Setelah meninggalkan penjara labirin kami langsung menuju rumah. Jaxon tidak mengatakan apapun di sepanjang jalan membuatku dilanda kegelisahan besar. Baik, dia tipe jarang berbicara jadi sesungguhnya perilaku itu adalah biasa. Namun jika kita mengaitkan dengan kejadian beberapa waktu lalu rasanya ... Mendebarkan. Seolah sesuatu akan datang, menakutkan, situasi ini menakutkan.
Bagaimana aku bisa selamat nanti? Aku terus dihantui kekhawatiran di sepanjang waktu bahkan ketika halaman rumah terlihat. Mom menyambut hangat bertanya mengapa kami sangat terlambat, tapi Jaxon membalas seadanya, tidak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda akan membuka masalah yang menimpaku.
Besok paginya juga sama, ia bersikap tenang, seakan kemarin malam bukanlah apa-apa.
"Makanlah, tidak baik membiarkan kerja keras Mom menjadi sia-sia."
Ia sempat menegurku, setelahnya pamit, bahwa ia akan bertugas kembali. Aku mencatat sikap tak biasa Jaxon ini sebagai yang pertama.
Apakah ini berhubungan dengan pembicaraan kecilnya bersama para GUARDIAN kemarin? Kepalaku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tak terjawab membuat pusing.
Lebih buruk, sekarang entah bagaimana secara berkala, aku mendapati wajah familiar yang membuat naik darah. Mulanya kupikir itu halusinasi, maksudku ROUGE mana yang bisa berkeliaran bebas tanpa ketahuan WARRIOR.
Namun ketika itu terjadi di berbagai tempat dengan tampilan berbeda di setiap waktu sepertinya itu bukan lagi hanya sekadar fantasy. Contohnya sekarang, aku melihat wajah itu, si ROUGE bermata gelap. Ia menyandar santai di sala satu pohon di belakang sekolah matanya mengawasiku, kurasa.
Aku bisa saja bersikap seolah-olah tidak menyadarinya, beraktifitas sebagaimana biasanya. Namun itu berisiko, bagaimana jika ia melakukan hal buruk pada sekolah dan orang-orang tak bersalah akan terlibat di sini. Aku tidak bisa bersikap seakan tak ada hubungannya jika sesuatu terjadi karena ulahnya.
Sekali lagi, kepala malangku diberi beban pikiran berat. Apa yang bisa kuperbuat untuk mengatasi situasi ini? Baiklah, kirimkan saja pandangan permusuhan sekalian aku mengingatkan dia bahwa ia punya hutang pukulan yang mesti di bayar.
Namun itu sebuah kesalahan, kesalahan besar, ia merespon lebih cepat dengan cara membahayakan, khususnya buat jantungku.
Oh, sial, bagaimana ia bisa semenawan itu saat menyeringai? Dan tatapan matanya, sangat berbahaya, terakhir kali aku beradu tatap dalam waktu lama, paru-paruku tak diberi kesempatan untuk menarik napas barang sedetikpun.
Bibirnya pun sama, beracun, menatapnya hanya akan membuat otakku berpikiran yang aneh-aneh dalam konteks dewasa. Apalagi kalau dia tengah menampilkan seringai sexy yang membuat semua saraf dalam tubuhku melemah seperti tidak mendapat asupan makanan selama seminggu.
Tubuh tegap berotot tapi ramping miliknya, sial! Sulit sekali menahan mata untuk tidak menjelajah. Walaupun aku selalu bilang akan memotong tubuhnya lalu membagikannya ke ikan hiu. Namun sebenarnya aku kesulitan menahan keinginan kuat untuk segera berlari dan melompat kedalam pelukannya. Membayangkan bagaimana hangat dan nyamannya tubuh tegap itu membuat bulu kudukku berdiri meremang. Bukan karena takut, tapi karena terlalu senang.
Wajahnya, otak bodoh, berhenti mengabsen setiap inci tubuhnya. Aku meringis merasakan tanganku gatal, ingin sekali rasanya aku menyentuh, mengusap dan ... Pokoknya melakukan apa saja terhadap wajah indah yang di balut aura liar itu. Ah, sial.
Aku cemberut menyadari kegoyahan di dalam hati. Hei, dia sudah diputus sebagai musuh, tidak seharusnya aku terpesona.
Namun seluruh anggota tubuh kecuali pikiran memilih berkhianat, ia secara aktif merespon sebaliknya dari keinginan pikiran. Ah! Ini buruk, cukup di alam fantasy saja ia menginvasi, jangan saat di kenyataan.
Aku meringis ingin menjedotkan kepala ke sesuatu agar bisa sadar. Jangan terpesona oke, tolong bekerja samalah. Aku nyaris menangis ketika sudut terdalam hatiku menolak dengan cepat. Ia sangat mempesona tapi aku membencinya di saat bersamaan. Ah, dilema mengerikan, mengapa ia harus memberiku sensasi ini?
Aku ingin mengajukan protes pada orangnya langsung, tapi aku terlalu takut. Takut jika yang terjadi melenceng dari seharusnya.
"Dasar pengacau."
Jarak kami memang cukup jauh, tapi entah bagaimana dia bisa mendengar kata-kataku kalau tidak ia tidak akan bereaksi seperti itu. Tubuhnya berdiri tegak dan bibirnya bergerak pelan.
Kalau aku tidak salah yang dia ucapkan itu adalah awas di belakangmu. Keningku berkerut bingung. Memangnya ada apa di belakangku? Oh! Aku tau dia mau menakut-nakutiku lagi, sayang sekali aku tidak ...
"Hmmmm!!!"
Deheman bernada dingin dari arah belakangku membuatku terdiam dengan tubuh tegang. Aku mengenal suara dingin itu dengan sangat baik. Dengan gerakan slow motion aku menoleh. Dan benarkan kataku suara itu milik...
"Selamat pagi Mrs. Sellin," ujarku dengan cengiran masam.
Mrs. Sellin berdiri berkacak pinggang melotot kearahku. Aku mengusap tengkuk ngeri, bayangan akan hukuman aneh yang akan kuterima selanjutnya tiba-tiba terlintas di benakku.
"Aku rasa kau tidak tuli ..." aku meneguk ludah bersiap menerima ocehan panjangnya, pedas, plus aneh darinya. "... Bukankah Mr. Arthur menyuruhmu berlari keliling lapangan lima puluh kali?"
Aku mengangguk. Matanya semakin melotot tajam seakan hendak melobangi kepalaku.
"Lalu siapa yang menyuruhmu berhenti." Suaranya mendesis bak hewan bersisik yang berjalan menggunakan perut.
Aku penasaran bagaimana Mrs. Sellin bisa menebak dengan tepat kalau tadi Mr. Arthur memintaku berlari keliling lapangan sebanyak lima puluh kali. Apa dia menguping? Tapi masah sih, memangnya dia tidak punya pekerjaan lain apa? Dasar aneh cibirku.
"Aku lelah," ujarku. Memasang tampang meyedihkan.
Yah, aku lelah. Lelah karena tidak bisa menghilangkan ROUGE bermata gelap itu dari pikiranku. Semua metode sudah ku coba, mulai dari melakukan ritual aneh yang di sarankan bibi Arella sampai meminta ramuan amnesia dari nenek. Aku ingin muntah mengingat bagaimana rasa ramuan nenek yang tercecap di lidahku waktu itu. Namun tidak ada hasilnya. Buktinya aku masih ada tidak bisa menghilangkan dia dari pikiranku.
Dan untuk alasan itu pula aku ada di sini sekarang. Menjalani hukuman dari Mr. Arthur gara-gara terlambat masuk kelas.
"Tidak ada yang memintamu berhenti," ujarnya sadis. "sekarang, L-A-R-I." lanjutnya dengan penekanan kata 'lari' lengkap dengan tatapan tajamnya.
Huh! Menyebalkan.
"Istirahat sebentar," pintaku setengah memelas. "Tinggal tiga putaran lagi, jadi slow aja."
Mrs. Sellin makin melotot kurasa bola matanya sebentar lagi akan keluar dari rongga matanya. Mrs. Sellin membuka mulut bersiap memuntahkan segala ocehan panjangnya, tapi sebelum itu terjadi, dewi bulan sudah lebih dulu menyelamatkanku dengan membunyikan lonceng malaikatnya.
Aku hampir saja melompat-lompat girang saat lonceng akhirnya berbunyi dengan lengkingannya yang biasanya memekakkan telinga. Namun sekarang terdengar bak alunan lagu pengantar tidurkku. Aku menatap Mrs. Sellin yang tengah menampilkan ekspresi geram.
"Hukumannya di tunda sampai besok," ujarku nyengir, langsung kabur begitu saja.
Aku menyempatkan diri melirik kearah ROUGE bermata gelap itu dan dia masih di sana. Berdiri dengan wajah datarnya, walaupun begitu aku bisa melihat sinar geli di mata gelapnya. Tak diragukan lagi dia pasti tengah tertawa senang melihat bagaimana tadi aku dihukum.
Dasar ROUGE sialan!! Cibirku, lantas menjulurkan lidah sembari berlari menjauh.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Dwi Sulistyaningsih
ekhem, ada hubungan apa Azu dengan Rouge.
2023-01-25
2