Malam sebelumnya...
Di perjalanan menuju sebuah Apartemen, Arifin merasa seperti ada yang mengikuti. Mobil di belakang berada tak jauh jaraknya dengan mobilnya sendiri.
Ia melirik kearah spion tengah, lantas menyunggingkan separuh bibirnya sinis. Mulai menginjak pedal gas lebih kencang dari sebelumnya. Meliak-liuk, menyalip mobil-mobil di depannya dengan gerakan zik-zak. Sementara mobil yang mengikuti turut kencang tak mau sampai tertinggal jauh.
"Mereka pikir bisa mengejar mobil seorang Afin Anka?" Pria itu terus dengan kegilaannya membawa cepat laju mobilnya tanpa rasa khawatir. Hingga sampai pada sebuah bundaran. Arifin membaca angka digital lampu hijau dari ke jauhan yang tertulis angka lima detik lagi. Semakin kuat ia kembali menginjak gasnya sebelum membelokkan setir secara tiba-tiba ke arah sebaliknya. Sementara mobil yang mengejarnya tadi terjebak lampu merah, Afin pun tersenyum puas.
"Beg*!" umpatnya sambil terus menjalankan mobilnya menjauh.
Tiba pada sebuah Apartemen mewah, ia menekan bel yang tersedia di dekat pintu. Dan tanpa menunggu lama. Seorang pria kekar dengan dua kancing kemeja tak di pasang menyapanya dengan ceria.
"My Star!" Serunya sambil memeluk tubuh Arifin. "Sini masuk! Daddy sudah siapkan makan malam untukmu."
"Brod, gua nggak bisa lama. Nyokap gua telfon beberapa kali. Gua takut ada apa-apa di rumah."
"Hahaha, nyokap Lu nggak akan kenapa-kenapa. Dia biasa begitu, kan? Kalau anak laki-lakinya nggak balik-balik. Udah lah santai aja, masuk dulu sini." Ajaknya sambil merangkul Arifin masuk.
Di dalam Arifin di minta untuk duduk di sofa, setelahnya pria dengan tubuh tinggi besar itu menyiapkan minuman untuk bintangnya. Serta menyerahkan segelas wine terbaik yang baru ia miliki.
"Nih, minum dulu. Ini tuh dari Australia. Susah loh dapatnya. Butuh sekitar satu tahu kurang buat nunggu POnya."
Afin menatap gelas yang di sodorkan tanpa menyentuh sedikitpun. Hingga pria dengan dengan gaya rambut Curly Pompadour tertawa.
"Suguhan gua di tolak?"
"Jangan ajak gua minum sekarang. Lu tahu gua harus balik. Lu mau gua kena marah lagi gara-gara ketahuan minum alkohol?"
"Takut banget, sih? Coba sekali-kali Lu ngelawan perempuan Tua itu."
"Dia nyokap Gua!"
"Ckckck, Si paling Anak Mami...," ledeknya sembari mencubit pipi Arifin. Laki-laki bernama Brody itu memang punya postur profesional. Layaknya gangster bertubuh kekar. Namun ia memiliki kepribadian yang menyimpang. "Omong-omong, apa Lu kesini cuma buat ambil barang?"
"Ya, buruan! Gua butuh banget sekarang. Dan gua harus cepat pulang. Satu lagi, sepertinya tadi gua sempat di kejar polisi."
"Polisi?"
"Entahlah, pokoknya gua baru sadar udah beberapa hari terakhir ini kaya ada yang mengintai gua, Brod."
"Nggak usah khawatir. Itu hanya Tim BNN yang biasa mengintai para Artis. Lu tenang aja karena ada Daddy yang backing Lu. Semuanya akan gua urus," jawabnya santai. Arifin pun menghela nafas sambil menyandarkan kepalanya menatap langit-langit.
"Kalau begitu mana sini? Barang gua udah habis soalnya."
"Santai, dong. Sebelum itu, ada satu hal yang mau gua tanyain. Tentang Camelia." Brody mulai berbicara serius.
Arifin melirik malas, "Apa?"
"Lu masih memegang teguh pada perjanjiannya, kan?"
Arifin menghela nafas. "Iya, sesuai keinginan Lu. Lagian gua juga sama sekali nggak suka dia."
Brody tersenyum sinis, sebelum bangkit untuk mengambil sesuatu yang tersimpan dalam brangkas rahasia, setelah itu kembali menghampiri Arifin.
"Ini..."
Arifin menerimanya lalu menggerakkan naik turun. "Brod, ini nggak ada dua ons!"
"Jangan banyak protes. Masih mending Lu dapat menerima barangnya dengan gratis, kan?"
"Ck!" Gratis apanya, adsense YouTube gua langsung masuk ke rekening Lu. Sementara gua cuma dapat empat puluh lima persen aja. –Runtuk Arifin dalam hati.
Brody meraih gelasnya dan menenggak minumannya. "Ini Minggu Gua, Fin."
****! umpat Arifin dalam hati.
"Gua bisa nambahin. Asal?"
"Please jangan malam ini, Brod," potongnya langsung.
"Terus kapan??" Tanyanya dengan tatapan tajam. Tangan kanannya menggoyangkan gelas berisi Wine.
Pria dihadapan Brody nampak terdiam. Keringat sebesar biji jagung mengucur di tengkuknya. Perasaan takut, sakit, dan sebagainya mulai menggerayangi tubuhnya.
"Lu tahu gua udah janji mau Live malam ini. Nyokap gua juga sudah minta untuk kembali."
"Ya... i know!" Pria itu manggut-manggut sebelum menenggak minumnya. "Tapi, Lo harus ingat. Gua masih punya video SMA Lu."
Sialan! "Okay! Besok gua datang lagi. Gua janji, Brod!"
"Tepati janji, Lo. Dan bilang ke Camelia. Untuk hapus foto yang ia posting terakhir. Gua agak terganggu."
Arifin mengangguk. Seraya mengambil barangnya iapun beranjak.
"Gua harus pulang."
"Wait!" Brody beranjak dan berjalan mendekati Arifin. Setelahnya, hanya mereka berdua yang tahu apa yang terjadi di beberapa detik sebelum Arifin keluar dari unit apartemen tersebut.
–––
Mobil berjalan dengan santai menembus malam. Pria itu nampak termenung, memandangi jalan. Suasana hatinya memang akan selalu buruk setiap kali bertemu dengan laki-laki itu di apartemennya. Namun, ia sendiri juga tidak bisa menolak permintaannya untuk datang kapanpun ia mau.
Dari kejauhan, ia melihat kubah masjid yang amat besar semakin dekat seiring laju mobilnya. Pria itu lantas memelankan mobilnya sebelum akhirnya berhenti di tepi jalan.
Sorot matanya mengarah nanar ke arah masjid yang di dalamnya sudah gelap, namun terang di luarnya sebab waktu sudah menunjukkan pukul 00:12.
Lu nggak sendirian! sini, ikut gua. Biar lu merasakan betapa dunia ini indah untuk di nikmati.
Lu datang? Lu mau lagi barangnya? emang ada uang?
Lakukan apapun yang Gua mau. Maka gua akan kasih lagi barang ini gratis.
Suara pria iblis di masa lalu yang membuatnya terjebak pada lingkar hitam ini terngiang di telinganya.
Arifin menutup mulutnya dengan satu tangan. Nafasnya memburu, ketakutan, sakit, jijik, semuanya bisa ia rasakan lagi saat ini.
Jangan Lu pikir bisa terbebas dari gua. Lu mengharapkan hidup bahagia, kan? Inilah kebahagiaan Lu, Fin. Seumur hidup ada dalam jerat rantai gua. HAHAHAHAHAHAHAHAHA!
"Arrrrrggghhh!" Arifin mengerang. Keringat dingin bercucuran. Buru-buru ia membuka bungkusan berisi sab* beserta alat hisapnya yang ia bawa tadi sebelum ia hisap.
beberapa menit berlalu. Pria itu tertunduk, punggungnya berguncang. Iapun menangis sembari meremas pakaian di bagian dadanya. Beberapa kali tatapannya tertuju pada masjid yang ada di sisi kanan jalan, tempat ia menghentikan laju mobilnya. Bibirnya pun bergetar.
"Lu sampah, Fin! Sampah!!" Umpatnya sembari menghantam setir di depannya. Suara dering ponsel kembali terdengar. Ia baru ingat akan janjinya untuk menghubungi ibunya. Secepatnya ia menerima panggilan telepon tersebut.
📞"Hallo, assalamu'alaikum, Rif?"
Pria itu mencoba meredam tangisnya. Lantas berdeham.
"Iya Bunda?"
📞"Kamu dimana? Kenapa dari tadi nggak angkat telfon, Bunda?"
"Arif, habis ada acara. Maaf, Bun."
📞"Kamu mabuk-mabukan lagi sama teman-teman nggak jelas kamu itu?"
"Enggak, Bunda."
📞"Yakin?"
"Sumpah Bunda. Arif nggak minum..."
📞"Kalau begitu pulang sekarang. Bunda Khawatir."
"Ya, Bunda. Arif lagi jalan pulang, sekarang."
"Ya udah. Hati-hati. Bunda tunggu di rumah. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam." Pik... panggilan terputus.
Arifin menyandarkan kepalanya kembali menghisap sab*. Tatapannya tertuju pada jalan yang mulai lengang dengan perasaan yang mulai membaik seiring hisapan barang haram tersebut.
"It's okay, Fin. Semua akan baik-baik saja. Perasaanmu, ketakutanmu pun akan sirna. Asal ada ini."
Pria itu menyimpan kembali sisa barang haram tersebut lalu meletakkan ponselnya dalam kondisi berdiri pada slot yang tersedia di hadapannya.
"Saatnya Live sambil jalan balik."
Ia bercermin melihat penampilannya sendiri. Wajahnya yang tadi sedikit muram berusaha untuk kembali normal.
"Senyum Fin. Inilah dunia Lu." Pria itu membuka salah satu aplikasi sebagai Wadah dia untuk melangsungkan Live-nya. "Okay, camera on!"
Klik...
Baru beberapa detik dia memulai Live-nya. Para pengikutnya sudah mulai bermunculan satu persatu.
Pria itu belum menyapa saat ini, selain diam sambil mengibaskan rambutnya kebelakang menunggu. Ia meraih satu bungkus permen karet. Lalu memakannya.
*kyaaaaaa, Ka Afin. Sapa aku, dong....! udah nunggu Live-nya dari tadi loh.
Ka Afin! ganteng banget.
aku lagi ulang tahu, pengen di ucapin selamat sama Ka Afin.
Love you, idolaku*.
rentetan komentar pemuja Afin Anka mulai bermunculan. Tanda love pun banyak di tekan oleh mereka. Senyum Arifin mengembang sempurna, hingga menimbulkan visual ketampanan yang semakin meningkat.
"Hai, semua... selamat malam. Temani Afin pulang ya, guys! Gua lagi di jalan nih...," sapanya dengan ekspresi cool.
Beberapa viewer yang menontonnya rata-rata adalah perempuan. Mereka semua memuji ketampanan Afin Anka malam ini. Bahkan ada yang memberi perhatian untuknya agar berhati-hati di jalan.
Pria itu tersenyum sambil menyalakan mesin mobilnya. Tak lupa dengan membaca komentar dan membalas yang di pilih saja. Setelahnya fokus di jalan. Walaupun hanya menampilkan dirinya yang sedang menyetir sambil bernyanyi tak jelas di dalam mobil. Penontonnya tetap setia. Bahkan semakin lama semakin banyak hingga ratusan ribu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
kika
agak dark gtu...cerita yg ini. kasian sih klo udah masuk ke lingkatan setan itu... keajaiban bgt klo bs kluar dri sana... percaya sih klo shafa yg akan.memgemban tugas berat itu, insyaAllah dia bisa. alih2 leha2 bahagia dng laki2 pujaan nya, othor siapkan misi khusus buat shafa. sbnrnya gak yakin afin worth it buat diselamatkan. tpi doa2 orang tua selalu bisa menggetarkan arsy Allah kan ya...
2023-07-10
0
fitria linda
wadduuuh jodoh safa
2023-07-05
0
𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉
aaiih kasian shafa...jodohmu kok gitu bgt faa😔
2023-06-30
0