Bab 5. Dugaan itu Benar?

Pagi ini, Livia sudah menyiapkan semua perlengkapannya untuk ia dan revan bawa ke Bali. Livia sudah mandi dan menyiapkan sarapan untuk Revan. Walau lelah, Livia tetap bertanggung jawab utnuk kebutuhan suaminya itu.

Walau tak dianggap sama sekali, Livia tak peduli, karena memang keberadaannya di sinipun, hanyalah sebagai wanita pelunas hutang. Mungkin, jika keluarga ini sudah bosan padanya, maka mereka pasti akan menendang Livia dan mengakhiri semua ini.

Livia hanya berharap, jika semua ini akan segera berakhir. Walaupun ia sadar, sebenarnya permainan ini baru pemanasan, dan belum menuju pada puncak kehidupannya. Livia berjalan menuju ranjang besar milik Revan, dan berusaha untuk membangunkannya, karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Livia teringat pada ucapan Om Revan, jika pesawat akan terbang ke Bali pada pukul Sembilan, oleh karena itu mereka harus sudah siap berangkat pada pukul delapan. Bagaimana bisa siap pada pukul delapan? Sudah jam tujuh lebih beberapa menit pun, Revan masih terlelap dan sulit untuk dibangunkan.

 

“Revan, Mas Revan, bangun, ini sudah jam tujuh lebih. Bukankah kita diperintahkan untukberangkat pada pukul delapan?” ujar Livia mengeraskan sedikit suaranya.

 

Revan menggeliat, ia mulai tersadar dan sebenarnya ia juga mendengar ucapan Livia. Namun Revan sengaja, ia enggan terbangun, karena emang memperlambat waktu. Revan benar-benar tak ingin pergi ke Bali bersama Livia. Revan tak ingin, sangat-sangat tak ingin.

 

“Arrghh, diam, jangan menggangguku. Aku masih mengantuk!” Revan menarik selimutnya kembali.

“Tetapi bagaimana untuk keberangkatan ke Bali itu, Van?” Livia berusaha merayu Revan, karena ia tak ingin ada masalah antara Revan dan ibunya lagi.

Livia sudah malas mendengar perdebatan antara Revan dan keluarganya. Revan selalu saja tak mau menuruti perintah orang tuanya, hal inilah yang nantinya akan membuat pertengkaran lagi antara Revan dan Helma, terutama.

“Mas Revan, kita jangan membuat masalah. Ayo bangun! Kau harus segera bangun! Nanti ibumu akan marah jika kau belum siap. Aku sudah mengambilkan sarapanmu dari bawah, dan mereka mengira jika kau telah bangun. Mama pasti marah, jika tahu kau belum bangun dan masih malas-malasan begini,” ucap Livia.

 

Perkataan Livia benar-benar mengganggu tidurnya. Revan tak bisa lagi tertidur pulas karena Livia selalu berbicara. Revan muak, ia kesal pada wanita yang berada satu kamar dengannya ini. Wanita yang selalu banyak bicara dan menghabiskan waktu.

“Aarrghhh, sialan! Kau berisik sekali! Bahkan lebih berisik dari alarm pribadi milikku!” Akhirnya Revan menyibakkan selimutnya, ia terpaksa bangun karena suara Livia sangatlah menganggunya.

 

“Revan, maafkan aku.  Aku tak bermaksud mengganggu kenikmatan tidurmu. Akan tetapi, bukankah kita harus berangkat pada pukul delapan? Bagaimana jika Mama marah karena kau belum siap?” tukas Livia.

“Masa bodo! Biarkan saja dia marah-marah sampai mulutnya itu berbusa! Memang hobinya adalah marah-marah, kan? Kenapa kau harus memusingkan hal itu? Oh, iya, aku tahu kenapa kau terus memaksaku untuk bangun, kau memang sangat ingin pergi kan? Kau memang ingin segera bulan madu dan berduaan denganku? Begitu? Itukan yang sangat kau inginkan? Iya? Dasar wanita miskin, kau pasti belum pernah ke Bali, makanya kau norak seperti ini,” lagi-lagi, revan terus menghina Livia.

LIvia menghela napas panjangnya, ia berusaha mengontrol emosinya, agar tak terlusut amarah karena perkataan Revan yang jelas-jelas menyakiti hatinya. Livia harus sadar, akan posisinya di rumah ini. Karena ia hanyalah si gadis pelunas hutang, yang harus rela dicaci maki, dan dihina oleh si pemilik uang, yaitu Revan.

 

“Tidak, tidak seperti itu Revan. Aku hanya ingin menurut pada orang tuamu. Aku tak ingin ada perdebata lagi, ataupun keributan antara kau dan ibumu. Baiklah, karena kau sudah bangun, silakan lakukan sesukamu, aku hanya butuh kau bangun saja. Karena jika kau belum bangun, pasti aku yang disalahkan. Kalau kau sudah bangun, mau kita pergi ke Bali atau tidak, itu terserah padamu, revan. Aku menurut saja,” Livia berusaha untuk tetap tegar.

 

“Haah, sok bijak sekali kau! Dengar ya wanita munafik, aku akan merobek jadwal keberangkatan pada pukul Sembilan. Sekretarisku sudah membeli enam tiket pesawat yang baru, dan akan berangkat pada pukul satu siang! Puas kau ha? Persetan dengan berangkat sepagi itu ke bandara! Biarkan aku tidur lagi, dan jangan berani-berani menggangguku!”

Drama pagi itu berakhir dengan kemarahan Helma pada Revan. Akhirnya, sekeras apapun Revan, ia akan tetap kalah oleh ibunya. Revan dan livia tetap berangkat pada pukul setengah Sembilan. Padahal, Revan telah membuang tiket itu.

Revan sudah memiliki rencana lain. Ia sudah memesan tiket keberangkatan baru, dan akan berangkat ke Bali, bersama ketiga temannya juga. Revan sengaja melakukan hal itu, karena ia ingin bersenang-senang dengan beberapa temannya, dan bukan dengan Livia.

Mereka adalah Doni, Andi, dan Ronal. Ketiga teman Revan sengaja ia ajak untuk berlibur di Bali, karena Revan tak ingin ada kata bulan madu diantara dirinya dan Livia. Mereka semua sudah sampai di bandara, dan masih menunggu keberangkatan. Mereka pun masih duduk di kursi tunggu bandara.

“Silakan kau bulan madu seorang diri, karena aku akan berlibur bersama teman-temanku! Hahahahaha,” Revan tertawa begitu puas. Terdengar sekali jika itu adalah ejekan darinya untuk Livia.

“Van, gila kau! Itu adalah istrimu, kukira kau hanya mengajak kami saja, rupanya kau memang akan berbulan madu.  Aku jadi tak enak jika mengganggumu. Kenapa tiba-tiba kau mengajak kami berlibur? Padahal kau kan baru saja menikah. Oh, ini rupanya alasannya,” tutur Andi.

“Padahal istrimu cantik, tapi kenapa kau malah mengabaikannya. Apa benar kau memang penyuka pria? Gila, ngeri kali,” tambah Doni.

“Sialan kau kalau bicara! Dia adalah gadis uang! Dia wanita yang rela dijual! Aku muak pada wanita seperti itu! Ah, sudah, biarkan saja dia sendiri. Yang penting kisa bisa senang-senang bersama. Bukankah kalian harusnya bersyukur, aku berikan tiket liburan gratis. Kapan lagi kan bisa berlibur gratis seperti ini?”

 

Revan dan teman-temannya mengangguk dan tertawa-tawa bersama. Livia hanya bisa mengelus dadanya, walaupun ini jelas akan teramat menyakitkan baginya. Jika sudah begini, dugaan Livia itu memang benar adanya.

“Ini adalah bulan maduku dengan Revan. Tetapi, dia malah membawa teman-teman prianya. Apakah kabar yang beredar itu memang benar adanya? Apakah diantara ketiga teman-temannya itu, ada salah satu yang menjadi kekasihnya? Ya ampun, kenapa ngeri sekali sih? Jika begini, aku memang percaya, kalau dia itu pria yang tak menyukai wanita. Ya Allah, aku ingin ini segera berakhir. Melihat para oria itu saling mencintai, rasanya membuatku benar-benar muak!” batin Livia seorang diri.

Terpopuler

Comments

Rhina sri

Rhina sri

revan emang keterlaluan

2023-06-01

0

lovely

lovely

smoga ada visualnya Thour

2023-02-14

0

♍Endah Wahyu♍

♍Endah Wahyu♍

Sabar ya Livia...
Semua butuh proses...
Tetaplah menjadi istri yg baik meskipun di awal menyakitkan....

2023-01-22

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!