...~•Happy Reading•~...
Ayah Marons terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Marons tanpa intro, langsung kepada intinya. Marons mengangguk serius, saat melihat Ayahnya masih menatapnya, shock.
"Ayah masih ingat saat beliau menemui Ayah dan marah-marah waktu itu bukan? Orang yang mengikutiku itu, disewa oleh Pak Ewan. Bukan saja untuk mengikutiku, tetapi juga untuk menjebakku. Walau pun beliau putar ke kiri, kanan, muka dan belakang. Akhirnya ketahuan tadi malam, karena detektifnya menemukan semua bukti yang membuat beliau sudah tidak bisa mengelak lagi." Marons mejelaskan, karena melihat Ayahnya terdiam.
"Sedangkan orang yang mau menjebakku sudah ditangkap duluan. Aku yang menuntut orang yang mau menjebakku, dan dia mengatakan Pak Ewan yang merencanakan semuanya." Marons menceritakan lebih lanjut, karena melihat Ayahnya masih menatapnya seakan tidak percaya.
"Apa pikiran warasnya sudah dimakan tikus? Apa dia tidak berpikir, yang dia lakukan itu, bisa membuatmu masuk penjara? Atau memang dia ingin kau dipenjara?" Ayah Marons berkata lalu berdiri karena tidak bisa mengendalikan rasa marahnya. Putranya belum terbukti bersalah, tapi malah membuatnya seakan bersalah.
"Jika kau melakukannya, Ayah tidak akan marah. Kau pantas dihukum untuk perbuatanmu. Tetapi kau tidak melakukan itu dan dia dengan gobl^oknya membuat hal itu padamu. Dia bukan saja akan menerima ganjaran hukuman penjara, tapi juga akan berhadapan dengan Ayah." Ayah Marons berkata dengan level emosi yang makin meningkat.
"Anaknya sudah di liang kubur, lalu mau membuat anakku menanggung perbuatan orang lain? Dia tunggu saja, aku akan membuat dia menyesal pernah memikirkan itu. Saat itu, aku tidak berkata apapun, karena berpikir kau salah. Tetapi sekarang dia akan melihat apa yang akan aku lakukan." Ayah Marons berkata sambil berjalan di dalam ruang kerja Marons.
"Kau tidak perlu menahan Ayah untuk menghentikan semua kerja samanya." Ucap Ayah Marons yang sangat emosi dan marah. Marons langsung mengangkat kedua tangannya, tanda dia tidak akan ikut campur. Dia menyerahkan keputusan kepada Ayahnya, karena memang dia sudah pikirkan itu saat gelar perkara berlangsung dan mendengar apa yang dilakukan Rallita dan Papanya.
Melihat kemarahan Ayahnya, Marons tidak berbicara lagi tentang apa yang terjadi. Ayahnya juga sudah tidak tertarik untuk menanyakan yang lain. Pak Petter langsung berjalan keluar ruang kerja Marons, tanpa berkata apa pun.
Melihat itu, Marons meniup nafasnya dengan kuat setelah Ayahnya sudah tidak ada di ruang kerjanya. Dia merasa lega, karena tidak ada pembicaraan lebih lanjut tentang Rallita. Marons berpikir, akan membicarakan itu di rumah, agar bisa berbicara dengan Ibunya sekaligus. Dia juga berharap Ibunya bisa menolong, meredakan amarah Ayahnya, jika mengetahui apa yang dilakukan Rallita.
...~°°°~ ~°°°~ ~°°°~...
Di sisi yang lain ; Danny sedang menunggu kedatangan Kaliana sambil mempelajari perkembangan kasus yang berkaitan dengan tewasnya Rallita. Dia telah meminta Kaliana untuk bertemu di restoran yang sama, saat pertama kali bertemu dengannya dan Marons.
Kaliana tiba di tempat parkir restoran dan melihat Danny sudah menunggunya di tempat yang sama, saat pertama kali mereka bertemu. Kaliana langsung melihat jam di tangannya. Dia merasa lega, tidak terlambat. Kaliana turun dari mobil lalu berjalan cepat ke tempat Danny.
"Kita makan dulu, baru membicarakan kasusnya, ya." Usul Danny setelah Kaliana duduk di depannya. Kaliana mengangguk setuju, dengan usulannya. Melihat anggukan Kaliana, Danny segera memberikan isyarat kepada waiters untuk mendekati meja mereka.
Setelah waiters mencatat menu pesanan mereka dan meninggalkan meja, Kaliana mengajak Danny berbicara untuk mengisi waktu. Setelah kejadian di ruang gelar perkara, Danny sudah tidak lagi merasa Kaliana adalah detektif yang disewa jasanya oleh Marons, tetapi teman dekat Marons. Sehingga dia sudah menganggap Kaliana bukan orang lain lagi.
"Pak Danny, apakah Pak Marons tidak tau kita bertemu saat ini?" Tanya Kaliana, agar bisa menjawab dengan benar, jika Marons mengetahui dan bertanya kepadanya. Dia sendiri tidak memberitahukan Marons, perihal rencana pertemuan yang mendadak diminta oleh Danny.
"Tidak. Tadi beliau sedang meeting, jadi aku tidak bisa info pertemuan ini. Nanti setelah dari sini, baru aku bertemu dengannya dan kasih tahu." Jawab Danny, yang mengerti maksud pertanyaan Kaliana.
"Baik... Apakah kami mau menyerahkan semua yang kami kerjakan sesuai kontrak kerja dengan Pak Marons, atau tunggu sekalian nanti?" Tanya Kaliana untuk lebih jelas statusnya.
"Mari, kita makan dulu. Selesai makan, baru kita bicarakan itu." Danny berkata pelan, saat melihat menu pesanan mereka telah diantar oleh waiters. Kaliana mengangguk mengiyakan. Dia sudah terbiasa tidak membuang waktu, jadi saat menunggu menu pesanan mereka diantar, dia bertanya beberapa hal yang mungkin akan terabaikan.
"Mengenai penyerahan berkas dan semua bukti, nanti saya bicarakan dengan Pak Marons. Kita tunggu keputusannya, karena kasus ini masih berlanjut." Danny berkata setelah mereka selesai makan dan sedang tunggu desserts mereka diantar.
Danny belum sempat berbicara dengan Marons tentang hal tersebut. Dan Marons hanya memintanya agar menyetujui permintaan Pak Adolfis untuk membela Chasina tanpa menyinggung pekerjaan Kaliana.
"Baik, Pak. Kasih tau saja, nanti kami serahkan. Mengenai kasus Ibu Chasina, terima kasih Pak Danny sudah terima. Ada beberapa hal yang kami temukan dan akan lanjutkan lagi, berkenan dengan kasus selokan. Oleh sebab itu, saya sarankan, agar beliau minta Pak Danny jadi pengacaranya. Saya ingin menolong beliau, tapi sungkan untuk bicara dengan pengacara pribadinya." Kaliana berkata pelan dan serius.
"Mungkin ada beberapa bukti yang kami temukan bisa menolong meringankan hukuman beliau. Hal itu agak janggal, jika aku bicarakan dengan pengacara yang baru, yang belum kami kenal." Kaliana menjelaskan, sebab dia tidak mau beradu argument dengan orang baru, yang belum tahu duduk persoalannya. Sangat berbeda, jika Danny yang jadi pengacaranya.
"Sekarang Pak Danny sudah bisa jadi pengacara beliau?" Tanya Kaliana lagi, karena dia tidak mau membuang waktu untuk menunggu. Semua bukti harus cepat dikumpulkan, agar tidak tercecer. Atau bisa hilang kerena berbagai faktor yang disengaja atau tidak disengaja.
"Iyaa... Menurut permintaan Pak Adolfis, tapi kami belum bertemu untuk bicarakan beberapa hal terkait dengan perjanjian kerja sama." Danny berkata demikian, karena belum ada tanda tangan kerja sama dan surat persetujuan bahwa dia sudah jadi pengacara Chasina.
"Itu bisa menyusul, Pak. Setelah ini, kita langsung ke tahanan menemui Bu Chasina untuk membicarakan beberapa hal, ya. Karena ada yang mau aku tanyakan dan bicarakan dengan beliau." Kaliana berkata serius, karena dia serius mau membantu Chasina. Walaupun tidak ada surat kontrak kerja sama.
"Kalau begitu, aku akan tanya kepada pihak kepolisian, apakah kita bisa mengunjungi tahanan hari ini atau tidak. Semoga bisa, agar dari sini, kita langsung ke sana atau harus tunggu waktu untuk bisa dikunjungi." Danny belum bisa memposisikan dirinya sebagai pengacara Chasina kepada pihak kepolisian. Karena pihak Chasina belum tanda tangan surat permintaan yang meminta dia sebagai pengacaranya.
"Tidak usah hubungi, Pak Danny. Saya yang hubungi saja." Kaliana segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Bram. Kaliana tahu, jika dia yang hubungi Bram, akan lebih mudah jalannya.
...~°°°~...
...~●○¤○●~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
🍁ɴᷠɪͥʟͤᴜᷝᴅͣ❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
pantes aja sih bapaknya marroons marah nya sampai kayak gitu lagian bener2 ga dipake kali otaknya yang mau jebak arro🤔
2023-07-03
3
🍁FAIZ💃🆂🅾🅿🅰🅴⓪③❣️
Kaliana gercep buat menyeleseikan kasus ini
2023-06-25
3
Riana
weh mulai terbuka 👍akhirnya satu persatu mengetahui kebenarannya
2023-05-22
4