Darma, papanya Hana menghela nafas, ia kemudian merangkul pundak putrinya.
"Sebelum bicara ke intinya, papa perlu jelaskan bahwa sebenernya, tujuan tradisi ini buat kebaikan kita, buat masa depan kita. Memang terasa sulit, dan susah untuk diterima, tapi endingnya, masya Alloh, membawa kebahagiaan, Ceri!" terang Darma sambil tersenyum dan mengelus rambut Hana yang panjang tergerai.
"Emangnya tradisi apa–an sih, Mah, Pah! Hana jadi penasaran deh!"
Mama dan Papanya Hana kembali berpandangan, mereka saling mengangguk, membuat Hana bertambah penasaran dan merasa gugup.
"Mama dan Papa hanya pengin yang terbaik buat kamu, dan semoga, kamu mau menjalani tradisi ini, Cer!" ucap Mamanya kemudian duduk di sebelah Ceri.
"Iya udah ngomong aja, Mah! Kalo emang buat kebaikan Ceri, Ceri setuju-setuju aja. Ceri yakin, apa yang sudah Mama dan Papa rencanakan buat Ceri, pasti sudah dipikirkan dengan matang, dan penuh pertimbangan," jawab Hana diiringi senyuman.
Pak Darma tersenyum senang mendengar jawaban dari Hana. Demikian juga dengan Bu Darma.
"Sayang, sebenarnya tradisi keluarga yang turun temurun ini, dilakukan saat anak-anak kita sudah memasuki pendidikan SMA atau SMK. Anak kami akan saling dijodohkan, dengan keluarga yang sama-sama menganut tradisi ini ...."
Mendengar kata perjodohan, mata Hana membulat, ia memotong kalimat Papanya, "Hah! Jadi maksud, Mama dan Papa, Ceri akan dijodohkan gitu?"
Papa dan Mama Ceri, mengangguk bersamaan. Ceri langsung merubah ekspresinya, ia bangkit dari apitan kedua orang tuanya, ia terdiam sejenak dengan mulut menganga, kemudian ia duduk di sofa depan orang tuanya.
"Waw! Ceri gak salah denger kan? Kalian berdua lagi bercanda kan?" tanya Ceri dengan ekspresi kagetnya.
Kedua orangtua ceri menggeleng bersamaan. Ceri tampak frustasi, ia menghempaskan tubuhnya di sandaran sofa. Kemudian terduduk tegap lagi.
"Aduh, Ceri gak habis pikir loh, Mah, Pah! Yang benar saja! Ceri masih sekolah, baru aja masuk SMK, tapi udah mau dijodohin? Terus nasib sekolah, Ceri gimana?" Ceri bertanya dengan kesal.
"Ceri sayang, Papa belum selesai menjelaskan, tolong jangan kamu potong dulu yah! Biar kamu ngerti dan gak salah paham," ucap Bu Darma dengan halus.
"Iya maaf, Mah, Pah!" jawab Ceri menunduk.
"Papa tau, kamu mungkin kaget. Sama seperti, Papa, dulu juga shock kayak kamu. Dan setelah perjodohan, kamu juga akan langsung dinikahkan dan ...."
"Apaaaaa! Menikah!" seru Ceri dengan nada tinggi.
"Ceri! Papa belum selesai bicara, dengarkan saja dulu, jangan memotong!" Bu Darma membentak.
"Maaf, Mah! Kata menikah itu bikin aku lebih shock. Ceri gak pernah punya pikiran buat pacaran, apalagi menikah di usia yang sangat muda seperti ini. Bahkan, negara pasti tidak akan meyetujui hal ini. Ceri masih di bawah umur loh!" jawab Ceri sambil menahan rasa kesalnya.
"Nah itu dia, Ceri, karena usia yang masih muda, kamu hanya akan nikah siri. Pernikahan ini akan disaksikan oleh orangtua kamu dan calon mertua kamu, serta saksi saja. Maksud menikah muda di sini, untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan di usia anak sekolah, yang masih labil perasaannya. Dan juga untuk menguatkan silaturahmi antar keluarga kita kepada sesama penganut tradisi ini. Hubungan dekat antara kamu dan pasangan kamu nantinya, tidak ada yang boleh tau. Kecuali kita yang terlibat. Dan kalian akan tetap sekolah dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Dan kalian juga tidak boleh melakukan kontak intim sebelum kalian lulus sekolah. Tapi kalian harus tetap tinggal satu rumah," terang Pak Darma.
Ceri tidak tau harus berkata apalagi. Mau menjawab pun, pasti kalah, jika sudah bilang tentang tradisi.
"Ceri gak tau, Pah, harus jawab apa lagi. Rasanya, kepala Ceri mau pecah! Ceri gak tau bakal bisa nglakuin tradisi ini atau nggak," Ceri menjawab sambil memijit kepalanya.
"Papa tau, kamu pasti sulit buat nerima. Dulu, Mama dan Papa juga ngrasain hal yang sama kayak kamu. Tapi, setelah kami menjalaninya bersama, kami malah sangat bersyukur, Cer! Indah banget tau, pacaran setelah menikah. Bahkan, kami bertahun tahun belum punya rasa yang sama loh, kami masih saling diam. Tapi, kami tau, apa kekurangan dan kelebihan kami, kami kemudian saling melengkapi satu sama lain, kami merasa sakit jika salah satu dari kami terluka. Hingga kami sadar bahwa kami saling mencintai ...."
"Emang bagus, Pah, pacaran setelah menikah, Ceri setuju. Cuman, gimana dengan pendidikan, Ceri, Pah!"
"Ceri, kamu tetap bisa sekolah setinggi mungkin, apa yang kamu mau, tetep akan terwujud. Semua itu tergantung diri kamu sendiri. Tradisi ini sebenernya hanya masalah perjodohan di usia muda. Kakek Nenek moyang kami tau, pendidikan itu nomor satu. Dan mereka melarang anak-anaknya untuk berpacaran. Maka dengan cara perjodohan dini, mereka tidak khawatir dengan anak-anak mereka. Jika memang terjadi kecelakaan yang tidak di sengaja. Karena sejatinya, anak-anak mereka sudah punya status," terang Pak Darma lagi.
"Tapi, bagaimana kalo misalnya anak-anak mereka ada yang berpacaran dengan orang lain, tanpa sepengetahuan mereka, Pah!" tanya Ceri kembali.
"Kamu tau kan, gimana cara Papa dan Mama mendidik kamu! Kenapa sampe saat ini kamu gak pernah berpikir buat pacaran! Padahal kami tau, banyak yang suka sama kamu, bahkan, kamu suka dengan seseorang, tapi kamu gak pernah mau deketin cowo itu, dan kamu milih untuk menjauhinya dan fokus dengan sekolah kamu, kamu tau alasan–nya kan, Ceri!" kata Papanya lagi.
Ceri hanya menganggukan kepala. Didikan orangtuanya selama ini memang baik, nayatanya, Ceri menjadi anak yang berbakti, ia selalu menuruti nasehat orangtuanya dan tidak pernah membangkang. Dia selalu mendapat kebahagiaan dari restu orangtuanya. Jadi, jika sekarang ia menolak permintaan orang tuanya, apakah itu pantas? Sedangkan selama ini keinginannya selalu dikabulkan oleh orangtuanya. Ia sendiri takut jika melawan orangtuanya, apalagi membuat sedih kedua orangtuanya.
"Didikan kami, sama seperti nenek moyang kami, Ceri. Selain anak-anak dibekali pendidikan, mereka juga dibekali dengan ilmu agama, dan bakti kepada orangtua mereka. Kamu paham kan, sayang?" Pak Darma mendekati Ceri dan mengelus rambutnya.
Ceri merasa terharu sekaligus sedih karena belum bisa menerima tradisi dalam keluarganya, Ceri lalu memeluk Papanya dan menitikan air mata di sana.
Ceri tau maksud orang tuanya baik. Cuman, dia tidak habis pikir, takdir asmaranya harus seperti ini, dengan perjodohan. Ceri ingin menemukan cintanya sendiri, bukan dengan perjodohan. Tapi ceri tidak mungkin juga melawan orang tuanya, yang sudah merawatnya hingga sekarang.
"Terimakasih, sayang! Karena kamu sudah mengerti Papa dan Mama," ucap Pak Darma sambil mengelus rambut anaknya.
Bu Darma bahagia melihat anak dan suaminya. Meskipun ia tahu jika anaknya mungkin belum sepenuhnya menerima tradisi dalam keluarganya.
"Jika ada hal lain yang ingin kamu tanyakan, silahkan, Cer!" kata Bu Darma.
"Gak ada, Mah, Ceri udah paham. Terus siapa laki-laki yang mau dijodohkan dengan Ceri, Mah, Pah!" Ceri melepaskan pelukannya, dan menatap Papa dan Mamanya secara bergantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
riyu yuri
ini kayak ditempatku dulu waktu sya masih SD banyak anak yg lulus SD pada dijodohin sma ortunya .. untung ortu saya gak kaya mereka2 . klo sampe terjadi gak tau deh ceritanya.
2023-05-20
0