Setidaknya itulah yang kuperkiraan. Belajar dari pengalaman selama ini, MISS. Sellin tidak pernah melewatkan kesempatan untuk memberikan hukuman pada anak-anak yang melakukan pelangggaran bahkan jika itu untuk sesuatu yang sepeleh, dan perkelahian disertai pengrusakan property kelas itu masuk pelanggaran kelas berat. Namun kekhawatiranku tampaknya agak berlebihan kali ini atau memang MISS. Sellin sedang salah makan hingga otaknya mengalami masalah. Alih-alih hukuman yang kami dapatkan hanyalah kediamannya. Maksudku ia masih melotot dan aura kemarahan masih memenuhi udara disekitarnya tapi cuma, sanggat janggal.
“Apa yang terjadi?” Flo berbisik sepelan yang ia bisa, menggendikkan bahu pada MISS. Sellin yang bertingkah tidak biasa. “Dia kerasukan apa?”
“Kenapa tidak coba tanya sendiri?” Godaku.”Kau kan ratu informasi.”
Floren melayangkan pelototan ganas dan wajahnya memasang ekpresi : kau sudah gila dan sebangsanya padaku.
“Aku hanya menyarankan.”
Namun tingkahnya hari ini sangat tidak biasa, bukan hanya MISS. Sellin tapi semua orang dewasa. Apa ini ada hubungannya dengan ROUGE dan sector utara yang terkena serangan mendadak ya?
Ketika akhirnya MISS. Sellin mendapatakan suaranya lagi, ia memerintahkan kami untuk mengungsi ke kelas sebelah yang saat ini tengah kosong karena kebetulan para penghuninya tengah menjalani sesi pelajaran lapangan. Tak lupa juga ia memerintahkan Brian dan Rome yang bertanggung jawab atas kekacauan untuk merapikan kelas saat jam istirahat sebagai hukuman.
Tingkah tak biasa MISS. Sellin rupanya terus berlanjut hingga jam pelajaran dimulai. Setelah menyuruh Brian untuk membacakan sejarah ZAMAN PERMULAAN, ia duduk diam sambil termenung, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
‘Setelah perang darah dua ribu tahun lalu yang memakan banyak korban. Para shifter yang selama ini selalu hidup dalam baaing-bayang dan menjadi bagian dari eksesistensi yang diangga budak. Kaum Werewolf akhirnya menancapkan taring mereka di muka bumi dan itulah awal dari ZAMAN PERMULAAN.”
Brian mengucapka setiap bait kata yang tertera di buku dengan lantang dan hikmat. Tampak itu seperti datang dari jiwanya dan nada-nada bagian akhir yang penuh dengan kebanggaan. Seakan pembantaian beberapa tahun silam itu hanya sekedar pembersihan kuman yang menenmpel pada tanaman. Tidak heran mengapa perangai para shifter muda sekarang mudah tersulut emosi dan selalu menyelesaikan segala sesuatunya dengan kekerasan.
Entah kenapa itu benar-benar menyedihkan untuk didengar ?" Grace berbisik, bola matanya bergulir cepat antara menatapku dan mewaspadai MISS. Sellin di depan kelas.
"Apanya?"
Masih mengawasi Brian yang mulai memasuki bab baru buku sejarah, aku balas melirik Grace.
"Pendahulu, nenek moyang kita yang merevolusi peradapan dari cengkraman para ras lain, terutama manusia. Mereka menyedihkan karena butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa merebutnya. Kau mengerti, kan maksudku."
Aku bisa mentoleransi alasan jika itu ras lain yang sama-sama punya kemampuan, tapi manusia? Yang benar saja. Dikatakan jika para manusia itu tidak lebih baik dari para burung, maksudnya secara fisik mereka lemah dan mudah untuk dihancurkan. Walau aku belum pernah bertemu dengan mereka secara langsung tapi entah bagaimana ketidaksetujuan hinggap begitu saja di benakku. Alasannya? Sederhana pikirkan saja berapa lama waktu yang mereka habiskan ketika menguasai dunia.
Jika memang selemah itu , sampai-sampai anak Werewolf berumur lima tahun pun bisa menghancurkan mereka dengan satu serangan. Kenapa mereka bisa bertahan berabad-abad lamanya? Dan sebaliknya makhluk seperti kami yang katanya punya kemampuan fisik superior ini yang harus hidup di dalam bayang-bayang. Itu benar-benar terdengar dipaksaan untuk menganggap mereka inferior.
"Yah, mereka tidak sendirian omong-omong," kataku. Ada ras lain yang tidak pernah dituliskan namanya dalam buku sejarah yang terlibat. "Nah, berbahagialah karena kau tidak hidup di zaman itu. Jika iya, kita tidak hanya kesulitan untuk keluar dari area pack. Kita mungkin akan selamanya tinggal di selokan bau yang sempit dan menjadi lupa akan warna kita sendiri. "
"Ugh!" Grace menampilkan wajah nelangsa berlebihan. Tampak seperti ia tengah membayangkan sesuatu yang menyedihkan dalam kepalanya.
"Jangan dipikirkan, semua sudah berlalu."
Aku menepuk pundaknya ringan sebagai upaya memberi semangat yang tampaknya gagal total. Sekarang para manusia sudah menghilang sepenuhnya dan ras lain itu tinggal di sisi lain benua yang terpisah oleh lautan. Jika ada musuh yang perlu di waspadai itu hanya para Rouge.
Grace masih memasang ekspresi serupa kendati sekarang pelajaran lapangan sedang berlangsung. Mukanya mengerut bermenit-menit sampai-sampai jadi ledekan anak laki-laki yang melihatnya.
"Bisakah, kau melakukan sesuatu dengan itu?" Floren menyikut pinggangku, melemparkan tatapan khawatir pada Grace. "Aku tidak yakin, tapi serahkan saja padaku. Kurasa cara itu bisa berhasil."
Grace hanya bersemangat saat pelatihan fisik, -aka bertarung, ia yang sedang berjuang untuk melampaui para Warrior dan tidak pernah sekalipun akan melewatkan kesempatan untuk melatih ketangkasan bela dirinya. Meskipun hanya sekedar latihan dasar biasa. Yah, walau dalam praktiknya nanti berarti aku harus mengorbankan diri.
"Kalau begitu, semoga beruntung. Aku akan pergi sebentar, jika Mr. Robbet bertanya usahakan untuk mengatakan sesuatu yang meyakinkan supaya dia tidak curiga kalau aku ketahuan keluar dari ruang medis, oke."
Floren tidak memberiku kesempatan untuk menjawab ataupun memutuskan. Ia berlari begitu saja dengan kecepatan mengagumkan. Bagaimana dia bisa begitu gesit jika urusan melarikan diri? Tapi sudahlah, itu bukan prioritas utama untuk dipikirkan sekarang. Graceku yang manis dan malang tengah menunggu di sana untuk di selamatkan.
"Grace bisa bantu aku dengan gerakan dasar? Aku sudah hapal beberapa, tapi jika tidak dipraktekkan langsung, rasanya sia-sia. Aku tidak bisa mengukur apakah sudah mengalami perkembangan atau tidak."
Seperti dugaanku, Grace merespon, walau lebih lambat dari biasanya, tapi itupun tidak masalah. Lebih baik dia melakukan sesuatu dibanding diam mengerikan seperti tadi.
“Oke, aku menyerah! Jangan pukul lagi."
Kepalaku berdenyut tanpa Jedah, disertai rasa pusing mengganggu. Posisiku sekarang tengkurap di rerumputan dengan menyedihkan. Sekujur tubuhku berantakan dengan memar nyaris di semua sisi. Aku yakin malam ini tidak akan mendapatkan tidur tenang. Terima kasih pada Grace yang melabeli dirinya sendiri sebagai sahabat baikku, tapi tanpa perasaan sama sekali mematahkan tulang belulangku. Itu pun kalau aku punya tulang di balik daging-daging tipis ini. Sejujurnya itu sangat meragukan.
"Kau tidak akan lolos ujian warrior kalau terus seperti ini."
Grace menghela napas dramatis, menatapku dengan percampuran rasa lelah dan kesal. Ia selangkah mendekat membayangiku dari sengatan ultra violet yang hari ini sangat panas.
"Tidak apa-apa. Menjadi bagian dari pagar penahan itu tidak cocok untukku."
Dengan fisik lembek seperti ini, dipikir aku bakal lolos? Jelas tidak, bahkan tanpa Grace memberitahu pun, aku sudah menyadarinya sejak dulu. Warrior bukan hanya sekedar pagar pembatas, mereka adalah ujung tombak kedamaian bagi seluruh Pack. Jika di isi dengan makhluk-makhluk tidak kompeten macam diriku, bisa di pastikan bangsa ini akan musnah dalam satu jam. Bahkan bila aku memiliki beberapa orang yang aku tidak ingin berada di dunia yang sama dengan mereka dan bahagia bila mereka lenyap. Aku masih tidak tega membiarkan mereka yang tidak ada hubungannya ikut terkena dampaknya dan lagi akan menjadi sangat tidak tahu terima kasih pada leluhur jika membiarkan kebebebasan yang mereka raih dengan darah musna begitu saja.
"Paling tidak, tingkatkan semangatmu, kalau masih mau bernapas lebih lama. Kita tak tau kapan akan bertemu ROUGE kan."
"Seperti mereka akan mencapai tempat ini saja."
Sekolah ini bukan hanya di atas bukit yang curam, tetepi juga terletak di jantung utama Pack, di sektor segitiga emas, tempat paling aman dan terlindungi. Butuh setidaknya menghancurkan lima garis pertahanan para WARRIOR dari masing-masing Pack yang mengelilinginya untuk mencapainya. Bahkan ROUGE kelas paling ganas pun akan sulit untuk memasukinya. Sejauh aku hidup belum sekalipun para ROUGE sampai ke tempat ini. Kelompok paling ganas pun hanya sampai pada pertahanan ketiga, itupun harus bersusah payah. Belum lagi para GUARDIAN yang menjadi kekuatan di balik bayang-bayang.
"Persiapan matang adalah pertahanan diri paling sempurna."
"Yah, yah." Aku berdiri malas. Enggan menanggapi omongan Grace, jika sudah berurusan dengan bela diri ia akan menjadi sangat keras kepala. "Berhenti mengoceh, aku butuh telinga sehatku untuk MISS. Sellin."
Memikirkan apa yang akan kuhadapi setelah ini membuat bukan hanya tubuhku yang merintih oleh rasa sakit, tapi otakku juga. Untuk sesaat godaan melanggar perintah melayang dalam benakku, tapi kuhalau dengan cepat. Aku tidak bisa mempertaruhkan masa depanku, terlalu berisiko.
"Kenapa tidak berhenti saja?"
"Kau sudah menanyakan itu dari sejak empat bulan lalu dan jawabannya akan tetap sama. Aku butuh jabatan pesuruh kelas untuk bisa meninggalkan sekolah dengan baik."
Aku buruk dalam kegiatan fisik, yang mana bagi makhluk seperti kami adalah kesuraman, karena itu aku harus memiliki sesuatu untuk masa depan. Paling tidak dengan otakku dan sikap baik, misalnya.
Mengabaikan Grace yang perlahan berjalan ke arah sebaliknya, aku mulai mendekati gedung utama yang jadi tempat berkumpul para pelatih. Bangunan serba hitam dengan beberapa tanaman rambat di sekitarnya itu memberi kesan tidak sinkron seperti biasa sense pewarnaanya sangat unik sampai-sampai menjadi olok-olokan para siswa. Aku selalu bertanya-tanya mengapa mereka masih mempertahankan model yang sudah kuno begitu. Menghargai peninggalan masa lalu itu sah-sah saja, tapi tidak berarti itu harus menyakiti mata para siswa yang memandangnya setiap hari begini.
Setelah merapikan diri seadanya, secepat yang kubisa, aku mengetuk pintu sebagai tanda sopan santun, dan mulai mengembangkan senyum.
"Selamat siang, Miss Sellin. Aku datang untuk tugas berikutnya."
Aku sudah mempersiapkan diri untuk semua balasan kelewat kreatif Miss Sellin, bahkan sudah melatih kegesitan fisik sebagai antisipasi. Namun apa yang kuharapkan tidak pernah datang, alih-alih balasan dari Miss Sellin yang kuterima hanya kekosongan. Ruangan utama yang biasanya ramai oleh para pelatih itu kosong.
Apa yang sedang terjadi di sini? Berhubung tidak akan ada yang memberiku jawaban untuk pertanyaan itu. Aku memutuskan untuk mencari tahu, sekalian mengistirahatkan diri, kurasa duduk sebentar tidak masalah. Bukan aku yang terlambat di sini.
Tepat ketika punggungku akan menyentuh dudukan bangku, sesuatu dengan sangat cepat melintas dari arah luar gedung. Terlalu cepat sampai-sampai kupikir hanya halusinasi. Mungkin hanya perasaanku saja, pikirku melongokkan kepala ke luar jendela. Seharusnya aku mengabaikannya saja, tapi rasa penasaranku sayangnya keluar sebagai pemenang setelah bertempur sengit selama beberapa detik tadi. Lagipula tidak ada tanda-tanda MISS. Sellin akan segera datang. Jadi kuputuskan untuk keluar mengikuti insting dan menuju ke hutan di belakang sekolah.
Ketakutan perlahan mulai mengambil rasa penasaran bodoh yang menuntunku menejelajahi hutan ketika perjuanganku hanya menghasilkan sebuah kesia-sian. Selain mencederai harga didriku sendiri yang menganut paham enggan membuang tenaga percuma, tubuhku pun mulai menunjukkan tanda- tanda lelah. Aku kehilangan arah dan insting bodoh ini sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menemukan jalan kembali. Setelah semua ini, aku hanya punya dua pilihan ekstrim untuk bertahan. Menunggu sampai seseorang menemukanku atau berusaha menemukan jalan keluar sendiri dan keduanya sama-sama akan menyengsarakanku. Jika mom atau Jaxon tahu perbuatan bodoh in, aku yakin mereka akan memberiku hukuman kurungan sebulan penuh. Bagaimana aku bisa begitu ceroboh? Aku baru akan memulai fase melankolis saat tiba-tiba suara teman sekelasku terdengar.
“Sedang apa kau di sini?”
Aku terlonjak kaget dan gagal menahan pekikan. Nyaris saja potongan dahan kayu yang sedari tadi kupegang kelempar ke arah Brian, ia datang dari kedalaman hutan. Ekpresinya berkerut saat menemukanku.
“Kau beruntung tanganku memiliki pengendalian hebat, jika tidak kelapamu pasti sudah bocor,” kataku menikmati aliran perasaan lega di dalam dadaku.
Untuk pertama kalinya sejak aku mengenal Brian ketika berusia tujuh tahun, aku berterima kasih atas keberadaannya yang sudah hidup.
“Seperti aku tidak bisa menghindarinya saja.” Brian melempar cemoohan kasar. “ tapi apa yang coba kau lakukan di dalam hutan sendirian?”
Matanya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bersimpati, ia murni bertanya karena keterkejutan. Ia juga pasti tidak mengira akan bertemu denganku di sini.
“Aku mengejar sesuatu yang kupikir ada tapi rupanya cuma halusinasiku saja.”
Sebuah pengakuan memalukan yang pasti akan jadi bahan olok-olokan Brian di kedepannya. Bahkan sekarang saja aku sudah memiliki gambaran bagaimana Brian akan memanfaatkan situasi ini untuk menggangguku. Visi masa depan itu membuatku mual seketika. Aku tidak seharusnya memberikan moment semacam ini padanya, tapi situasiku sekarang tidak memberikan pilihan selain membiarkannya. Aku masih ingin pulang.
“Kau sendiri sedang apa?”
“Aku mengejar sesuatu tapi gagal.”
Aku nyaris gagal menahan kikikan geli, seorang Brian sang pembuat onar gagal? Floren pasti seang membagikannya sebagai gossip panas. Namun aku harus merelakan kesempatan itu dengan suka rela. Berhubung aku sangat membutuhkannya sebagai penuntun jalan, untuk hari ini saja, aku akan jadi gadis penurut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments