7. Mulai mengingat

Bab 7

Rayyan

Siang hari, ia dikejutkan oleh kedatangan Pak Sky dan kedua saudara Aura--Cean dan Rion.

"Kita mau cek cctv terutama cctv yang terpasang di depan paviliun kamar ini," kata Cean dengan intonasi suara yang terdengar ketus.

Ia mengangguk, ia pun tak punya hak untuk melarang keputusan mereka. Ia juga penasaran siapa dalang dibalik semua ini.

Bicara soal pertanggungjawaban yang sudah ia nyatakan pada Aura, sepertinya ia memang benar-benar telah di tolak. Entahlah. Jika dikulik dalam hatinya sendiri--sebenarnya ia berharap Aura mau menerimanya atau paling tidak sedikit memikirkannya, meski ia tau jika Aura tak pernah memiliki rasa lebih terhadapnya.

"Kalau isi cctv-nya udah di retas, kita laporin aja masalah ini ke polisi, Pa."

Sayup-sayup ia mendengar percakapan antara Pak Sky dan kedua putranya.

Bukan ia takut jika semua ini berlanjut pada pihak yang berwajib, ia hanya tak mau berita ini akan menjadi konsumsi publik. Jika namanya saja yang akan tercoreng dan di cap buruk, mungkin ia bisa menerimanya, tapi ini sama saja dengan membuka aib Aura. Ia tak mau gadis itu kembali menerima dampak sosial dari kejadian yang telah menimpa mereka berdua.

"Udah, ini biar jadi urusan Papa."

"Maaf, bukan bermaksud mencampuri. Kalau bisa, jangan melaporkan hal ini ke polisi, Pak." Ia menimpali, berusaha untuk membuka pikiran Pak Sky disana.

"Kenapa? Kau takut jika ternyata rencanamu menjebak Aura akan ketahuan?" Kali ini Cean kembali berujar. Tampaknya, kembaran Aura ini memang terlalu protect terhadap sang saudari. Ia dapat memaklumi, justru senang dengan kepedulian itu.

"Bukan, saya sudah katakan bahwa saya sendiri tidak sadar saat melakukannya. Saya hanya tidak mau jika berita ini akan tersebar ke media dan merusak citra baik Aura di mata publik."

"Lebih baik Kak Rayyan diam. Papa pasti tau yang paling baik untuk Kak Aura!" Rion tampak emosi disana.

Ia sendiri cukup salut dengan keberanian adik bungsu Aura tersebut. Sikap Rion benar-benar diluar prediksinya, meski sejak awal ia dapat melihat pancaran kemarahan yang diusung pemuda itu saat melihat padanya.

Ia dapat menilai kepribadian kedua saudara Aura ini. Jika Cean lebih sering blak-blakan, Rion tidak. Pemuda itu lebih sering diam--seolah memendam kemarahan. Tapi, dilain kesempatan, barulah Rion akan meledak ketika sudah diambang batas kesabaran. Intuisinya cukup tinggi untuk membaca sikap kedua pemuda itu.

"Saya akan memikirkan perkataan kamu karena itu ada benarnya." Pak Sky angkat suara. Beliau memang sosok ayah yang berwibawa. Tidak menyelesaikan segalanya dengan kemarahan bahkan adu fisik. Syukurlah jika pria baya itu mau mengerti maksud perkataannya tadi. Semoga saja mereka tak benar-benar membuat laporan ke pihak kepolisian.

"Jadi, apa rencana Bapak setelah ini? Apakah saya boleh membantu? Jujur saja, saya juga ingin tau siapa yang membuat keadaannya menjadi begini?"

Cean terdengar berdecak lidah. "Gak usah sok menolong kalau ternyata kau sendiri lah biang keladinya! Kau sengaja mampir kesini, kan? Jangan bilang kau sudah mengincar Aura sejak lama," paparnya emosional.

"Maaf, saya bukan sok menolong tapi saya juga mau tau kebenarannya. Saya berhak mencari taunya juga, karena disini saya yang ditempatkan sebagai tersangka, padahal saya sama seperti Aura yang tidak mengetahui apapun."

"Diamlah! Tunggu saat semuanya terbuka, kau akan ku seret ke penjara!" ancam Cean berapi-api. Sepertinya pemuda itu juga memiliki personal problem tersendiri--selain memikirkan masalah yang menimpa Aura.

"Cean! Jangan menyelesaikan masalah dengan emosi." Pak Sky terdengar memperingati putranya. "Kita akan memikirkan jalan keluarnya dengan kepala dingin. Tidak semua masalah harus pakai emosi, kita buat keputusan lagi setelah melihat isi cctv-nya."

Mereka semua pun berlalu dari beranda belakang rumah, menyisakannya seorang diri yang seolah dituntut untuk berpikir keras kembali.

Memikirkan lagi kejadian ini, ia jadi teringat pada malam dimana harusnya Aura melangsungkan akad nikah.

Saat itu, ia sedang duduk di pos satpam bersama security rumah bernama Pak Zulmi. Mereka bicara mengenai pertama kali Pak Zulmi bekerja dikediaman orang tua Aura. Sampai akhirnya beberapa mobil tamu tampak datang kesana.

Pak Zulmi terlihat beranjak untuk membukakan pintu gerbang, lalu kembali ke pos dan menawarinya untuk ikut minum kopi.

"Saya mau buat kopi, Mas Rayyan mau ikutan ngopi, nggak? Biar nggak ngantuk jaga gerbang."

"Boleh, Pak."

"Ya udah, Saya ke pantry belakang dulu ya. Saya buatin kopi sekalian buat Mas Rayyan."

"Sip. Makasih ya, Pak."

"Santai aja, saya senang malam ini karena ada Mas Rayyan, saya jadi ada temennya di pos," kata beliau sembari mengacungkan jempol.

Selepas kepergian Pak Zulmi untuk membuat kopi, ia melihat seseorang yang mendekat ke arah pos satpam. Itu adalah wanita muda berkulit eksotis dengan gaun berwarna broken white.

"Ada masalah, Mbak?"

Ia mencoba menyapa, karena wanita itu tampak celingukan dan kebingungan.

Sepertinya sang wanita adalah salah satu kerabat yang akan menghadiri acara akad Aura malam ini--mungkin sahabat Aura, sebab wanita itu keluar dari salah satu mobil yang tadi baru saja masuk ke dalam gerbang rumah.

"Ehm, iya, Mas. Boleh belikan obat buat saya gak, Mas? Saya mau keluar lagi tapi takut ketinggalan acara, karena acaranya akan segera dimulai. Kepala saya pusing banget ini. Mas-nya belikan saya obat sakit kepala di apotek ya, Mas."

Sebenarnya ia agak kesal, wanita ini sedang meminta tolong, tapi ucapan itu seakan mendesak dan tak membiarkannya untuk menolak. Bahkan tak ada kata tolong dari kalimatnya. Ia menebak, jika wanita ini sudah terbiasa untuk memerintah orang lain.

Kini, sang wanita mulai terlihat memegangi kepala, membuat nuraninya tak tega--hingga akhirnya mengiyakan permintaan tersebut.

"Ini uangnya."

Ia menerima uang pecahan seratus ribu dari wanita itu. Lantas meminjam motor Pak Zulmi untuk pergi ke apotek di persimpangan komplek.

"Tapi ini kopinya udah saya buatin, Mas. Biar saya aja yang beli obat ke apotek," kata Pak Zulmi saat ia pamit ke apotek.

Ia menggeleng untuk menolak tawaran Pak Zulmi, sebab ia tau Pak Zulmi harus membukakan gerbang untuk para tamu dan jika tugas itu digantikan olehnya, ia takut salah menerima tamu karena tidak pernah tau siapa-siapa saja tamu yang diundang ke acara itu.

"Kopinya taruh di meja situ saja, Pak. Nanti saya minum setelah pulang dari apotek."

"Siap, Mas!" kata Pak Zulmi berlagak hormat.

Ia terkekeh sekilas karena respon Pak Zulmi yang lucu dan berlebihan, kemudian ia benar-benar pergi untuk menuju toko obat terdekat.

"Mas Rayyan?"

Panggilan Bi Dima berhasil mengantarkannya kembali pada kenyataan, berikut membuyarkan semua ingatannya tentang malam itu.

"Eh, kenapa, Bi?" Ia cukup tersentak kaget.

"Tadi, Bibi udah minta maaf sama Non Aura soal masalah ini. Bibi percaya Mas Rayyan gak akan melakukan hal seperti ini. Bibi--Bibi kenal sama Mas Rayyan dari Mas masih kecil, jadi ... Bibi--"

Bi Dima tidak mampu melanjutkan beberapa kalimat yang mulai terputus-putus.

Ia dapat memahami kesedihan Bi Dima mengenai masalah ini. Disatu sisi Bi Dima percaya padanya, tapi disisi lain Bi Dima juga pasti merasa bersalah juga pada keluarga Aura-- sebab ia berada disini karena Bi Dima. Belum lagi karena kebohongannya yang mengaku-ngaku sebagai putra dari wanita baya itu.

Bi Dima pasti malu pada keluarga majikannya karena ulah yang sudah ia perbuat, meski itu diluar prediksi dan kesadarannya.

"Bi, saya yang harusnya minta maaf sama Bibi. Saya membuat masalah di tempat kerja Bibi. Maafkan saya ya, Bi."

Bi Dima menggeleng kuat. "Mas Rayyan pria yang baik. Gak mungkin melakukan itu secara sengaja pada Non Aura."

"Iya, Bi. Saya masih terus memikirkan semua ini. Pak Sky juga mau menyelidiki cctv."

"Iya, Bibi udah denger soal itu tadi."

"Semoga ada jalan keluarnya ya, Bi."

Bi Dima mengangguk. "Semoga Non Aura juga mau menerima pertanggungjawaban dari Mas Rayyan. Lagipula, kalian cocok kok. Yang satu cantik dan yang satu tampan," kata wanita baya itu yang masih sempat-sempatnya untuk memuji.

"Bi ..." Ia menghela nafas berat. "Aura udah menolak. Saya gak mungkin memaksanya."

"Semoga aja Non Aura berubah pikiran. Mungkin Non Aura gak mau karena mengira Mas Rayyan adalah anak Bibi."

Ia tersenyum tipis. "Untuk saat ini, biar saja Aura dan yang lain mengira seperti itu ya, Bi," pintanya.

Bi Dima kembali mengangguk, seolah tau alasannya untuk tetap berada dalam posisi seperti ini.

...Bersambung ......

Kirim Vote dan Gift, agar othor tetap semangat menulis. Jangan lupa tinggalkan komentar ya. 🙏✅❤️

Terpopuler

Comments

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐

Cean apaan sih..nyolot terus omonganmu..kalau nanti bukti cctv menunjukkan kebenaran kamu yang akan malu.

2023-01-21

1

wagi giyoux

wagi giyoux

lanjut

2023-01-16

1

lihat semua
Episodes
1 1. Kejanggalan
2 2. Ada apa?
3 3. Pertanggungjawaban
4 4. Membatalkan
5 5. Kenangan buruk
6 6. Tersangka
7 7. Mulai mengingat
8 8. Ingin pergi
9 9. Bagaimana jika ...
10 10. Penjelasan
11 11. Cari dia!
12 12. Membatalkan keberangkatan
13 13. Tidak mungkin
14 14. Dapat menerima
15 15. Stalker kecil
16 16. Latar belakang
17 17. Periksa
18 18. Sadar
19 19. Mau bagaimana lagi
20 20. Kenyataannya
21 21. Penasaran
22 22. Kamar yang sama
23 23. Menepis masa lalu
24 24. Sarapan bersama
25 25. Berhak mengetahuinya
26 26. Mulai terbiasa
27 27. Mengurus urusan
28 28. Bertemu mertua
29 29. Memulai rencana
30 30. Aku berhak!
31 31. Teman lama
32 32. Pesta
33 33. Tanggung jawab
34 34. Masih bebas
35 35. Peringatan
36 36. Melepaskan
37 37. Bertemu
38 38. Takut
39 39. Dejavu
40 40. Berubah
41 41. Sebuah kamar
42 42. Di atas Yacht
43 43. Berenang
44 44. Menyelamatkan (lagi)
45 45. Berusaha ikhlas
46 46. Organisasi
47 47. Menumpang
48 48. Penolakan
49 49. Jaga jarak
50 50. Menjadi Pengecut
51 51. Mengundurkan diri
52 52. Tidak pernah tau
53 53. Berusaha lagi
54 54. Mencari info yang terlewat
55 55. Ngawur?
56 56. Keberanian
57 57. Dibohongi
58 58. Lusa
59 59. Tertawa lepas
60 60. Kembali
61 61. Don't worry
62 62. Balas dendam?
63 63. Sangat cemburu
64 64. Ingin Pindah
65 65. Perasaan Bersalah
66 66. Tamu yang tak diharapkan
67 67. Show you
68 68. Gara-gara kamu!
69 69. Tiba
70 70. Rencana
71 71. Memetik strawberry
72 72. Tidak disangka
73 73. Perhatian Nenek
74 74. Kembali ke kota
75 75. Kondisi
76 76. Serba Salah
77 77. Menyampaikan undangan
78 78. Mendadak pias
79 79. Murka
80 80. Sebuah janji
81 81. Sahabat lama
82 82. Memanfaatkan
83 83. Kritis
84 84. Disalahkan (lagi)
85 85. Teguran
86 86. Happily ever After
87 PROMO
Episodes

Updated 87 Episodes

1
1. Kejanggalan
2
2. Ada apa?
3
3. Pertanggungjawaban
4
4. Membatalkan
5
5. Kenangan buruk
6
6. Tersangka
7
7. Mulai mengingat
8
8. Ingin pergi
9
9. Bagaimana jika ...
10
10. Penjelasan
11
11. Cari dia!
12
12. Membatalkan keberangkatan
13
13. Tidak mungkin
14
14. Dapat menerima
15
15. Stalker kecil
16
16. Latar belakang
17
17. Periksa
18
18. Sadar
19
19. Mau bagaimana lagi
20
20. Kenyataannya
21
21. Penasaran
22
22. Kamar yang sama
23
23. Menepis masa lalu
24
24. Sarapan bersama
25
25. Berhak mengetahuinya
26
26. Mulai terbiasa
27
27. Mengurus urusan
28
28. Bertemu mertua
29
29. Memulai rencana
30
30. Aku berhak!
31
31. Teman lama
32
32. Pesta
33
33. Tanggung jawab
34
34. Masih bebas
35
35. Peringatan
36
36. Melepaskan
37
37. Bertemu
38
38. Takut
39
39. Dejavu
40
40. Berubah
41
41. Sebuah kamar
42
42. Di atas Yacht
43
43. Berenang
44
44. Menyelamatkan (lagi)
45
45. Berusaha ikhlas
46
46. Organisasi
47
47. Menumpang
48
48. Penolakan
49
49. Jaga jarak
50
50. Menjadi Pengecut
51
51. Mengundurkan diri
52
52. Tidak pernah tau
53
53. Berusaha lagi
54
54. Mencari info yang terlewat
55
55. Ngawur?
56
56. Keberanian
57
57. Dibohongi
58
58. Lusa
59
59. Tertawa lepas
60
60. Kembali
61
61. Don't worry
62
62. Balas dendam?
63
63. Sangat cemburu
64
64. Ingin Pindah
65
65. Perasaan Bersalah
66
66. Tamu yang tak diharapkan
67
67. Show you
68
68. Gara-gara kamu!
69
69. Tiba
70
70. Rencana
71
71. Memetik strawberry
72
72. Tidak disangka
73
73. Perhatian Nenek
74
74. Kembali ke kota
75
75. Kondisi
76
76. Serba Salah
77
77. Menyampaikan undangan
78
78. Mendadak pias
79
79. Murka
80
80. Sebuah janji
81
81. Sahabat lama
82
82. Memanfaatkan
83
83. Kritis
84
84. Disalahkan (lagi)
85
85. Teguran
86
86. Happily ever After
87
PROMO

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!