Sengatan rasa sakit menerjang tanpa permisi menghentikan segala upaya pemberontakan yang hendak kulakukan. Aku mengatur napas mempertahankan ritmenya agar terlihat normal. Dreas masih memfokuskan pandangan ke depan berjalan tanpa merasa keberatan walau sedang menggendongku.
Meluruskan pandangan ke atas perak pucat bulan bersinar cerah, sangat indah tapi juga terlihat begitu dingin. Seolah ia membentengi diri dalam es agar kegelapan tak mencapai dirinya.
Perasaan ngilu aneh mendadak membalut sekujur tubuhku. Itu bukan datang dari angin yang berhembus tapi lebih dalam dari itu. Di suatu tempat jauh di dalam hatiku situasi ini serasa devaju.
Bulan pucat bersinar dingin. Rasa sakit konstan yang mengaliri diri. Sepasang lengan hangat yang melingkari. Di mana itu terasa begitu familiar sekaligus menyesakkan. Rasanya aku ingin menangis oleh sesuatu yang tak kupahami dari mana asalnya.
"Dreas, mengapa bulan disebut sang penguasa malam?"
"Karena ia adalah satu-satunya bunga yang mampu mekar dalam kegelapan."
Balasannya datang sangat cepat dan lagi-lagi terasa ganjil.
"Mengapa dia begitu terlihat dingin?" Terlihat begitu kesepian seolah tak berjiwa.
"Karena ia tumbuh dan bersinar dalam kegelapan. Tidak peduli seberapa cantik dirinya hanya kegelapan yang terus bersamanya."
Itu menyakitkan, seakan dia diciptakan untuk sang kegelapan itu sendiri. Dia bukanlah apa-apa jika tanpa sang kegelapan.
"Ironis sekali."
Semua orang membenci kegelapan dan memuja sang bulan tanpa menyadari bahwa berkat kepekatannya lah perak pucat itu bisa terlihat begitu mengagumkan.
"Waktu mekar sempurnanya hanya tiga malam dan setelah itu ia akan perlahan menghilang."
Suara Dreas lemah membawa perasaan sentimental yang membuat air mata ingin keluar. Rambut cokelat liarnya bergerak kecil tersapu angin.
"Tapi dia selalu terlahir lagi dalam wujud baru," kataku merasa tak nyaman dengan pembicaraan dalam ini. " Tak peduli betapa banyak namanya berganti tapi jiwa yang mengisinya tetap sama bukan? Ia tetap sang bulan itu."
Dreas menunduk menatapku dengan sorot sendu yang dalam. Tampak ia seperti tengah menahan sesuatu yang begitu berat.
"Yah, dia tetap sang bulan itu."
Hari boleh berganti pun tahun tapi sang bulan tetap di sana. Sendirian dalam kegelapan tak berujungnya.
"Oh, betapa mengharukan pembicaraan itu." Kaden bersidekap menyeringai kepada kami." Kita hampir sampai di perbatasan. Dreas kenakan jubahmu dan kau, tidur, atau pura-puralah tidur."
Aku mengerenyit mendengar instruksi tiba-tibanya. Atas dasar apa aku harus melakukan itu?
"Karena kita akan bertemu yang lain, atau kau ingin diintrogasi lagi?"
Pilihan yang diajukan Kaden sama-sama merugikan dan bagusnya tak bisa dihindarkan. Apakah dia benar-benar si tuan pintar?
Baiklah, kesampingkan masalah itu dulu, prioritas sekarang mengumpulkan informasi.
"Jadi, aku akan selamat jika pura-pura tidur begitu?"
"Yah, setidaknya kau tidak akan mengalami hal merepotkan."
"Baiklah!"
Tidak sulit, selain itu aku memang lelah. Sengatan rasa sakitnya sudah menjalar ke mana-mana sekarang. Seperti seluruh tubuhku disengat jutaan kawanan lebah.
Tak lama kemudian suara berisik rerumputan yang terinjak terdengar. Aku menegang kaku saat seseorang yang baru saja bergabung itu berbicara.
"Kalian terlambat." Suaranya kasar nyaris menggeram. Siapapun orang itu jelas sedang menahan kekesalan.
"Sesuatu yang tak terduga terjadi dan kami agak kesulitan mengatasinya." Suara kalem Kaden mengalun tenang. "Bagaimana situasinya?"
"Seperti yang diharapkan dari sang penghancur. Seluruh Pack jatuh dalam kekacauan tapi yang paling dirugikan adalah red eclipse pack. Sekolah mereka di serang dan praktisnya seluruh anak terluka."
Aku mengatur tubuh mempertahankan keadaan serileks mungkin, nyaris gagal menahan lonjakan perasaan yang perlahan merayap saat berita itu sampai ke telinga. Sekolahku, teman-temanku, Grace, Floren? Bagaimana nasib mereka?
Kekhawatiran yang melanda tampaknya lebih mendominasi daripada tusukan sakit lebah yang datang. Aku tidak tahu berapa lama ini akan bertahan. Mulutku sudah sangat gatal ingin mengatakan sesuatu.
"Yah, kami menemukan sala satunya di hutan."
Tubuhku serasa melayang dalam waktu bersamaan dengan saat Dreas berbicara. Kupikir ia sedang mengambil resiko mengekspos diriku agar tidak terlalu mencurigakan.
"Kelihatannya dia beruntung." Suara yang berbicara semuanya familiar tapi yang satu ini serasa sangat dekat. Kapan aku pernah mendengar nada yang sama?
"Atau tidak," Suara lain menimpali.
Setelahnya kurasakan beberapa hawa panas dari sisi lain tubuh Dreas. Itu pasti milik orang-orang yang mendekat.
"Dia sangat pucat dan berkeringat."
Aku nyaris tidak menyadari penampilanku sendiri tapi sepertinya memang demikian. Rasa sakit yang tajam memukul bagian kepalaku hingga sulit untuk mendengar pembicaraan mereka selanjutnya.
Aku berusaha semampunya untuk menjernihkan pikiran fokus mendengarkan informasi tapi tubuhku terlanjur diperbudak oleh rasa sakit. Sial padahal aku harus mengumpulkan informasi.
.
Kali ini aku terbangun oleh angin dingin yang begitu mengigit. Aku belum terbiasa dengan suasana suram penjara labirin dan terus merasa was-was.
Sudah beberapa hari aku di sini, di tinggalkan tanpa penjelasan. Para anggota GUARDIAN itu sendiri seakan hilang ditelan alam. Satu-satunya orang yang berinteraksi denganku adalah seorang tabib tua yang bertugas memantau pengobatanku. Ia akan datang pada waktu tertentu. Sulit untuk menentukan apakah itu pagi atau malam karena aku bahkan tidak bisa melihat matahari.
Mimpi buruk masih setia berdatangan memberiku kisah-kisah asing yang terasa akrab. Semalam adalah tentang pertempuran dan perpisahan sepasang kekasih, saat kusadari aku terbangun dengan mata sembab.
"Waktunya minum obat."
Tabib tua ini tidak pernah absen memberi senyum selepas menyerahkan obat. Ia hanya berbicara seadanya tanpa pernah menjawab ketika aku bertanya.
Kebiasaan lain yang kuperhatikan, ia tak akan berhenti menatapku sampai ramuan herbal pahit ini dipastikan masuk ke perutku. Ia dengan kesabaran mengagumkan plus menjengkelkan itu akan setia menunggu.
"Sampai kapan aku akan dikurung di sini?"
Tau bahwa itu sia-sia, tapi aku terus mengulangi hal sama. Aku bosan tanpa bisa melakukan apapun selain menikmatinya.
"Kau akan pergi dalam waktu dekat." Ini adalah kali pertama ia menjawab.
"Kapan itu tepatnya?"
Ketidaksabaran telah mengikis rasa sopan santunku. Aku bersumpah akan menerobos keluar detik ini juga jika saja tidak ada WARRIOR yang berjaga.
"Bersabarlah."
Setelah satu kata singkat itu dia keluar dan Cell labirin kembali terkunci rapat. Bunyi deritannya sangat menyebalkan seolah ia sedang mengejek kesengsaraanku.
Baiklah, tidak seperti hari pertama saat bangun, saat ini aku sudah sepenuhnya memiliki tenaga. Aku sudah memiliki beberapa rencana dan cukup kuat untuk melaksanakannya. Masalahnya hanya tinggal kesempatan.
Aku sedang bersemangat dengan semua pikiranku saat pintu kembali terbuka. Kali ini tamu tak terduga datang.
"Hai, penyusup kecil."
Lihat siapa yang datang. Si ROUGE/GUARDIAN berkemampuan menyebalkan, Kaden.
"Kau sudah sehat tampaknya." Ia menyandar santai tidak lagi menutupi wajahnya.
"Sudah berani unjuk wajah rupanya." Suaraku tidak sesinis seharusnya dan itu agak menyebalkan. "Sekarang jelaskan mengapa aku di kurung di sini. Aku tidak ingat sudah melakukan pelanggaran."
"Karena suatu asalan." Keningnya berkerut. "Omong-omong kau tidak berniat mengigit atau mencakarku begitu?"
Meski memiliki banyak alasan untuk melakukannya tapi aku memilih untuk tidak. Kupikir tidak ada gunanya meluapkan emosi dengan cara itu.
"Yah, aku ingin sekali, tapi aku lebih senang jika kau memberiku penjelasan dan melepaskanku dari ini."
"Kau benar-benar terkendali," gumamnya membuatku bingung. "Ikuti aku, ada sesuatu yang harus kau lihat."
Kaden membawaku melintasi lorong sama untuk kedua kalinya. Rasanya nostalgia dengan moment buruk, jika ada yang membuat berbeda itu adalah penghuni cellnya. Saat pertama kali Cell di kedua sisi masih kosong tapi sekarang ...
"Rome?" kataku tak yakin, kegelapan ini bisa jadi telah menyebabkan halusinasi, mana ...
"Itu bukan halusinasi. Ia memang sala satu dari murid yang berasal dari sekolahmu."
Aku melemparkan pandangan kau serius kepada Kaden sesaat lalu melangkah lebih dekat.
"Apa yang terjadi? Mengapa kalian memperlakukannya begitu?"
Rome terikat rantai terduduk dalam kondisi menyedihkan. Dalam nyala obor api sulit mengenali dengan pasti tapi kupikir cairan lengket di rambutnya itu darah. Luka sobek di beberapa bagian kulit yang terlihat memperkuat pikiran itu.
"Kau akan tahu nanti." Kaden menutup pembicaraan.
Kami berjalan lagi sampai Seberkas cahaya menusuk mataku membuat silau, aku perlu beberapa saat untuk beradaptasi. Kaden sendiri berdiri di depanku sebagai pembatas. Yang pertama terlihat adalah tenda-tenda darurat berwarna abu-abu pudar, WARRIOR yang berlalu larang dan para tabib.
"Ini ..."
"Tempat penampungan bagi mereka yang terkena racun makhluk jahat itu."
"Maksudmu yang menyerang kita kemarin?"
Samar pembicaraan mereka sebelum kegelapan total mengambilku kembali terngiang. Beberapa yang tertangkap saat itu penyerangan, sekolah dan ... Mataku melebar.
"Kaden ..."
"Yah, tepat seperti dugaanmu. Teman-temanmu, semua yang terkena serangan menjadi liar. Mereka menyerang siapapun tanpa pandang bulu. Para Alpha kemudian sepakat membuat tempat penampungan ini sebagai upaya pencegahan."
"Separah itu? Kukira itu cuma sekadar serangan biasa."
"Makhluk kemarin bukan ROUGE biasa, Azu. Mereka dark ROUGE ..." Jedah oleh helaan napas berat. "Pasukan sang penghancur."
Perasaan dingin aneh mengaliri sepanjang tulang belakangku membuatku menggigil.
Aku pernah mendengar kisahnya di buku sejarah, sang penghancur. Dia yang memulai perang dua ribu tahun lalu. Seseorang yang meluluhlantakan benua dalam satu serangan menyeret seluruh ras dalam kekacauan besar.
"Mengapa? Mengapa dia muncul lagi sekarang? Kukira makhluk itu sudah lenyap saat perang suci."
Sebuah senyum terbit di wajah Kaden. Senyuman tragis yang menyimpan kesedihan.
"Sejarah hanya mencatat intinya tanpa benar-benar mengetahui detailnya." Suara lemah Kaden membuatku merasa takut entah karena apa. "Dark ROUGE tidak akan pernah lenyap jika akar utamanya tidak dihancurkan."
"Sepertinya ini lebih buruk dari yang terlihat."
Mereka tidak mungkin muncul begitu saja setelah ribuan tahun. Pasti ada sesuatu yang mendalangi ini semua dan memikirkan kemungkinan apa itu membuat bulu kudukku merinding.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments