" Arifin berdecak geram. Ia melangkah sambil menendang kaki si pemilik rumah lebih dulu. Sementara yang di perlakukan seperti itu hanya diam saja.
Beberapa saat kemudian hasil tes urine keluar. Lebih dari delapan puluh persen mereka semuanya positif memakai barang haram tersebut termasuk Afin Anka. Setelah hasil di umumkan mereka pun di pindahkan ke tempat lain untuk di amankan.
Keluar dari pintu rumah tersebut Arifin tertegun. Habis sudah! Maafin Arif, Bunda! Batinnya sambil menundukkan kepala, memasang masker di mulutnya pelan.
Siapa sangka, para pemburu berita sudah berkumpul di depan rumah itu. Kilatan cahaya dari sinar kamera berpendar secara bertubi-tubi. Saat Afin Anka keluar dari sana. Hal itu pula yang membuat Arifin menunduk walau sudah menutup sebagian wajahnya dengan masker ia tetap merasa malu. Tangannya terkepal kuat saat mendengar pertanyaan dari para wartawan. Yang mengandung unsur ejekan sambil tertawa.
.
.
Di waktu yang bersamaan... seorang gadis Sholehah baru saja menamatkan tilawahnya. Ia mengucap syukur sambil memeluk mushaf. Bibirnya tersenyum manis menatap ke arah jendela saat mendengar adzan subuh berkumandang.
"Alhamdulillah..."
Walau target hafalan tiga puluh juz belum bisa ia raih. Tapi Safa bersyukur, sejauh ini ia sudah menghafal sepuluh juz. Dan mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak dua puluh empat kali setiap tahunnya. Artinya, ia khatam Al-Qur'an setiap dua Minggu sekali. MashaAllah...
“Barangsiapa membaca Alquran dan menghafalkannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga serta akan memberi syafaat kepada sepuluh dari keluarganya yang seharusnya masuk neraka.” sebuah hadits indah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sayidina Ali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Kiromah
kalo memang yg terbaik buat Arifin tertangkap dan bisa lepas dri Daddy" nya itu, kasian Arifin kalo ttp sama gendrowo itu😅
2024-01-06
0
Kiromah
semoga Arifin ketangkap dan mendapat hidayah buat berubah. gpp mngkinya doain yg jelek" buat mnjdi yg lebih baik lagi
2024-01-06
0
Kiromah
ini bisa jadi kisah nyata yg di ambil dri seorang figur publik atau selebgram..
ya Allah jadi ngeri bayangin nya kalo ini kisah nyata, semoga kita semua di jauhkan dri kisah" kayak gini🤲🥺
2024-01-06
0