Indhira berjalan dengan langkah cepat di trotoar menuju sekolah setelah turun dari angkutan umum. Dia melirik arloji branded pemberian Papanya di hari ulang tahunnya seminggu sebelum Papanya meninggal. Hanya tersisa lima menit saja sebelum pintu gerbang ditutup, sementara jarak yang tersisa sekitar dua ratus meter untuk sampai ke gerbang sekolah.
Indhira mempercepat langkahnya agar dia bisa masuk ke sekolah. Peraturan di sekolah sangat ketat. Terlambat satu menit saja, alamat tidak bisa mengikuti pelajaran di mata pelajaran jam pertama.
Tin tin
" Ra, ayo cepat naik!"
Suara klakson motor sport dan suara Bagas terdengar meminta Indhira untuk naik ke atas motornya.
" Aku jalan saja, Bagas." Indhira sudah berjanji untuk mengurangi interaksi dengan Bagas. Dan dia harus mulai dari sekarang hingga akhirnya dia menolak tawaran Bagas ikut ke motor Bagas..
" Sebentar lagi bel bunyi, Ra. Cepat, deh! Jangan membuang waktu!" ujar Bagas kembali.
Indhira melirik ke arah Bagas tanpa menghentikan langkahnya Bukankah yang membuang waktu justru Bagas yang mengajaknya bicara? Itu keluhan Indhira dalam hati.
" Biar aku lari saja!" Indhira mengganti langkahnya menjadi berlari agar cepat sampai dan tidak terus dikejar oleh Bagas yang terus memaksanya untuk ikut.
Indhira mengatur nafasnya yang tersengal saat sampai di kelas. Membuat Rissa yang duduk sebangku denganku terlihat heran.
" Kenapa, Ra? Kupikir kamu tidak masuk lagi," tanya Rissa.
" Aku takut tidak kebagian pintu, Ris." Masih dengan tersengal Indhira menjawab pertanyaan Rissa.
" Kemarin kamu kenapa tidak berangkat, Ra?" tanya Rissa kembali.
" Aku kesiangan, Ris."
Indhira yakin, Rissa tidak akan percaya dengan alasan yang dia berikan. Karena selama ini dia termasuk rajin selalu bangun pagi dan tak pernah telat masuk sekolah.
" Tumben kamu kesiangan? Tidak biasanya kamu kesiangan begitu?"
Tepat seperti dugaannya, Rissa tidak mungkin percaya dengan alasan yang dia berikan kepadanya. Setelat apapun aku tidur sampai larut malam, sebelum Shubuh aku pasti sudah terjaga dari tidur.
" Kamu tidak datang sama Bagas, Ra?" Rissa menoleh ke arah pintu ruang kelas membuatku mengikut arah pandangan Rissa yang menatap ke arah pintu. Di mana terlihat Bagas yang muncul dan sedang mengarahkan pandangan padanya. Seketika itu juga Indhira memalingkan wajah tak ingin menatap Bagas lebih lama
" Kalian lagi marahan, Ra?" tanya Rissa menatap curiga.
Indhira menggelengkan kepala merespon pertanyaan Rissa sekaligus membantah anggapan jika dirinya dan Bagas sedang bertengkar. Sementara ekor matanya menangkap tubuh Bagas yang melintas di sampingnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Indhira menarik nafas yang terasa sesak. Dia tahu jika Bagas akan marah karena sikapnya tadi. Namun, dia harus menerima konsekuensi dari keputusan yang sudah dia ambil.
Saat jam istirahat
" Ra, aku kok' merasa ada yang aneh ya dengan hubungan kamu dengan Bagas hari ini? Tidak seperti biasanya."
Sepertinya Rissa masih penasaran dengan sikap Indhira dan juga Bagas yang sejak pagi hampir tidak bertegur sapa.
" Kami sudah putus, Ris." ucap Indhira lirih.
" Hahh? Apa??"
Suara Rissa terdengar dengan volume tinggi membuat beberapa orang di kantin sekolah menatap ke arah mereka.
" Sssttt, jangan berisik, Ris!" Indhira menegur Rissa yang telah membuat siswa lain menatap mereka dengan tatapan berbeda-beda.
" Serius, Ra?" tanya Rissa berbisik.
Indhira mengangguk pelan. Sebenarnya dia enggan juga membuat hatinya seakan remuk redam jika membahas hubungannya dengan Bagas. Namun, dia harus memberi penjelasan kepada Rissa agar sahabatnya itu tidak terus bertanya-tanya.
" Kenapa, Ra? Apa jangan-jangan kemarin kamu tidak berangkat sekolah karena masih sakit hati karena diputusin Bagas? Jadi waktu selesai pentas, Bagas bawa pulang kamu itu karena dia mau putusin kamu? Jahat banget, sih!" Rissa sibuk dengan dugaannya sendiri dan menuduh Bagas lah yang sudah memutuskan Indhira.
" Jangan menyalahkan Bagas, Ris. Aku nya saja yang cemburuan." Indhira berusaha menutupi apa yang terjadi. Indhira juga membela Bagas karena pada kenyataannya dia lah yang menginginkan hubungan kami berakhir.
" Waktu pentas kemarin, aku meninggalkan Bagas karena aku kesal melihat teman-teman mengejekku. Mengatakan aku tidak pantas untuk Bahas, karena itu pergi. Bagas meminta aku mengerti posisinya. Tapi, sepertinya aku tidak bisa, Ris. Aku tidak bermental baja dan kuat menghadapi orang-orang yang tidak menyukai hubungan kami." Dengan menahan tangis dia berusaha memberi alasan yang dapat diterima oleh Rissa.
Indhira dapat mendengar de sahan nafas Rissa. Dia yakin Rissa akan percaya dengan ceritanya kali ini. Karena sejak awal berpacaran dengan Bagas, Rissa sangat mengkhawatirkannya karena mempunyai seorang kekasih idola di sekolah mereka.
" Akhirnya apa yang aku khawatirkan terjadi juga, kan?" ucap Rissa merespon cerita Indhira.
" Tapi syukurlah jika kalian putus. Aku bukannya senang melihat teman sedih. Tapi, aku rasa kamu lebih baik putus dan menjalani hidup kamu seperti biasa sebelum menjadi pacar Bagas. Biar kamu lebih santai dan tidak ada beban."
Indhira tahu maksud Rissa baik. Dia juga tidak marah atau tersinggung dengan ucapan Rissa yang senang mengetahui dirinya putus dengan Bagas. Namun, Rissa tidak tahu jika hidup Indhira tidak seperti dulu lagi. Dia tidak bisa menganggap tidak pernah terjadi sesuatu antara dia dan Bagas. Bahkan untuk menatap wajah Bagas saja dia seperti kehilangan muka. Karena pria itu sudah pernah melihat tubuhnya. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa menjalankan hidup dengan santai? Sementara beban berat saat ini sedang dia rasakan karena peristiwa itu.
***
Hari ini terasa aneh bagi Bagas. Entah, rasanya ada yang hampa di hatinya karena Indhiria benar-benar menjauhinya. Bagas merasa benar-benar seperti orang yang sedang patah hati.
Dari lapangan basket Bagasdapat melihat Indhira yang sedang berbincang dengan Rissa. Ingin rasanya berlari menghampiri wanita.
" Si al, rasanya aku benar-benar merindukannya!" keluh Bagas dalam hati
Buugghhh
" Aaaakkhh ...!"
" Ya ampun, Bagas!"
Bagas merasakan bola basket mengenai kepalanya, membuatnya seketika meringis dan mengelus kepalanya yang terkena hanta man bola basket.
" Eh, sorry, Gas." Edwin yang melempar bola dan mengenai Bagas langsung mengatakan permohonan maafnya.
" Kamu melamun saja sih, Bro!" Benny menimpali, sepertinya Benny mengetahui jika saat ini Bagas tidak konsentrasi.
" Bagas, kamu tidak apa-apa?" Seorang wanita yang tadi berteriak menghampiri. " Kamu gimana sih, Win!? Main lempar bola seenaknya saja! Tidak lihat ada Bagas apa!?" Wanita yang tak lain adalah Crystal, siswi yang didaulat sebagai pelajar tercantik di sekolah ini dan juga adalah mantan kekasih Bagas kini memarahi Edwin dengan mendorong tubuh Edwin.
" Eh, kamu itu penonton tidak usah ikut campur! Duduk sana di tepi lapangan!" Edwin membentak Crystal karena perlakuan kasar Crystal tadi kepadanya.
" Iiihh, rese kamu!" balas Crystal. " Bagas, kamu tidak apa-apa? Mana yang tadi terkena bola? Pasti sakit, ya? Aku ambil obat dulu, ya!"
Bagas memperhatikan Crystal yang terlihat mengkhawatirkannya. Secara refleks Bagas menolehkan wajah ke arah kantin di mana Indhira berada. Dan di saat yang bersamaan, Indhira pun sedang menatap ke arahnya.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading.❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Wie Yanah
cie cie yg blm move on
2023-02-27
0
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
Bagas masih cinta sama Indira.dia tidak ingin putus dari Indira.
2023-01-25
0
Iffah ZA
🥺🤦🏻♀️
2023-01-21
1