Arjuna mengetuk pintu ruang kerja Zea.
"Masuk," jawab Zea.
Arjuna membuka pintu setelah dipersilahkan masuk oleh Zea. "Ini Bu," ucapnya sambil meletakan berkas milik Zea yang dia bawa dari ruang rapat.
"Terima kasih ya," sahut Zea sambil memasukan dompet ke dalam tas lalu mematikan komputer.
Arjuna masih berdiri memandang wanita dihadapannya yang terlihat sibuk sendiri bahkan seakan tidak peduli dengan keberadaan Arjuna. Tidak seperti wanita-wanita lain yang selalu caper ketika berada di dekat Arjuna apalagi kalau mengetahui siapa Arjuna.
Zea berbeda, dia acuh atau memang menyembunyikan perasaannya.
"Mau langsung pulang?"
"Oh, nggak. Aku mau ke rumah sakit, semoga saja ini sudah bisa dilepas jahitannya," jawab Zea sambil memperhatikan jarinya yang masih dibalut perban.
"Aku antar, tunggu sebentar."
"Eh, nggak usah Jun."
Tapi penolakan Zea sepertinya tidak didengar oleh Arjuna yang sudah melesat keluar ruangan, dan sudah berada di pantry. Melepas seragam OB yang dia kenakan lalu mengganti dengan kaos yang tadi pagi dipakai. Melapisi dengan jaket, Ucup yang juga sudah berganti kostum menatap aneh pada Arjuna.
"Sampean mau kemana toh? Buru-buru amat, biasanya santai kayak di pantai."
"Ini penting Cup, masalah hidup dan mati," jawab Arjuna.
"Halahhh, serem amat. Siapa yang hidup dan siapa yang mati?"
"Terserah lo aja, gue cabut ya. Lo jangan pulang kemalaman, nanti dikejar setan."
"Setane koe," teriak Ucup.
Zea sudah berdiri di depan ruangannya menunggu Arjuna. "Juna, aku bisa pergi sendiri."
"Udah, ayo turun," ajak Arjuna.
Keduanya berjalan menuju lift dan keluar di basement. "Juna, aku tidak bawa mobil."
"Aku tau."
"Lalu, untuk apa kita disini?"
"Naik motor aku."
"Hahh." Zea bersyukur kalau dia hari ini mengenakan setelan celana panjang jadi tidak khawatir kalau harus membonceng di motor Arjuna.
“Bisa nggak?” tanya Arjuna yang sudah nangkring di atas motor tapi Zea masih menatap kendaraan roda dua tersebut.
“Nggak ngerti gimana naiknya,” jawab Zea lirih
Arjuna melepas kembali helm yang dia pakai, lalu mengarahkan Zea bagaimana menaiki motornya. Zea pun mengikuti arahan Arjuna, menyilangkan tasnya lalu menyentuh pundak kiri pria itu lalu menginjakan kaki kirinya ke atas bustep dan melangkahi motor untuk duduk.
“Sudah?”
“Sudah, tapi nggak masalah nih aku nggak pakai helm?”
“Bahaya sih, tapi aku cara jalan tikus deh.”
Zea menunggu Arjuna menghidupkan mesin motornya, bahkan sempat melongokkan kepalanya ke samping tubuh Arjuna. “Kenapa belum jalan?”
“Pegangan dong.”
Zea memegang jaket yang dikenakan oleh Arjuna. Arjuna berdecak lalu menarik tangan kiri Zea agar berpegangan erat ke perutnya. Zea sempat memekik tapi kemudian terdiam saat Arjuna sudah menghidupkan mesin motornya.
Beruntung hampir semua karyawan sudah meninggalkan kantor, tinggal petugas kebersihan dan bagian keamanan yang melihat Zea dibonceng oleh Arjuna dan berharap tidak ada isu macam-macam terkait momen tersebut.
Sudah tiba di rumah sakit, keduanya langsung menuju UGD. Perban di tangan Zea di buka oleh salah satu perawat yang bertugas kemudian jahitan dilepas sesuai perintah dokter.
“Sudah boleh kena air, tapi jangan sampai kotor. Baiknya tetap kering.”
“Baik, Dok.”
Zea keluar UGD, Arjuna langsung menghampiri. “Sudah beres?”
“Sudah, aku urus ini dulu,” jawab Zea menunjukkan nota yang harus dibayar oleh Zea.
“Biar aku saja.” Arjuna merebut kertas di tangan Zea.
“Eh, Juna ….”
Tapi Arjuna malah meninggalkan Zea menuju kasir. Tidak lama dia kembali menunjukan nota pembayaran lalu mengajak Zea pulang.
“Mau langsung pulang atau kemana dulu?”
“Hm, aku mau pulang. Kalau kamu sibuk aku bisa pulang sendiri, naik taksi. Berapa nomor rekeningmu, aku akan transfer uang yang tadi dan yang sebelumnya.”
Arjuna hanya menatap Zea sambil memakai helmnya. “Naik,” titah Arjuna.
“Tapi, Juna … aku tidak mau merepotkanmu.”
“Ck, naik atau mau aku naiki?”
“Kalimat kamu ambigu, orang bisa salah sangka.”
Arjuna melajukan motornya menuju apartemen Zea dan berhenti di pinggir jalan dimana banyak terdapat warung tenda.
“Kenapa berhenti?”
“Aku lapar, emang Ibu nggak lapar?”
“Iya, tapi …”
“Nggak biasa makan di tempat beginian?”
“Kata siapa, aku nggak pernah pilih-pilih tempat selama bersih, halal dan higienis,” sahut Zea lalu turun dari motor dan masuk ke dalam salah satu tenda. Arjuna tersenyum, tidak menyangka kalau Zea bukan perempuan manja dan bisa makan di kaki lima.
Selesai menghabiskan menu pilihan masing-masing, Arjuna menggeser kursi plastik yang diduduki lebih mundur dari posisinya saat ini, lalu menyulut sebatang rokok dan menghisapnya. Memperhatikan Zea yang sedang fokus menatap layar ponselnya.
Dalam benaknya, Arjuna bertanya-tanya mengapa malah dekat dengan Zea dan banyak membantu wanita itu. Dia menghela pelan, membuang puntung rokok yang masih setengah lalu menginjaknya.
“Bu Zea, ayo,” ajak Arjuna.
...***...
“Gimana kondisi Papi?” tanya Arjuna. Baru saja tiba di rumah sakit menemui Leo yang tadi mengirimkan pesan kalau Abraham sempat terkena serangan jantung. Arjuna membaca pesan Leo saat sudah tiba di apartemennya, langsung bergegas ke Rumah sakit.
“Sudah stabil,” jawab Leo.
Keduanya menatap Abraham yang berada dalam ruangan dimana banyak alat medis terpasang ke tubuh pria itu. Setelah cukup lama Abraham dirawat, ini adalah kedua kalinya Arjuna menapakan kakinya menjenguk Abraham. Keduanya memang memiliki hubungan yang tidak harmonis, tapi bukan berarti Arjuna tidak peduli. Selalu menanyakan kondisi Papinya pada Leo dan memastikan Abraham mendapatkan perawatan terbaik.
“Dari mana sih, lama amat responnya.” Leo beranjak duduk di salah satu kursi tunggu, masih mengenakan setelan kerja hari ini. Hanya melepas jas dan dasinya, bahkan lengan kemejanya sudah digulung sampai siku.
Arjuna yang ikut duduk hanya terselang satu kursi kosong tidak menjawab pertanyaan Leo, memilih melipat kedua tangannya di dada dan menatap ke depan.
“Habis sama Zea ‘kan?”
Arjuna menarik nafasnya mendengar kembali pertanyaan Leo. Dari respon Arjuna, Leo tahu kalau Arjuna memang baru saja bersama Zea.
“Hati-hati, nanti jatuh cinta. Ada lagunya, akulah Arjuna yang mencari cinta,” ujar Leo sambil bersenandung.
“Shittt, Leo. Aku tidak jauh cinta dengan Zea.”
“Atau begini, ini cintaku dimana cintamu,” ejek Leo lagi.
“Sekali lagi kamu bicara, jangan menyalahkanku kalau salah satu gigimu tanggal terkena bogem ku,” ancam Arjuna.
Leo hanya terkekeh, kemudian keduanya hanya diam.
“Na na na na na na na na na.” Leo kembali bersenandung Arjuna mencari cinta hanya mengganti liriknya.
Arjuna mendelik bahkan sudah berdiri, Leo beranjak dari duduknya, “Sorry, just kidding. I need coffee,” ujarnya sambil terkekeh kemudian meninggalkan Arjuna lalu bersiul senandung yang sama.
Arjuna kembali duduk bersandar dan meremmas rambutnya, “Argh, ada apa denganku. Ini semua karena dia, aku jadi aneh begini.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dwi apri
betul bgt tebakanmu leo
tinggal nunggu juna peka aja
2025-01-04
0
Nur fadillah
Nah kan..kan...
2024-07-30
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
Neng Gemoy juga mau nyanyi, keknya cucok buat kegalauan babang Juna 🤭
🎵🎶🎵🎵🎶🎶
… Kau buat aku bertanya
Kau buat aku mencari
Tentang rasa ini
Aku tak mengerti
… Akankah sama jadinya
Bila bukan kamu
Lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku
🎶🎶🎵🎵🎶🎶
*Cinta Pertama dan Terakhir / Sherina
2023-10-18
2