"Namanya Leo. Dia anak dari temen bisnis Papa. Dia sama kayak kamu, baru kelas satu SMK juga. Tadinya, dia sekolah di luar negeri, tapi sekarang dia sudah ada di indonesia, dan nerusin sekolah di sini. Perlu kamu tau juga, Leo ini, sekolah sambil bekerja. Dia anak yang pintar. Di usianya yang masih sangat muda, dia sudah membangun perusahaan–nya sendiri. Dia seorang arsitek handal, banyak orang yang memakai jasanya. Bahkan setiap ada lomba pameran miniatur rumah, dia selalu berhasil. Dia memfasilitasi dirinya dengan uangnya sendiri, bukan dari orangtuanya. Dan dia juga sudah punya rumah sendiri, Cer! Rumah yang di bangun dengan desain sendiri. Orang nya juga baik loh, Cer. Papa sudah kenal dengan dia, bahkan sudah bertemu beberapa kali," Pak Darma bercerita penuh semangat.
"Berarti dia tau, kalo mau dijodohin sama Ceri, Pah! Papa udah kasih liat foto, Ceri?" tanya Ceri.
"Dia sudah tau lama tentang perjodohan ini, karena dari kecil, dia selalu ditanamkan untuk bekerja keras dan mandiri oleh orangtuanya. Itu wajib bagi anak lelaki yang mengikuti tradisi ini, Cer. Tapi kalo masalah foto, Papa belum pernah kasih lihat fotomu sih. Em, kamu pengin kalo Papa ...."
"Nggak, Pah! Jangan pernah kasih liat foto Ceri sama dia. Em, kedengaran–nya dia orang yang sangat sempurna, Pah. Ceri gak yakin, kalo cowok yang mau di jodohkan degan Ceri bakal nerima, Ceri."
"Kamu gak usah ragu, Leo adalah jodoh yang tepat buat kamu,"
"Tapi, cerita Papa tentang Leo, terlalu perfect, Pah. Ceri hampir gak percaya loh sama omongan, Papa!"
"Tidak apa-apa kalo kamu gak percaya, nanti, kalo kalian sudah menikah, kamu akan tau sendiri, Cer. Papa kenal baik dengan, Leo. Kamu pasti tidak akan menyesal dijodohkan dengannya," ucap Pak Darma mantap.
"Oke deh kalo gitu. Kita sudahi perbincangan ini, Ceri mau istirahat dulu, soalnya besok, Ceri harus piket dan berangkat pagi," kata Ceri sambil beranjak dari tempat duduknya, sebenarnya, Ceri malas mendengar kelanjutan cerita Leo yang tak masuk akal bagi dirinya.
"Tunggu, Cer! Papa mau ngasih tau kamu, besok malam minggu, kita ada pertemuan keluarga dengan Leo dan orang tuanya," ucap Papanya sambil memegang tangan Ceri. Sedangkan Mamanya hanya fokus mendengarkan.
"Hah! Secepat itu, Pah!" Ceri kembali membulatkan matanya. Belum hilang rasa shocknya, sudah ditimpa lagi, Pak Darma hanya tersenyum dan mengangguk mendengar jawaban Putrinya.
Ceri yang tidak mau berdebat, ia menjawab dengan santay.
"Oke! Tolong ingatkan lagi, soalnya ini kan baru hari kamis. Ceri ke kamar dulu ya, Pah, Mah!" Ceri mencium tangan Papa dan Mamanya sebelum pergi ke kamarnya.
"Alhamdulillah ya, Mah. Ceri gak terlalu mempermasalahkan masalah ini," kata Pak Darma menghampiri istrinya, dan duduk di sebelahnya.
"Iya, Pah, untung dia anak yang pengertian," jawab Bu Darma diiringi senyuman.
"Terimakasih, Mah. Sudah melahirkan bidadari cantik lagi Soleha," ucap Pak Darma sambil merangkul pundak istrinya.
"Sama-sama, Pah. Berkat kamu juga," jawab Bu Darma sambil menyandarkan kepalanya di pundak suaminya. Mereka sama-sama merasa bahagia.
Sementara itu, Ceri tidak bisa tidur di kamar. Dia terus memikirkan perjodohan itu.
"Apa aku yakin, bakalan bisa nglakuin tradisi ini? Kedengaran–nya udah susah dan gak masuk akal, gimana ntar ngejalaninya?"
Hana tampak mondar mandir sambil berpikir, lalu duduk ditepi kasurnya.
"It's okay, Hana! Orangtua kamu, menginginkan hal yang terbaik buat kamu. Coba, jalanin aja dulu. Toh ini hanya perjodohan biasa, tidak akan ada hal yang lain. Jika nanti tidak cocok, perjodohan dan pernikahan bisa saja dibatalkan, iya kan?" Hana mencoba meyakinkan dirinya sendiri, ia tersenyum biarpun terpaksa.
Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur dan bersiap untuk tidur, dan berharap mimpi indah.
***
Pagi-pagi sekali, Hana datang ke sekolah. Ia menyapu kelas, mengelap kaca, dan membersihkan debu-debu yang menempel.
"Hem, untung jadwal piket ini hanya dilakukan satu bulan sekali, biarpun cuman hanya seorang diri, tapi lebih baik, daripada banyak orang, malah bikin ribut, kadang malah ada yang gak mau piket. Enak juga sistem seperti ini," Hana tersenyum senang.
Setelah selesai piket, Hana berjalan ke lantai bawah, berniat untuk ke perpustakaan, eh tiba-tiba ia berpapasan dengan Guru BP.
"Selamat pagi, Bu!" sapa Hana diiringi senyuman ramahnya.
"Selamat pagi, Hana! Hari ini kamu piket yah? Pagi banget, kamu sudah selesai?" tanya Guru BP.
"Iya, Bu! Hehe, memang ini terlalu pagi kayaknya, belom ada anak yang berangkat satu pun,"
"Kebetulan sekali, Hana!" Guru BP mendekati Hana.
"Ada apa, Bu?" tanya Hana penasaran.
"Kamu bantu, Ibu. Ayo ikut!" Guru BP menarik tangan Hana untuk mengikuti langkahnya.
Bu Eni selaku guru Konseling, membawa Hana ke ruangannya. Hana melihat ada seorang siswa yang duduk membelakanginya, ia menatap punggung siswa tersebut dengan penuh tanda tanya.
"Hana, itu ada siswa baru, nantinya, dia akan satu kelas sama kamu. Nah, kebetulan Ibu lagi ada keperluan lain, mumpung masih pagi banget, belum ada orang, kamu tolong ajak Hasan liat-liat sekolah ini yah! Kamu kasih tau ruangan praktek, toilet, perpus, dan ruangan lain yang perlu dia ketahui, oke!" kata Bu Eni sambil tersenyum dan membuat simbol Ok.
Hana kemudian tersenyum dan mengangguk tanda ia setuju.
"Oh iya, Bu, siapa nama dia tadi?" tanya Hana sambil melirik Hasan.
"Hasan! Nama panjangnya Hasan Leonil Praja Pamungkas! Anaknya ganteng banget, jangan naksir yah?" canda Bu Eni
"Ibu bisa aja, jadi saya panggil dia, Hasan, yah!"
"Iya, maaf ya, Han! Saya tinggal dulu, silahkan ajak dia keliling, mumpung masih sepi,"
Bu Eni kemudian meninggalkan Hana dan Hasan. Hana perlahan mendekati Hasan yang duduk di bangku membelakanginya.
Dengan perasaan sedikit gugup, Hana perlahan menepuk bahu Hasan. "Hay ... Ha ... Saaan,"
Hana terbata ketika menyebut nama siswa tersebut. Saat di tepuk, Hasan langsung menengok ke belakang, sehingga membuat Hana sedikit gugup, terlebih, Hana kenal dengan wajah tersebut, wajah orang yang pernah menolongnya.
"Kamu ... Ka–ka–mu cowok yang di taman itu kan?" Hana berkata dengan ekspresi yang kaget bercampur bahagia.
"Iya, kamu masih ingat? Koq kamu tau namaku!terus, kamu, kamu sekolah di sini juga?" tanya Hasan datar.
Hana tersenyum mendengar pertanyaan Hasan.
"Iya, dan sepertinya, kita akan satu kelas. Soalnya, Bu Eni, tadi ngasih tau aku. Dan beliau tadi juga minta tolong, buat ngenalin lingkungan sekolah di sini, yah supaya kamu gak keder ntar," terang Hana kemudian sedekap.
"Oh, gitu!" jawab Hasan netral, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya.
"Iya udah ayok, kita ngobrol sambil jalan aja sebelum banyak murid yang dateng," ucap Hana.
Hana dan Hasan lalu berjalan ber–iringan untuk menyusuri semua penjuru ruangan di sekolah Favorit ini.
"Ngomong-ngomong, nama kamu siapa?" tanya Hasan sambil melirik Hana di sampingnya.
"Panggil aku Hana, aja. Kebanyakan kalo di sekolah kan emang yang dipanggil nama depanya," terang Hana.
"Oh, salam kenal yah! Oh iya, koq kamu pagi banget udah di sekolah aja sih!"
"Iya, karena aku ada piket, piket di sekolah ini enak loh, satu siswa kejatah satu kali dalam satu bulan. Itu pun cuman bersih-bersih di kelas aja. Tapi tergantung jumlah muridnya juga sih. Kalo di kelas aku, kebetulan jumlah muridnya ada 30. Jadi, pas satu-satu. Tapi ini ketambahan ada kamu, kayaknya ntar ada yang bareng piketnya. Tinggal nungguin wali kelas aja ntar keputusanya gimana. Oh iya, Hasan, ini adalah perpus sekolah, perpus di sini bukan hanya untuk baca-baca aja, tapi juga tempat untuk curhat, hehehe! Dan kamu juga boleh pinjem komputer perpus sepuasnya, asalkan, buat belajar, dan tentunya gak boleh di bawa kemana mana yah," Hana menjelaskan sambil diiringi canda dan tawa.
Hasan tersenyum mendengar penjelasan Hana, apalagi, dengan aura wajah Hana yang begitu mempesona. Tatapan Hasan kepada Hana ada maksud tersirat. Kemudian mereka kembali berjalan menyusuri koridor sekolah, masih di lantai satu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments