Zea menatap Leo yang duduk di hadapannya, pria itu memegang keningnya tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Apa ada masalah Pak?"
"Ibu Zea, Pak Abraham tidak sadar dari semalam. Sepertinya project cabang harus segera direalisasikan. Tidak bisa menunggu Pak Abraha sadarkan diri."
"Tapi, saya hanya...."
"Untuk saat ini, satu-satunya kandidat CEO adalah Ibu Zea jadi tolong bantu saya."
"Apa yang harus saya lakukan?"
"Kita akan segera ke kantor cabang. Mungkin perlu waktu beberapa hari disana. Amankan pekerjaan di sini."
"Baiklah. Tapi Pak Leo, saya masih berharap kalau ada kandidat lain yang lebih baik dari saya."
"Sayangnya, Pak Abraham belum menunjuk siapapun. Jadi tolong kerjasamanya."
Sebagai bawahan, tentu saja Zea hanya bisa melaksanakan perintah dari atasannya. Namun, Zea merasa jabatan CEO terlalu tinggi untuknya apalagi banyak senior di perusahaan itu yang menginginkan jabatan tersebut.
Belum lagi masalahnya dengan Gavin juga hubungan dengan Ayahnya. Zea memijat pelan dahinya, kepalanya tiba-tiba saja terasa pening.
...***...
"Hahh, lo mau keluar kota?" Arjuna baru saja siuman dari tidurnya menghubungi Leo.
"Hm." Terdengar Leo hanya berdehem di ujung telepon.
"Terus Papi gimana?"
"Aku sedang di Rumah Sakit, kondisi Pak Abraham sudah stabil bahkan sudah sadar. Segera kemari dan temani beliau."
Arjuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya dia ingin menanyakan tentang Zea tapi malu dan pasti Leo akan mengejeknya.
"Terus gw tetep di kantor ya?"
"Jangan, ke mall aja atau ke stasiun."
"Hahh, ngapain?"
"Ngamen, ya masih di kantor lah. Mana ada OB dinas luar dan siap-siap kangen dengan Zea ya. Dia bakal aku ajak ke cabang."
"Hah. Nggak bisa gitulah."
"Ya bisa dong, posisi aku asisten CEO dan Zea hanya manager. Jadi dia harus ikut apa perintahku."
"Gw bisa kali di ajak, kalian pasti butuh orang untuk bantu apa gitu," pinta Arjuna yang ingin ikut karena Zea.
"Aku sudah bilang OB tidak ada dinas luar."
"Ada, spesial untuk gw pasti bisa dong. Gue otw rumah sakit,” ujar Arjuna lalu mengakhiri panggilan telepon.
...***...
“Nunggu siapa aja?” tanya Arjuna. Saat ini dia sudah berada di bandara bersama Leo.
“Direktur keuangan, kepercayaan Papi kamu.”
“Halah, si botak,” ejek Arjuna. “Kalau gw yang jadi CEO nggak akan gue pake lagi dia.”
“Papi kamu sudah lama mempercayakan keuangan padanya, bukan tanpa alasan dan jangan bersikap sombong. Ingat, kamu hanya OB yang membantu tugas kami. Namanya bukan botak, Hendri. Kamu bisa panggil Pak Hendri.”
Tidak lama kemudian Hendri pun datang, bersama Mery perwakilan dari tim operasional. Melihat Arjuna, tentu saja membuat Mery semangat. Tidak menyangka ada OB yang enak dilihat seperti Arjuna.
“Pak Leo, dia OB baru ya?” tanya Mery.
“Hm.” Leo fokus dengan ponselnya menghubungi Zea yang belum terlihat. Saat ini mereka berada di executive lounge, menunggu keberangkatan.
“Namanya siapa?” tanya Mery lagi.
“Hei, kamu,” panggil Leo pada Arjuna. Arjuna sontak menoleh dengan dahi berkerut. “Kemarilah!”
Arjuna pun menghampiri Leo.
“Kok dipanggil ke sini," protes Mery.
“Dia tanya namamu,” ujar Leo menunjuk Merry pada Arjuna.
“Saya Juna, siap melayani Bapak dan Ibu,” tutur Arjuna.
Leo terkekeh mendengar ucapan arjuna, sudah pasti putra bosnya akan marah kalau nanti mereka hanya berdua.
“Maaf, saya terlambat,” seru Zea.
“Nggak aneh, memang kualitas kamu ya begini,” ejek Hendri.
“It’s oke, masih lama kok. Kamu sarapan dulu,” titah Leo.
Arjuna menghampiri Zea, tentu saja Zea terkejut dengan kehadiran Arjuna. Tidak menyangka kalau seorang OB akan ikut serta dalam perjalanan bisnis. Mengenakan celana jeans dan kaos berkerah yang pas di badan, Arjuna tetap terlihat gagah dan menawan.
Dua hari ini tidak bertemu dengan pria itu, membuat Zea terlihat lebih bersemangat. Arjuna menunjuk meja buffet dengan dagunya, seakan menyampaikan pada Zea untuk segera sarapan.
Zea hanya menikmati croissant dan teh hangat. Duduk di sebelah Mery yang masih memandangi Arjuna.
Terdengar panggilan untuk keberangkatan jadwal pesawat Leo dan kawan-kawan. Leo sudah berjalan lebih dulu, diikuti oleh Henry dan Merry. Zea menarik kopernya tapi ditahan oleh Arjuna.
“Jalan,” titahnya sambil meraih handle koper milik Zea. “Nggak nyangka ya, aku akan ikut serta atau kagum karena aku lebih ganteng pake baju begini.”
“Narsis,” pekik Zea.
Ternyata kursi pesawat Zea dan Arjuna berselebalahan dan dekat jendela. Sedangkan Leo di depan Arjuna, untuk Merry dan Hendry satu baris di depan Leo. Tanpa Zea sadari, denah mereka atas permintaan Arjuna.
“Kenapa bisa telat?” bisik Arjuna.
“Susah dapat taksi, aku belum bisa pegang kemudi,” jawab Zea sambil menunjukan jari tangannya yang baru dua hari lalu di lepas jahitan. Masih meninggalkan luka yang mungkin masih terasa sakit.
Tau gitu gue jemput deh, lumayan bisa dipeluk kalau naik motor, batin Arjuna lalu tersenyum.
“Kenapa?”
“Hah, nggak.”
Selama perjalanan yang kurang lebih hanya dua jam, Zea memejamkan matanya. Sesekali kepalanya menyentuh pundak Arjuna dan Arjuna membiarkan hal itu bahkan malah membenarkan posisi kepala Zea agar tetap bersandar di pundaknya.
Tujuan mereka adalah Bali, ketika keluar bandara sudah ada MPV yang menunggu dan mengantarkan mereka selama beraktivitas di Bali.
Zea duduk di kabin belakang bersama Arjuna, tentu saja karena Arjuna yang langsung menarik tangannya agar duduk di belakang. Sepertinya Arjuna tidak ingin memberikan celah untuk Merry yang berusaha mendekat.
Saat tiba di hotel, mereka duduk di sofa lobby menunggu Henry yang mengurus kunci kamar lalu membagikannya.
“Kita akan ke lokasi besok pagi, sekarang kalian bisa istirahat dan nanti malam kita bertemu di kamar Pak Henry untuk diskusi terkait yang harus kita kerjakan esok.” Leo memberikan arahan pada timnya. “dan kamu Juna, standby ponsel. Ingat, kamu di sini untuk membantu kelancaran pekerjaan kita semua. Jadi, jangan kabur-kaburan.”
“Siap, Pak,” seru Arjuna.
Walaupun dalam hati dia memaki Leo yang sengaja memanfaatkan keadaan untuk mengujinya seperti ini.
Dasar kampr*t, Leo kayaknya sengaja nyiksa gue. Lihat aja nanti, gue bikin dia jadi OB juga, batin Arjuna.
“Juna, nanti bantu aku ya,” pinta Merry dengan suara manjanya.
“Bantu apa Bu?” tanya Arjuna sambil melirik Zea yang berjalan mengikuti Leo dan Henry menuju lift.
“Nanti aku kabari ya, tapi janji harus bantu aku,” seru Merry lagi.
“Kalau saya bisa dan sesuai dengan tugas saya, pasti akan saya bantu kok.”
“Eh, kamu jangan dekat-dekat Ibu Zea.”
Arjuna tertarik dengan yang larangan Merry, menggunakan pesonanya agar perempuan itu menceritakan lebih jauh mengenai Zea.
“Memang kenapa?”
“Ihh, kamu mah nggak ngerti. Zea itu ada main dengan Pak Abraham, makanya dia jadi kandidat CEO. Tapi kamu lihat sendiri nggak ada cocok-cocoknya, pantesnya dia jadi lon te aja. Sudah paling pas untuk dia.”
Arjuna pikir dia akan mendapatkan bukti mengenai hubungan Zea dengan Papinya. Ternyata hanya isapan jempol dan spekulasi saja yang dituduhkan oleh Merry.
“Apa yang akan terjadi, kalau aku dekat dengan Ibu Zea?” tanya Arjuna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dwi apri
semakin tertantang si juna sm bu zea
2025-01-04
0
Hearty 💕
Hahahahahaha
2023-12-22
3
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ni OB modus banget yak .... 🤣🤣🤣🤣
2023-10-18
1