“Aku tidak selingkuh,” pekik Zea.
“Aku doakan kalian tidak akan bahagia, bagaimana bisa bahagia kalau kamu memilih bersama pria yang hanya seorang OB.”
Tangan Arjuna yang sedang merangkul bahu Zea reflek mencengkram bahu tersebut, membuat Zea meringis. Arjuna tersadar dan melepaskan cengkramannya.
“Ya ya ya, sekarang anda bisa pergi. Berdoa saja semoga kami tidak berniat melanjutkan urusan ini,” ancam Arjuna. Ibu tiri Zea pun pergi, menyisakan Zea yang langsung terduduk lesu.
“Wajahmu,” ujar Arjuna meraih dagu Zea meneliti dengan menggerakkannya ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada luka bakar karena siraman air teh yang menurut Arjuna cukup panas ke kulit. “Aku antar ke rumah sakit, ayo.”
Zea menarik tangan Arjuna agar kembali duduk.
“Apa yang kamu saksikan tadi, anggap tidak pernah melihatnya.”
Arjuna mendengus kesal, entah apa yang membuatnya merasa seperti itu. Kemudian kembali menatap wajah Zea yang sedang menatap kosong ke depan.
“Tolong tinggalkan aku,” pinta Zea. Arjuna baru akan menjawab tapi Zea kembali bicara. “Juna … please,” titahnya tanpa menatap lawan bicaranya.
“Oke.” Arjuna meninggalkan ruang kerja Zea membawa kembali cangkir minum yang salah satunya sudah tandas karena berpindah pada wajah Zea.
Zea kembali ke mejanya, bersandar pada kursi dan mengingat kembali ucapan Ibu tirinya.
“Balas budi macam mana lagi yang harus aku berikan untuk mereka,” gumam Zea. Hatinya benar-benar diliputi emosi, bahkan saat ini tangan kirinya mencengkram erat pinggiran kursi. “Aku tidak boleh lemah, tetap pada tujuanku. Mencari kebahagiaanku sendiri.”
“Tamunya Ibu Zea sudah pergi?” tanya Ucup saat Arjuna sudah berada di pantry.
“Bukan tamu.”
“Lah, terus?”
“Nenek lampir,” jawab Arjuna yang langsung duduk di salah satu kursi yang tersedia di pantry. Lagi-lagi mendapati kenyataan yang membuatnya bingung, sambil mengurut dagunya dia kembali memikirkan kenyataan yang terungkap mengenai Zealia Cinta.
Bercerai, karena tidak bahagia dan suaminya sering bermain wanita bahkan di hadapannya. Pernikahannya karena perjodohan dan tidak harmonis dengan keluarganya. Tidak nyaman dengan keluarga dan tidak berhasil dengan rumah tangganya mencari pelampiasan lain dengan memiliki hubungan dengan pria paruh baya yaitu Papi, yang bisa menjamin hidupnya ke depan. Ah, jadi begitu rencana seorang Zealia Cinta, batin Arjuna.
“Eh, ayo,” ajak Ucup.
“Apaan sih?”
“Makanya jangan melamun aja, aku bilang kita harus bantu siapkan ruang meeting. Pak Leo bilang akan ada rapat manajemen dan kita berdua yang bertanggung jawab urus ruangan termasuk konsumsi. Ayo cepat, kita laksanakan,” ajak Ucup lagi.
Arjuna sempat berdecak, walaupun akhirnya mengikuti langkah Ucup.
Rapat yang akan diadakan setelah jam makan siang, membuat Ucup dan Arjuna sibuk. Bahkan Zea yang memerlukan bantuan dari salah satunya untuk titipan makan siang urung karena duo OB itu tidak terlihat.
Zea memastikan kembali penampilannya tidak berantakan karena siraman teh manis hangat di wajahnya. Tidak ingin menjadi bahan gunjingan para bawahan atau rekan kerjanya karena dia terlihat berantakan.
“Mas Ucup dari mana?” tanya Zea yang melihat Ucup keluar dari lift, dia pun sedang menunggu lift turun untuk menuju ruang meeting.
“Wah, Ibu kangen saya ya? Nggak nyangka, wajah saya yang pas-pasan begini bisa dikangenin Ibu Zea. Tenang aja Bu, saya hanya ke ruang meeting siapkan untuk rapat. Sekarang saya standby kok,” jelas Ucup.
“Owh.”
“Ada Juna di sana Bu, kalau butuh sesuatu minta dia saja. Dari tadi kerjanya hanya melamun saja, malah saya yang sibuk.”
Zea sengaja datang ke ruang rapat tepat waktu dan memeriksa kembali bahan presentasinya. Satu per satu peserta rapat sudah mulai berdatangan, termasuk Leo yang akan memimpin rapat. Arjuna duduk di pojok ruangan, memastikan proyektor dan sound aman jika dibutuhkan juga konsumsi peserta rapat.
Mendengarkan apa yang sedang dibahas, sesekali melirik ke arah Zea yang terlihat fokus pada dokumen di hadapannya atau menatap ke depan.
Rapat mulai riuh ketika Leo membahas acara ulang tahun perusahaan sekaligus peresmian pembukaan cabang baru.
“Ngapain kita bahas ini sekarang, nanti saja dengan CEO baru. Pak Leo, mintalah Pak Abraham segera mengangkat CEO sesuai dengan ucapannya kalau memang benar dia akan pensiun,” usul direktur keuangan yang Arjuna sebut dengan si botak.
“Betul itu.”
“Saya, setuju.”
Ujar yang lain. Zea hanya diam, menyaksikan keriuhan rapat.
“Harap tenang,” sergah Leo.
Tapi keriuhan belum usai, malah saling berisik.
“Rapat ini tidak berguna Leo, baiknya segera temui Pak Abraham dan minta dia segera umumkan siapa penggantinya."
“Rapat ini untuk membahas pelaksanaan pembukaan cabang dan perayaan ulang tahun perusahaan, kenapa kita malah membahas tentang CEO pengganti,” ujar Leo. “Siapapun nanti CEO tidak akan merubah apa yang akan kita bahas kali ini, saya sebagai asisten Pak Abraham memastikan ini.”
“Bagaimana Ibu Zea, kita semua dengar kalau anda kandidat tunggal. Apa ide anda untuk masalah ini, anggap saja anda sudah benar-benar menjadi seorang CEO.” Si botak berkata sekaligus mengejek Zea.
“Ini bukan hanya tanggung jawab Ibu Zea, tapi tanggung jawab kita semua. Kalian di bayar dengan jabatan kalian saat ini bukan untuk berpangku tangan,” tegur Leo dengan nada tinggi.
Arjuna berdecak dan tersenyum sinis mendengar dan menyaksikan perseteruan yang terjadi di ruangan tersebut.
Kalau aku menduduki posisi CEO, aku sudah tahu mana yang harus aku singkirkan dan akan aku jadikan tim. Benar-benar tidak kompeten, batin Arjuna.
Setelah teriakan Leo, rapat mulai kondusif dan berlanjut. Semua bagian terkait menyampaikan usulan yang sudah disiapkan. Tanpa diketahui oleh semua yang hadir di rapat, Pak Abraham akan mengumumkan dan menunjuk CEO pengganti dirinya saat perayaan ulang tahun perusahaan.
Arjuna menatap Zea, yang sedang merapikan berkasnya. Rapat sudah usai dan jam kerja sudah berakhir. Ada hal yang lagi-lagi membuat Arjuna bingung, Zea bersikap biasa saja dan bahkan tidak mendominasi. Seharusnya, jika dia tahu akan menjadi CEO paling tidak dia akan ikut berperan aktif termasuk mendominasi rapat bersama Leo.
Zea menunjukkan lagi kalau dia tidak menginginkan posisi tersebut dan itu dia kemukakan langsung saat si botak mengejeknya.
Srek.
Arjuna merebut map yang akan dibawa oleh Zea. “Biar aku yang bawa. Ibu Zea bisa duluan,” ujar Arjuna lalu menekan tombol power proyektor untuk menonaktifkan.
“Pak Leo, saya permisi.”
“Iya, silahkan Ibu Zea,” jawab Leo lalu menyandarkan punggungnya dan melipat kedua tangan didada menatap penuh tanya pada Arjuna.
“Apa?”
“Apa ada sesuatu yang aku lewatkan?” tanya Leo.
Arjuna mengedikkan bahunya lalu duduk di salah satu kursi.
“Aku melihat ada kepedulian di sini, atau mataku sudah rabun dan salah lihat.”
“Ck, aku hanya berperan sebagai karyawan yang baik. Membantu atasannya membawakan dokumen, apa salah?”
“Tidak.”
“Berarti memang mata mu yang salah atau otakmu bermasalah," ejek Arjuna.
“No, it’s not about me. Tapi tentang Arjuna yang mencari cinta.”
Arjuna terkekeh, “Tidak ada cinta dalam hidupku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dwi apri
hillihhh....sekarang aja bilang ga ada cinta...juna..juna..kita tunggu kamu bucin
2025-01-04
0
Eka Uderayana
nah gitu dong.... buat lah hal yang bisa membahagiakan diri mu sendiri.. kalau bukan kamu... siapa lagi
2024-04-13
1
maya ummu ihsan
eh masaaa... entar bucin mampus deh
2024-01-04
1