CEO & Gadis Pelunas Hutang

CEO & Gadis Pelunas Hutang

Bab 1. Awal Kisah

Keadaan genting tengah dihadapi oleh seorang Dodi Kurniawan. Pria paruh baya itu sedang berada di ruangan Dokter, untuk mendapatkan penjelasan atas penyakit yang diderita oleh istrinya.

Penyakit paru-paru, yang sudah bertahun-tahun menggerogoti Isma Yani, sang istri, benar-benar sukar untuk disembuhkan. Dodi telah berusaha semampunya, agar istrinya itu bisa kembali seperti sedia kala, namun semua itu hanyalah angan dan mimpi buruk saja.

Kini, tak ada yang bisa Dodi lakukan, selain pasrah dan meminta pertolongan pada Yang Maha Kuasa. Apapun keputusannya, Dodi hanya berharap yang terbaik, untuk kesembuhan istri tercintanya.

"Nyonya Isma Yani harus segera mendapatkan transplantasi paru-paru, mengingat jika kondisi paru-parunya kini sudah sangat memprihatinkan," tukas sang Dokter.

"Apa? Transplantasi paru, Dok? Kenapa?" Dodi kaget bukan main.

"Paru-Paru Nyonya Isma sudah rusak, dan tak bisa lagi kami jalankan pengobatan alternatif lainnya. Paru-paru yang rusak akan membuat pasien kesulitan bernapas. Tak hanya itu, kekurangan oksigen pada tubuh juga dapat memengaruhi kinerja organ tubuh lainnya. Untuk transplantasi ini, sudah ada paru-paru yang cocok, dengan jenazah yang baru saja meninggal, hanya saja, kami akan melakukannya, jika keluarga sudah menyetujui semuanya, dan menyiapkan uang sebesar tujuh ratus juta, kurang lebihnya." Dokter mengucapkannya dengan penuh kehati-hatian.

"Ha? T-tujuh ratus juta?" Dodi tersentak kaget.

"Untuk itu, kami harap keluarga bisa mengambil keputusan tepat, demi keselamatan Pasien. Kami tunggu keputusannya tiga jam dari sekarang. Semoga keluarga bisa berunding dan menemukan jalan terbaik untuk keselamatan nyawa pasien," ucapan Dokter begitu membuat suasana hati Dodi Kurniawan semakin hancur.

Dodi keluar dari ruangan Dokter dengan wajah yang murung dan terlihat sekali penuh beban. Bagaimana tidak, Dodi benar-benar tercengang dengan biaya yang harus ia keluarkan untuk kesembuhan istrinya.

Jika saja uang yang dibutuhkan hanya sepuluh sampai dua puluh juta, mungin Dodi pun akan memaksakan diri untuk menjual barang-barang ataupun menggadaikan rumahnya. Tetapi untuk tujuh ratus juta? Uang dari mana ia?

Menjual rumahnya saja tak akan cukup untuk membayar biaya transplantasi paru-paru tersebut. Bisnisnya yang hancur, usahanya yang bangkrut, jelas tak akan bisa lagi menjadi andalannya. Dodi sungguh bingung bukan kepalang.

Dodi tak memerhatikan jalan, pikirannya melayang, kosong, entah harus apa yang ia lakukan sekarnag. Membairkan istrinya meninggal? Tak mungkin, dia sangat mencintai istrinya. Tetapi,  uang tujuh ratus juta? Dari mana Dodi mendapatkannya?

Saking Dodi stress bukan kepalang, jalannya tak ia perhatikan sama sekali. Hingga akhirnya, Dodi menabrak seorang wanita, yang tengah berdiri dan menelepon seseorang.

“Aduh,” ponsel wanita itu terjatuh karena ditabrak oleh Dodi.

“Ya ampun, maaf, maafkan saya, sungguh, saya tak melihat Anda berada di situ. Maaf, maaf sekali,” Dodi refleks mengambil ponsel wanita yang terjatuh karena ditabrak olehnya.

“Loh, Dodi?” rupanya wanita tersebut mengenal Dodi.

Dodi pun refleks berdiri, dan langsung menatap wanita tersebut. Kenapa dia bisa tahu namanya? Dodi melihat wanita itu dengan seksama, dan berusaha mengingat-ingat memorinya yang sudah usang.

“Ya ampun, Helma? Kau Helma? Kau tak apa-apa, Helma?” Dodi kini sudah mulai teringat pada sosok wanita dihadapannya ini.

“Tidak apa-apa, tak usah khawatir. Kau benar Dodi kan? Teman sekolahku dulu? Aku tidak salah menduga kan? Ya ampun, Dodi, sudah puluhan tahun kita tidak bertemu? Dod, kau ingat aku kan?” Helma adalah teman sekolah dasar Dodi dahulu.

Rupanya, Dodi menabrak teman masa kecilnya. Pikirannya benar-benar semrawut, dan Dodi tak bisa berpikir jernih. Hingga ia tak sadar, menabrak orang lain sampai ponselnya terjatuh. Untungnya itu adalah teman masa kecilnya, jadi Dodi tak begitu sungkan untuk meminta maaf. 

“Maaf, maafkan aku. Aku tak sengaja menabrakmu, Helma.” Dodi meminta maaf.

“Tak apa-apa, Dod. Ah, bagaimana jika kita duduk dahulu? Sudah lama sekali kita tak berbincang-bincang.”

“Baik, mari, Hel,” ucap Dodi gugup.

Dodi dan Helma akhirnya duduk bersebelahan di koridor rumah sakit. mereka pun terlibat beberapa obrolan santai dan membicarakan masa lalu mereka bersama. Helma terlihat senang bertemu dengan Dodi, namun Dodi jelas tak memikirkan hal yang sama.

Pikiran Dodi saat ini adalah jelas tentang bagaimana caranya ia bisa membayar biaya operasi besar istrinya. Dodi berpikir, jika helma adalah keturunan keluarga konglomerat. Helma adalah orang terkaya di Negara ini. Dodi yakin, jika Helma pasti memiliki uang sebanyak itu. Akan tetapi, mungkinkah Helma bisa membantu Dodi?

“Helma, bolehkah aku meminta suatu hal padamu?”

“Apa Dod? Katakan saja,”

“Bolehkah aku meminjam uang padamu?”

“Apa? Meminjam uang? Kau butuh uang? Berapa? Biar kuberikan untukmu,” Helma tak berniat meminjamkan uang pada Dodi, Helma malah berniat akan memberikannya.

"T-tujuh ratus juta, Helma. B-bisakah kau meminjamkanku uang sebanyak itu? Aku pasti menggantinya, aku janji. Kau banyak uang, kau pasti tak keberatan kan meminjamkanku uang? Maaf, jika aku lancang. Aku benar-benar sudah kebingungan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana," air mata Dodi tiba-tiba mengalir begitu saja. 

"Apa? Tujuh ratus juta? Kau tak salah?"

"Maaf berbicara hal yang tak sopan di saat-saat seperti ini. Tetapi aku sangat membutuhkan uang itu, untuk biaya pengobatan istriku, Helma.”

“Kau kira, aku akan dengan mudahnya memberikanmu uang sebanyak itu, Dodi?”

“Apapun, dengan apapun, aku akan membayarnya, aku janji, aku janji, Helma. Maukah kau membantuku?” Dodi sudah tak ada pilihan lain, selain mempermalukan harga dirinya sendiri.

Helma terdiam. Ia seperti tengah berpikir, apa yang akan dia katakan pada Dodi? Helma menarik napasnya panjang-panjang, dan berharap, jika pertemuan ini memanglah sebuah takdir Tuhan, yang akan memberikan efek simbiosis mutualisme, diantara keduanya.

“Apakah kau memiliki seorang anak perempuan? Yang masih gadis dan siap untuk menikah?” tanya Helma serius.

“Aku memiliki seorang gadis, dia berusia 22 tahun, dan sedang bekerja. Memangnya kenapa, Helma?”

“Akan kuberikan kau uang tujuh ratus juta, asalkan kau biarkan putrimu menikah dengan putraku!” 

Deg. Dodi kaget bukan main. Ini adalah pilihan yang sulit. Mungkinkah Livia mau menikah dengan anak Helma? Seorang wanita kaya raya yang terkenal, kenapa harus meminta putri Dodi yang miskin untuk mau menikah dengannya? Ada apa sebenarnya?

Dodi masih merenungkan ucapan Helma bahkan sampai di rumahnya. Setelah ia bertemu dengan Livia, wajahnya mulai gelisah dan bingung harus bagaimana mengatakannya. Livia adalah anak pertamanya, yang turut membantu biaya rumah sakit ibunya.

“Livia,” ucap Dodi terbata-bata.

“Iya, Ayah, kenapa? Bagaimana kondisi Ibu sekarang? Maaf, aku belum bisa pergi menengok Ibu, toko selalu ramai, aku selalu kewalahan, hingga akhirnya lelah sekali,” keluh Livia.

“Ibu harus transplantasi paru-paru, dan Dokter berkata, biayanya hampir mencapai tujuh ratus juta. Apa kau mau menolong Ibu?” tanya Dodi to the point.

“APA? Tujuh ratus juta? Ya ampun, Ayah, kenapa mahal sekali? Itu tak salah? Apakah tak ada keringanan atau cara lain?”

Dodi menggeleng, “Tak ada, tak ada cara lain. Hanya itu satu-satunya.  Jika kau bersedia mendengarkan permintaan Ayah, maka Ibu bisa selamat, dan pasti bisa menjalani operasi transplantasi paru-paru,” ujar Dodi.

Permintaan apa, Ayah? Apa maksudmu? Aku sungguh tak mengerti?”

“Menikahlah dengan anak lelaki teman Papa, dia mau membantu Ibu, asalkan kau mau menikah dengan putranya, Livia. Kau mau kan menolong Ibu? Agar Ibu bisa segera sembuh lagi?”

“HA? Menikah? AYAH! Apa kau menjualku? Kau menjualku untuk menikah dengan orang yang bahkan tak aku kenal sama sekali?” Livia benar-benar kaget, satu sisi ia khawatir dengan kondisi ibunya yang memprihatinkan, satu sisi ia kaget dan tak percaya, jika ayahnya akan menjualnya, demi uang untuk kesembuhan ibunya.

"Livia, bukankah kau ingin Ibu kembali seperti sedia kala?"

“Kenapa hidup ini begitu tak adil, Tuhan?” batin Livia, air matanya tak bisa tertahankan lagi, Livia benar-benar syok bukan main.

Terpopuler

Comments

mma ayu

mma ayu

nyimak dulu

2023-05-24

0

Oh Dewi

Oh Dewi

Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu wajib searchnya pakek tanda kurung dan satu novel lagi judulnya Caraku Menemukanmu

2023-02-27

0

Jasreena

Jasreena

papa apa ayah ?

2023-02-24

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!