Bagas tak lama berada di rumah Indhira. Setelah Dahlia muncul, Bagas memang memilih pergi dari rumah Indhira. Indhira banyak bercerita kepada Bagas tentang perlakukan yang diterima Indhira dari Tante, Om dan sepupunya itu.
Indhira tidak mengantar Bagas sampai mobilnya, karena Dahlia dengan senang hati mengantar Bagas ke depan rumah. Indhira lebih memilih untuk segera ke kamar untuk menaruh tas dan mengambil pakaian karena ingin segera membersihkan tubuh dari dosa besar yang telah dia buat.
" Mau ke mana kamu?!" Baru dua langkah Indhira menggerakkan kakinya, Tante Marta sudah menahan langkahnya.
" Aku mau mandi dulu, Tan." sahut Indhira.
" Tidak usah mandi dulu! Tuh, cucian piring banyak! Seragam untuk Dahlia dan Om kamu juga masih belum disetrika, besok mau dipakai!" Tante Marta langsung memberikan perintah kepada keponakannya itu.
" Iya, Tante. Tapi, aku mau sholat dulu, Tan. Nanti aku pasti kerjakan semua pekerjaan itu, kok." Walau tubuhnya terasa sangat lelah. Namun, Indhira tahu jika tidak ada penolakan dalam kamus Tantenya itu.
" Ya sudah, cepat mandi dan sholat! Setelah itu jangan banyak alasan lagi, kerjakan apa yang Tante suruh! Sudah pulang telat, tidak menyapu, tidak menyiapkan makanan, tidak ...."
Indhira langsung bergegas masuk ke dalam kamar, tak memperdulikan Tantenya yang masih terus mengomel.
Setelah mengguyur tubuhnya dan membersihkan tubuhnya dari dosa-dosa, segera Indhira bersujud, meminta ampun dan bertobat dengan berharap pintu maaf dapat dibukakan atas dosa besar yang telah dia perbuat.
Air mata terus berurai selama wanita itu berdoa. Indhira menyesali apa yang sudah terjadi. Dia benar-benar ingin bertobat dan tak ingin melakukan hal itu lagi. Rasa cinta yang salah dan kebo dohalah yang akhirnya membuat dirinya terjerembab dalam dosa besar ini.
" Indhira ...! Kau sedang apa?! Kamu tidur ya di dalam?!"
Suara Tante Marta bersahutan dengan ketukan pintu kamar membuat kekhusyukan Indhira dalam berdoa terganggu.
" Hei, pekerjaan rumahmu masih banyak! Jangan tidur dulu, Indhira!!" teriak Tante Marta kembali.
Indhira bergegas melepas mukenah dan menyeka air matanya. Rasanya suara Tantenya tidak akan berhenti sebelum dia membukakan pintu kamar.
" Lama sekali buka pintunya! Kamu sengaja pura-pura lupa sama tugas kamu?!" Saat pintu terbuka, Indhira langsung disambut dengan omelan Tante Marta.
Indhira memilih bergegas ke arah dapur dan melaksanakan pekerjaannya daripada mendengar Tante Marta terus saja marah-marah.
Sampai menjelang jam 02.00 dini hari, Indhira tak juga dapat memejamkan matanya. Perbuatan terlarang yang sudah dia lakukan dengan Bagas membuatnya terus berpikir. Dia tidak bisa terus bersama Bagas. Pria itu akan menjadi racun dalam hidupnya jika dia terus menjalin hubungan asmara dengannya.
" Aku harus putus dari Bagas," lirihnya. Walau hatinyaterasa sakit, apalagi saat ini dia telah kehilangan kesuciannya. Keputusan itu harus dia ambil secepatnya. Indhira bahkan tidak memikirkan bagaimana nantinya masa depannya. Apakah akan ada pria yang mau menerima dirinya yang sudah tidak suci lagi atau tidak. Dia benar-benar sudah pasrah.
***
Tok tok tok
" Indhira!! Bangun!! Sudah jam berapa sekarang?! Kamu masih tidur saja!!"
Indhira tersentak kaget saat mendengar suara Tante Marta yang sudah seperti sirene membangunkannya. Dia menoleh ke arah jam di dinding, ternyata sudah jam 06.25 menit.
" Astaghfirullahal adzim ...!!" Indhira bergegas melepas mukenah yang masih dia kenakan. Semalam dia memang tidak dapat tertidur. Baru setelah sholat Shubuh dia memejamkan mata, dengan menyandarkan wajah di tepi tempat tidur.
" Kamu ini malas sekali! Ini sudah jam setengah enam dan kamu belum masak untuk sarapan?!" geram Tante Marta saat Indhira membuka pintu kamar.
" Maaf, Tan. Tadi habis sholat Shubuh aku ketiduran." Indhira menurunkan pandangan. Tak ingin bertemu pandang dengan Tante Marta. Karena Tante Marta akan mengira dia menantang tantenya itu.
" Ketiduran, ketiduran ... alasan saja! Cepat siapkan sarapan! Sudah kesiangan ini!!"
" Iya, Tan." Indhira berlari menuju arah dapur untuk membuat nasi goreng untuk sarapan Om, Tantenya juga Dahlia. Indhira sendiri memilih tidak ikut sarapan karena dia pasti akan kesiangan jika menghabiskan waktu untuk menyantap makanan.
Seperti inilah aktivitas Indhira setiap hari di rumah. Semestinya setelah sholat Shubuh, dia mencuci, membersihkan rumah serta menyiapkan sarapan. Selepas pulang sekolah pun dia harus menyetrika dan menyiapkan masakan untuk makan malam. Om Ferry dan Tante Marta tidak mempekerjakan ART karena mereka lebih memanfaatkan dirinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, selain untuk menghemat pengeluaran.
Sebenarnya Indira tidak mempermasalahkan aktivitasnya itu. Sebagai remaja putri, pekerjaan seperti itu memang harus dikerjakan, agar terbiasa jika kelak berumah tangga. Mengingat kata berumah tangga, seketika hati Indhira merasa tergigit. Masih adakah pria yang mau dengannya? Wanita yang sudah tidak mempunyai kesucian lagi.
***
Setelah menyiapkan nasi goreng di meja makan, Indhira memilih segera mandi agar tidak terlambat. Indhira mempersingkat waktu mandi dengan tidak mencuci rambutnya. Hanya lima menit waktu yang dia butuhkan untuk membersihkan tubuh lalu berpakaian seragam sekolah.
Saat ini waktu sudah jam 06.30 dan Indhira harus cepat-cepat berangkat ke sekolah.
" Eh, kamu mau ke mana?" Tante Marta sudah seperti bayangan bagi Indhira. Di mana pun dia berada di rumah orang tuanya yang sempit ini, Tante Marta selalu mengawasinya.
" Aku mau sekolah, Tan." jawab Indhira. Seharusnya Tantenya itu mengerti, dengan pakaian seragam sekolah seperti yang ia pakai, sudah pasti dirinya ingin berangkat sekolah. Memangnya mau ke mana lagi jika bukan pergi ke sekolah?
" Heh, pekerjaan rumah kamu itu menumpuk! Selesaikan dulu pekerjaan kamu baru kamu boleh pergi!" Tante Marta menghalangi Indhira pergi ke sekolah.
" Tapi, ini sudah kesiangan, Tante. Kalau aku mengerjakan sekarang, aku pasti telat, Tan." protes Indhira.
" Tante tidak perduli kamu mau ketelatan atau tidak! Kalau perlu kau tidak usah sekolah segala! Yang penting pekerjaan rumah harus segera diselesaikan!* tegas Tante Marta dengan mata melotot dan tangan berkacak pinggang.
" Tapi, Tan ...."
" Sudah jangan banyak tapi-tapi! Kamu kerjakan sekarang! Jangan berani kabur! Kalau kamu memaksa pergi ke sekolah, sekalian kamu bawa pakaian kamu dan jangan kembali lagi ke rumah ini!"
Indhira terbelalak mendengar pengusiran Tante Marta kepadanya. Ini adalah rumahnya, rumah kedua orang tuanya. Bagaimana Tante Marta tega mengusirnya dari rumahnya sendiri.
" Tante mengusir aku? Ini 'kan rumah Papa Mama aku, Tan." Cairan bening langsung membasahi bola mata Indhira.
" Heh, rumah ini bukan hanya milik kamu sendiri! Mas Harry itu kakak Tante, dan Tante juga punya hak atas rumah ini! Kamu jangan serakah ingin menguasai rumah kakak Tante ini!"
Indhira mengelengkan kepala, sungguh tidak mengira Tantenya sendiri berkata seperti itu. Indhira tidak pernah berpikiran untuk mengusai rumah orang tuanya sendiri. Justru Tante Marta berserta suaminya lah yang selama ini seperti tuan rumah di rumah orang tua Indhira. Tante Marta, Om Ferry dan Dahlia, mereka semua merasa sebagai majikan di rumah Indhira sementara Indhira sendiri hanya dijadikan seperti pembantu di rumahnya sendiri.
*
*
*
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Chu Shoyanie
jangan dibuat penderitaan Indira beruntun ya Thor ...😭
2024-12-02
0
Yoyok Yoyok
srprti ikut ibu tiri aja
2023-10-18
0
Megabaiq
crtanya trrllu gmn ya...
2023-05-05
0