***
Hari ini Mas Agung mengajakku untuk ikut ke tempat ia bekerja. Aku sedikit terkejut mendengarnya. Seolah tidak percaya lelaki yang kini jadi suamiku itu berani menunjukkan aku sebagai istri di hadapan semua rekan kerjanya.
"Buat apa Kak, Adek harus ikut ke tempat kerja Kakak. Ada acara apa emang?" tanyaku memastikan.
"Gak ada acara apa-apa, sih ... cuman teman-teman kerja Kakak pada nanyain Adek. Katanya suruh diajak dan diperkenalkan. Biar mereka kenal."
"Ayo, Dek, cepetan siap-siap dulu."
"Iya, Kak, sebentar Adek ganti baju dulu," jawabku tergesa memasuki kamar.
Aku memilih baju batik atasan berwarna navy dengan bawahan rok panjang warna senada, serta jilbab Paris segi empat menutupi kepala. Saat hendak keluar dari pintu Mas Agung mendadak tertegun melihatku.
"Kenapa Kak, ada yang salah dengan penampilan Adek?" tanyaku merasa risih dengan tatapannya yang seolah meragukanku.
"Serius pake kerudung seperti itu?"
"Lha, emang kenapa, Kak? Adek udah biasa, kok, pakai jilbab segi empat seperti ini," jawabku menjelaskan.
"Tapi ini bahannya tipis banget, Dek, transparan kayak gini, mirip kain saringan nasi di dapur," ujarnya sembari tangannya menjawil salah satu ujung jilbab yang kukenakan.
Aku tergelak mendengar ucapan lelaki tinggi yang kini berdiri berhadapan, saat mengomentari kerudung yang disamakan dengan kain saringan nasi berwarna putih itu.
"Enggak, lah, Kak, ada-ada aja masa jilbab disamain dengan saringan nasi?" sanggahku masih dengan tertawa kecil.
"Iya, apa bedanya, wong sama-sama tipisnya kayak gitu, kok. Lihat nih, rambutnya Adek aja bisa kelihatan dari luar," ujarnya kemudian.
Kulihat sorot mata tajamnya menggambarkan keseriusan. Seolah dia memang sedang berkata untuk mengingatkanku. Untuk menghargai tegurannya aku pun meminta ijin kembali ke kamar mengganti kerudung dengan jilbab instan yang berbahan agak tebal dan rada longgar walaupun panjangnya tidak sampai menutup punggung.
"Naah ... ini baru istri Kakak, kalau pakai kerudungnya sudah rapih dan lebar seperti ini." Mas Agung berujar saat aku menghampirinya yang sudah menunggu di halaman rumah.
"Ya, Allah ... bersyukur sekali hamba telah dipertemukan dengan makhluk yang seperti ini, selain tampan ia juga tak segan mengarahkan istrinya ke arah yang lebih baik. Padahal sebelumnya aku its ok, dengan penampilanku yang memakai jilbab tipis seperti tadi.
***
Kami mulai memasuki tempat parkiran sekolah tempat Mas Agung mengajar. Melihat sudah banyak orang yang berkerumun dan berlalu lalang di depan gedung berlantai dua itu membuat nyaliku terasa ciut kembali. Hari ini sedang tidak ada kegiatan belajar mengajar di sana. Hanya ada acara kumpul-kumpul sesama rekan kerjanya Mas Agung sebelum memasuki masa libur awal semester.
Setelah diajak dan dirayu oleh Mas Agung aku pun mulai berjalan beriringan di sebelahnya. Telapak tangannya menggandeng pundakku tanpa sungkan walaupun di depan banyak orang, seolah ingin meyakinkan keraguan yang selalu mengganggu hatiku.
Aku diajak Mas Agung untuk berbaur dengan semua rekan kerjanya tanpa terkecuali. Satu persatu mereka mengajak bersalaman dan berbasa-basi.
"Mbak, tahu gak, dulu tuh, Pak Agung sebelum nikah sama Mbak Dihinil sempat mau dijodohkan dengan Bu Mega oleh Bapak kepala sekolah di sini, lho .... " celetuk salah satu ibu separuh baya saat sedang ngobrol denganku.
Aku hanya tersenyum menanggapinya. Karena sebelumnya memang sudah tahu, karena Mas Agung sendiri pun sudah menceritakannya. Bahkan Mas Agung pernah berkata juga, ia berniat akan meminta bantuan lewat pengajian cabang untuk dicarikan calon istri jika pinangannya beberapa waktu yang lalu kutolak.
Setelah hampir satu jam aku ngobrol dengan rekan kerja Mas Agung. Tanpa sadar dirinya sudah lama menghilang dari pandangan. Aku pun berinisiatif untuk mencarinya.
Saat sedang menyusuri koridor depan kelas tanpa sengaja samar aku mendengar perbincangan dua orang yang hampir setengah berbisik pelan. Tapi, suaranya masih berhasil kutangkap dengan jelas. Aku menghentikan langkah merapatkan tubuh ke arah tembok memastikan siapa gerangan yang sedang asyik bercengkerama di ruangan kosong itu.
Terlihat jelas seorang perempuan dengan dandanan menor karena warna lipstiknya yang merah menyala sedang berhadapan dengan sosok pria yang kini membelakangiku.
"Sabar, Sayang ... belum saatnya Dihinil tahu semuanya tentang semua ini. Nanti kalau waktunya sudah memungkinkan pasti Mas bilang dan kasih tahu dia kalau sebenarnya Mas sudah mempunyai istri, yaitu kamu."
Bagai disambar petir di siang bolong. Jantungku berdegup kencang. Terasa ada benda tak kasat mata yang mengiris bagian dalam rongga dada. Badanku lemas bagai tak bertulang, saat mendengar pembicaraan dari suara yang tidak asing lagi di telinga. Sesaat aku terdiam mematung. Seakan nafas hilang dari separuh raga.
Berusaha mengumpulkan tenaga yang tersisa aku berlari ke arah musala yang berada di samping gerbang sekolah. Air mata tumpah tak tertahankan lagi. Aku menangis tergugu memeluk lutut seorang diri.
"Maafkan Kakak, Dhin." Suara lirih yang sudah akrab di telinga terdengar dari arah samping.
"Tega kamu melakukan semua ini kepadaku! Apa salahku, Kak?" Aku menubruk dan memukul-mukul dada bidangnya meluahkan perasaan yang hancur lebur saat ini.
"Apa maksud semua ini?" Suaraku melengking histeris memenuhi ruangan musala. Berbaur dengan isak tangis yang semakin menjadi. Sudah tak peduli lagi dengan orang lain di sekeliling yang mungkin mendengar dan melihat ulahku. Kesadaran diri seolah hilang dalam jiwaku.
Bukannya memberikan jawaban lelaki yang selama ini kukagumi itu hanya diam mematung tanpa berucap sepatah kata pun. Membuat emosiku semakin memuncak merasa diacuhkan.
"Bilang, Kak! Ayo jawab! Apa maksud semua ini?" Aku masih meraung tinggi tanpa berhenti memukul-mukul bagian depan tubuhnya yang berdiri menjulang di hadapan.
"Kenapa kamu gak bilang dari awal kalau sudah pernah menikah dan mempunyai istri selain aku, Kak .... ? Jawab!" teriakku kalap di hadapan lelaki itu. Tubuh tegapnya masih tetap bergeming tanpa respon apa pun.
Sungguh diluar nalar kalau pria yang kuanggap berhati malaikat dan taat menjalankan ibadah itu tega berbuat picik terhadapku. Bukan hanya terhadapku, melainkan kepada Emak, Abah dan keluargaku.
"Jahat, kamu, Kak! Harus bilang apa nanti aku kepada kedua orangtua, keluarga, dan semua orang di kampung sana kalau ternyata aku menikah dengan lelaki yang sudah beristri?" jeritku histeris.
Tak habis pikir, kenapa ini semua harus menimpaku? Terjebak dalam pernikahan yang diluar perkiraan. Semua keluarga Mas Agung tidak ada satu orang pun yang buka mulut tentang keadaan yang sebenarnya. Mereka seolah menutupi kebohongan yang dilakukan oleh anak lelakinya.
Membayangkan suami yang selama ini kubanggakan membagi cinta dan kehangatan dengan wanita lain membuatku rancu. Antara perih dan rasa jijik menyatu dalam hati. Wanita mana yang sanggup diposisikan dalam situasi seperti ini?
Seribu tanya berkecamuk di dalam dada. Kapan mereka menikah. Entah sebelum atau sesudah Mas Agung Menikahiku. Kalau sebelum menikah denganku, kenapa ia tidak jujur kalau sudah beristri? Dan kalau pernikahannya itu terjadi setelah aku menjadi istri Mas Agung, kenapa pula aku tidak pernah mengetahuinya?
"Kami sudah menikah bertahun-tahun sebelum Mas Agung menikahimu, Dek Dhinil. Tapi kami tak kunjung diberikan keturunan. Sehingga saya mengizinkan beliau menikah lagi dengan gadis pilihannya, yaitu kamu."
Suara perempuan yang tadi kulihat di dalam ruangan bersama Mas Agung kini sudah berada di sampingku. Seakan memberi jawaban pertanyaan hatiku.
'Pernikahan macam apa ini, Ya Robb .... ' jeritku dalam hati.
Sekedar membayangannya pun aku sudah tidak sanggup. Apalagi harus menjalaninya. Dunia ini seakan runtuh. Harapan membina rumah tangga yang sakinah pupus sudah. Berganti dengan rasa nyeri di dasar ulu hati.
"Yang kamu hancurkan bukan hanya aku, Kak. Tapi Emak dan Abah juga pasti akan sakit dan kecewa kalau mereka sampai tahu semua tentang sandiwaramu ini!" Aku kembali tergugu pilu. Membayangkan sebentar lagi duniaku hancur melebur bersama rasaku.
Namun, lelaki bertubuh tegap itu masih bergeming diam membisu. Berdiri mematung. Meski dada bidangnya tak henti kupukul-pukul sedari tadi.
***
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Ketawang
ogh jadi poligami ceritanya😏😠 Meskipun dlm agama tdk mlrang adanya poligami,dlm kluarga besarq jg ada yg berpoligami.. tapi entah mgp aq sgt tidak suka adanya poligami.. entahlah😠😠
2023-02-09
0