Jawaban yang diberikan Tante Marta tidak membuat Bagas puas. Apalagi wanita itu terus saja menggerutu mengatakan hal yang buruk tentang Indhira. Rasanya ingin dia sumpal mulut Tante Marta agar tidak terus mengeluhkan soal Indhira.
Cerita yang Bagas dengar dari Indhira dan Tante Marta sangat bertentangan. Namun, tentu saja dia lebih percaya cerita Indhira. Karena dia dapat melihat dari bola mata kekasihnya itu. Tak ada kebohongan dari setiap perkataan yang diucapkan oleh wanita polos seperti Indhira. Berbeda dengan tantenya. Sikap Tante Marta saat ini saja sudah sangat bertolak belakang dengan sikapnya kemarin malam saat dirinya mengantar Indhira pulang ke rumahnya.
" Tan, apa aku boleh membangunkan Indhira?" Bagas memaksa ingin bertemu dengan Indhira. Bagas belum tenang sebelum melihat sendiri keadaan Indhira. Dan berinisiatif membangunkan Indhira, karena khawatir kejadian semalam membuat Indhira sakit.
" Oh, silahkan saja. Kamarnya di belakang." Tante Marta lalu mengantar Bagas sampai ke depan kamar Indhira.
***
" Ra, ini aku, Ra ...!"
Pendengar Indhira menangkap suara seseorang memanggil namanya. Namun, suara itu terdengar sayup-sayup di telinganya.
" Ra, bangun, Ra! Kamu tidak apa-apa, kan?"
Suara itu kembali terdengar, bahkan lebih jelas dari suara sebelumnya. Dan ... ya, dia mengenali suara itu. Itu 'kan suara Bagas? Tapi, di mana Bagas? Kenapa dirinya tidak dapat menemukan sosok Bagas? Apakah ia sedang bermimpi?
Tok tok tok
" Indhira, bangun! Jangan tidur saja!"
Suara yang terdengar selanjutnya berbeda dari suara sebelumnya. Suara kali ini terdengar lebih menggelegar dari suara sebelumnya yang terasa begitu lembut di telinga Indhira Dan Indhira sangat hapal, siapa pemilik suara itu. Tentu saja itu suara Tante Marta yang selalu membuat telinga Indhira bising dengan setiap omelannya.
" Tante Marta?" Seketika Indira mengerjap saat menyadari jika Tante Marta yang tadi mengetuk pintu kamarnya.
" Astagfirullahal adzim, aku tidur lama sekali." Indhira terkesiap saat melihat waktu sudah menunjukkan jam satu siang. Dan tadi ... ah, sepertinya dia tadi bermimpi. Pantas saja dia tidak menemukan sosok Bagas, walaupun suaranya tadi terdengar begitu nyata.
" Indhira ...!!"
" I-iya, Tan." Indhira langsung bangkit dan berlari ke arah pintu saat teriakkan Tante Marta kembali terdengar memanggil namanya.
" Iya, Tan?" sahut Indhira saat membuka pintu kamar. Namun, bola matanya seketika terbelalak saat mendapati sosok Bagas yang berdiri di samping Tante Marta.
" B-bagas?" Indhira terkesiap. Berarti pendengarannya tadi tidak salah. Saat terdengar Bagas memanggilnya,p itu benar Bagas yang bicara.
" Kamu kenapa, Ra? Apa kamu sakit?" Dapat terlihat kecemasan di wajah Bagas saat melihat Indhira keluar dari kamar. Apalagi Bagas langsung menangkup wajah Indhira dengan kedua tangannya membuat wanita itu terperanjat. Karena saat ini Tante Marta ada di hadapan mereka dan langsung menatap dengan sorot mata tajam seakan penuh selidik.
" Kenapa kamu ada di sini, Bagas?" tanya Indhira seraya mengurai tangan Bagas dari wajahnya. Karena tak ingin membuat Tante Marta curiga.
" Aku khawatir karena kamu tidak masuk sekolah hari ini. HP mu juga tidak aktif aku hubungi. Aku takut kamu kenapa-napa, Ra." cemas Bagas.
Sejak kejadian semalam, Indhira bahkan tak memikirkan soal ponselnya sama sekali. Kalau sekarang ini tidak aktif mungkin karena baterainya sudah habis.
" Bagas, bicaranya di ruang tamu saja, yuk! Tidak enak kelihatan tetangga kalau ada laki-laki yang masuk-masuk sampai dalam rumah. Nanti anggapan mereka tidak-tidak. Maklumlah, ibu-ibu rumpi." Tante Marta yang tidak suka melihat perhatian Bagas yang memang berlebihan kepada Indhira langsung meminta mereka untuk bicara di ruang tamu.
" Oh iya, Tante. Maaf ... Ayo, Ra!" Bagas berjalan lebih dahulu ke rumah tamu. Sementara Tante Marta masih menatap sinis kepada Indhira sebelum akhirnya menyusul Bagas ke ruangan tamu.
Indhira mende sah, sebenarnya kehadiran Bagas di rumahnya ini tidak dia inginkan. Bukankah dia sudah bertekad untuk melupakannya? Tapi, lihatlah ... perhatian Bagas yang mencemaskan dirinya. Bagaimana pria itu tidak membuat dirinya jatuh hati?
Indhira menelan saliva seraya memejamkan mata sejenak. Tidak, ini tidak bisa terus dibiarkan! Dia harus benar-benar menjauh dari Bagas. Mungkin tidak kali ini. Namun perlahan dia harus bisa melepaskan perasaan cintanya terhadap pria yang menjadi idola di sekolahnya itu.
***
.
Bagas langsung kembali ke rumah tamu. Dia tidak ingin Indhira terkena masalah, apalagi tadi dirinya bersikap spontan menangkup wajah Indhira di depan Tante Marta, saking khawatirnya terhadap terhadap Indhira.
Namun, Indhira tak cepat muncul di ruang tamu, justru Tante Marta lah yang lebih dulu muncul.
" Maaf ya, Bagas. Jadi merepotkan kamu sampai datang kemari."
Bagas merasa sikap Tante Marta saat ini hanya berbasa-basi padanya.
" Tidak apa-apa, Tan. Saya hanya khawatir Indhira sakit, Tan." sahut Bagas.
" Indhira itu mana mungkin sakit! Di rumah ini saja tidak mau pegang kerjaan. Dia ini di sini cuma makan tidur makan tidur saja. Tidak ada bantu-bantunya sama sekali! Semua pekerjaan rumah di sini, dari menyapu, mengepel, mencuci, memasak itu Tante sama Dahlia yang mengerjakan. Untung saja Dahlia anak Tante itu anaknya rajin dan ringan tangan. Cepat tanggap kalau Tante itu sedang repot, tidak seperti Indhira."
Lama-lama Bagas bosan juga mendengar keluhan Tante Marta yang senang bermain playing victim. Padahal dia lah pemeran antagonis di rumah Indhira ini.
" Kalau Indhira tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah, wajar sih, Tan. Mungkin Indhira merasa ini rumah orang tuanya. Terkecuali dia yang ikut menumpang di rumah Tante."
Air muka Tante Marta seketika berubah ketika Bagas mengucapkan kalimat sindiran tentang rumah Indhira.
" Lagipula kenapa tidak mencari ART saja untuk mengerjakan pekerjaan di rumah, Tan?" tanyw Bagas lagi tak perduli jika pertanyaan yang dia sampaikan membuat Tante Marta tak nyaman.
" Suami Tante hanya pegawai kantoran swasta biasa, Bagas. Bagaimana mau menyewa jasa ART? Untuk kebutuhan sehar'i-hari saja belum tanggal dua puluh sudah bon dulu di warung," keluh Tante Marta.
" Papanya Indhira bukannya punya pensiunan ya, Tan? Setahuku di usia Indhira yang belum genap delapan belas tahun, Indhira masih mendapatkan tunjangan dari uang pensiun Papanya sampai usia dua puluh satu tahun."
" Oh, itu, hmmm ... itu untuk membayar hutang bank Papanya Indhira."
" Papa hutang di mana, Tante? Seingat aku, Papa pernah bilang, kalau hutang di bank saat merenovasi rumah ini sudah lunas lima tahun lalu, saat Papa masih hidup. Papa juga tidak pernah cerita punya hutang di bank lagi ke aku, Tan!" Indhira yang baru muncul dari dalam langsung bertanya heran dan penasaran kepada Tantenya saat dia mendengar soal hutang bank Papanya.
" Ada lagi, Papa kamu itu punya hutang bank lagi, cuma tidak bilang ke kamu saja!" sanggah Tante Marta
" Bukannya kalau debitur yang meninggal itu sudah diprotek asuransi ya, Tan? Biasanya nasabah yang mempunyai hutang di bank, jika tutup usia, sisa hutangnya itu akan dicover pihak asuransi dan akan dianggap lunas." Bagas kembali menyindir Tante Marta. Tentu saja dia sedikit tahu tentang asuransi, karena adik Mamanya itu pimpinan salah satu perusahaan asuransi besar di Indonesia.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Yoyok Yoyok
rasain tu tante marta
2023-10-18
0
Megabaiq
knp novelnya tba2 ak mls bc....
2023-05-05
0
Benazier Jasmine
indira wanita baik thooor, knp juga pny tante model marta
2023-03-30
0