Salah Paham

***

Entah kenapa hatiku kembali terasa perih saat  membaca caption Kak Iwan di timeline sosial medianya itu. Rasa berdosa dan bersalah mulai menyelimuti perasaan. Apalagi mengingat saat Ifa memaki dan memojokkanku lewat telepon seperti kejadian kemarin.

Ada rasa tidak tega menyusup di hati kecilku membayangkan bagaimana hancur dan kecewanya perasaan Kak Iwan saat ini. Walaupun satu sisi hati merutuki dan menyalahkan lelaki itu sendiri karena dulu tidak pernah berusaha memberikan ketegasan dan kepastian kepadaku. Sehingga kini aku diambil dan dibawa pergi jauh oleh pria lain dari kehidupannya yang hanya bisa memberikan harapan yang tak kunjung pasti.

'Astaghfirullahaladzim ... kenapa aku masih memikirkan dan menangisi laki-laki lain, sedangkan saat ini setatusku sudah menjadi istri sahnya Mas Agung.' Aku terkesiap dan beristigfar dalam hati saat menydari kekeliruan yang terbawa perasaan gara-gara membaca setatus Kak Iwan di facebook.

"Adek kenapa dari tadi kelihatannya sedih dan ngelamun terus. Gak betah ya, tinggal di sini? Apa masih kepikiran dan keingetan Mang santri?" Pertanyaan Mas Agung secara tiba-tiba itu seketika membuyarkan lamunanku yang masih hanyut dengan perasaan sendiri.

"Enggak, kok, Adek gak lagi sedih apalagi mikirin orang lain yang gak jelas dan gak penting." Aku tergagap menjawab pertanyaannya. Berusaha menyembunyikan perasaan yang sebenarnya masih belum bisa move on dari pria masa laluku. Lelaki yang pernah sempat mengisi hati dulu jauh sebelum mengenal sosok pria yang kini sudah sah jadi suamiku.

"Beneran, nih, gak lagi bohong?" desak Mas Agung membuat aku rikuh dengan sorot tajam dari mata elang miliknya.

"Iya, kan, sekarang udah ada Kakak, suami terbaik dan pastimya yang paling tampan dari siapapun," tandasku meyakinkan pria beralis tebal itu.

"Yo, wis, nanti siangan kita keliling ke rumah bulik dan saudara-saudara Kakak yang lain, ya, mau ikut, gak?" ajaknya mencairkan suasana.

"Emh ... iya, Kak, Adek mau ikut. Tapi ngomong-ngomong, dalam rangka acara apa? Kan, ini bukan lebaran?"  

"Dalam rangka silaturrahmi dan memperkenalkan istri baruku, dong!"

"Istri baru? Memang dulu Kakak pernah punya istri lama, gitu?"

"Ya, enggaklah, Dhinil Khoirunnisa adalah istri pertama dan terakhirku."

"Aamiin .... " gumamku penuh harap.

"Yuk, berangkat sekarang!"

"Tunggu di luar dulu, ya, Adek mau ganti baju dulu."

"Masa suami sendiri gak boleh ngelihat istrinya sendiri ganti baju, sih? Kan, cuman ada Kakak doang di kamar ini," ujar Mas Agung menggoda .

"Ya, keluar dulu aja, lah, Kak! Adek gak biasa ganti baju di depan orang lain." Aku mengusirnya.

"Apa? orang lain? Hey, aku ini suamimu yang paling tampan, nona manis!" seru Mas Agung sembari mencubit gemas pipi chabyku.

"Ikh ... Kakak genit, ah, pegang-pegang pipi segala!" rajukku mendorong tubuh tegapnya ke arah luar pintu kamar.

Padahal hati ini berbunga-bunga mendapat perlakuan seperti itu darinya. Begitulah sikap yang ditampakkan oleh sebagian perempuan sepertiku selalu lain di luar lain di hati kalau sedang di hadapan lelakinya.

Lima belas menit kemudian, Aku keluar kamar menyusul Mas Agung yang sedang menunggu di teras depan rumah.

Mas Agung mengamati penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa berkedip.

"Oya, dari pertama kita bertemu dulu sampai saat ini telah menjadi istri, perasaan belum pernah ngeliat Adek pakai celana panjang. Gak seperti cewek-cewek lain walaupun pakai hijab tapi bawahannya pake celana, gitu." Mas Agung mengungkapkan rasa penasarannya dengan penampilanku yang kemana-mana dan sehari-harinya selalu mengenakkan rok panjang.

"Iya, emang dari dulu Adek gak pernah pake celana, karena sudah biasa pake rok dari jaman masih sekolah."

"Emang kenapa, kalau pake celana?"

"Gak tahu, gak nyaman aja rasanya saat make, mungkin karena gak biasa dan biasanya selalu pakai rok," jawabku memberikan alasan.

"Terus, Adek selama ini gak pernah punya celana, dong?"

"Punya. Celana tidur."

"Istriku feminim banget ternyata. Dan itu Kakak suka."

"Mulai dah, penyakit gembelnya kumat. Ayolah, berangkat! kapan perginya nanti kalau ngegembel terus," ujarku menarik manja tangan kekarnya.

"Gak apa-apa, tho, gombalin istri sendiri, tuh .... "

"Stop!" potongku menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Duuh ... mesranya, nih, pengantin baru pada mau ke mana?" tanya seorang ibu yang melintas di halaman depan rumah saat tidak sengaja melihat tingkah kami berdua barusan. Yang spontan membuat kedua pipiku terasa memerah.

"He ... he ... iya, nih, Bu, baru mau ngajak main istri ke luar," jawab Mas Agung.

"Kakak, sih, bikin Adek malu aja tadi," gerutuku merajuk.

"Tapi, gak malu-maluin, kan?"

"Malu, tau!" jawabku judes.

Mas Agung hanya tertawa renyah menanggapiku.

***

"Kiye bojomu, yo, Mas Agung?" tanya seorang bapak yang saat itu rumahnya kami singgahi.

"Nggih, Pak," jawab Mas Agung tersenyum ramah.

"Cilik temen yo, wong'e," sahut bapak itu dengan logat dan bahasa ngapaknya yang kental.

"Iya, kiye mandan gering," jawab Mas Agung sambil mengelus lembut pundakku yang duduk di sebelahnya.

"Ya Allah, Kak! teganya pake banget sih, ngatain Adek sakit," batinku dalam hati.

Walaupun aku berasal dari suku sunda, tapi sedikit banyak mengerti apa yang barusan tuan rumah dan suami bicarakan.

Setelah dianggap cukup ngobrol panjang ngaler ngidul. Dan sudah ada tiga rumah yang kamu singgahi, Mas Agung pun pamit kepada saudaranya dan mengajakku kembali ke rumah.

***

Sesampai di rumah, masih terus diam tanpa berucap sepatah kata pun yang keluar dari mulutku 

"Kenapa, Dek, ada yang salah yo, sama Kakak?" tanya Mas Agung yang mungkin keheranan mendapati istrinya mendadak membisu tidak seperti biasanya yang ia lihat.

"Gak apa-apa!" jawabku jutek.

"Terus ... kenapa dong, dari tadi, kok, diem aja, biasanya juga cerewet bawel?" cecarnya penasaran.

"Lagian tadi Kakak ngatain Adek sakit, padahal, kan, Adek sehat walafiat gak lagi sakit ataupun meriang. Emang mau gitu, ya, punya istri yang sakit-sakitan?" ungkapku panjang lebar mengeluarkan unek-unek yang dari tadi membuat hati ini kesal.

"Ha ... ha ... ha .... " Lelaki berhidung mancung itu malah tertawa terbahak tanpa dosa.

"Owalaah ... ternyata Adek salah faham, tho, dari tadi? Di jawa, tuh, gering artinya kurus, bukan sakit kaya di sunda."

"Yang bener, Kak?" tanyaku gak percaya.

Kami pun tergelak bersama, menertawakan kekonyolan dan kesalahfahaman dengan bahasa yang diartikan oleh pemikiranku sendiri.

"Malu bertanya, ngambek duluan, nih, ye, ini ceritanya?" ledek Mas Agung sembari mengacak gemas rambutku.

"Daripada malu bertanya sesat di kamar, hayoo .... " balasku tak mau kalah.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ketawang

Ketawang

aq jg org jawa,jawa timur tepatnya..
d daerahq gering artinya sakit..
trnyata d daerah lain gering artinya kurus..baru tau aq😁😁

2023-02-09

0

Nissa

Nissa

ngakak so hard

2023-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!