Setelah acara pentas seni dalam rangka HUT sekolah SMA Satu Nusa Satu Bangsa, hari ini para siswa sudah kembali mengikuti kegiatan belajar seperti biasanya.
Beberapa siswa dan siswi SMA itu berdatangan dari berbagai arah dengan menggunakan transportasi yang berbeda. Ada yang menggunakan sepeda motor, ada yang diantar oleh supir pribadi orang tuanya, ada yang membawa sendiri kendaraan roda empat milik mereka. Namun, lebih banyak yang menggunakan transportasi umum.
Bagas mengedar pandangan mencari keberadaan Indhira di ruang kelas yang hampir sudah terisi penuh oleh pelajar di kelas itu. Namun, tak juga dijumpai sosok Indhira. Pesannya sejak pagi dia kirim pun belum juga direspon oleh wanita itu.
" Ris, Indhira mana?" tanya Indhira pada Rissa, teman sebangku Indhira.
" Kamu 'kan pacarnya, kenapa tanya aku?!" sahut Rissa ketus.
" Jutek amat kau ini!" cibir Bagas.
" Kemarin yang bawa kabur Indhira itu siapa?!" Pertanyaan yang tak butuh jawaban dilontarkan Rissa.
" Aku yang mestinya tanya kamu, kemarin habis dari mana sampai sekarang Indhira belum datang?" lanjut Rissa bertanya balik.
Bagas menyeringai. Tentu saja dia tak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi setelah dirinya membawa pulang Indhira.
" Dia tidak memberi kabar padamu Ris? Ini sudah jam tujuh lewat, lho!" Bagas melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tidak biasanya Indhira tak masuk sekolah tanpa memberi pesan.
" Tidak ada, HP nya juga tidak aktif."
" Pagi, Pak." Terdengar anak-anak serentak menyapa Pak Didin yang baru masuk ke dalam kelas.
" Pagi ..." balas Pak Didi berjalan ke arah mejanya. " Ris, tolong bagikan lembaran kertas ini, kita ada ulangan matematika sekarang." Pak Didin menyuruh Rissa untuk membagikan kertas ulangan yang dibawanya.
" Ulangan sekarang, Pak? Kok, tidak ada pemberitahuan dulu, Pak?" Salah seorang siswa kudengar memprotes ulangan dadakan yang dibuat Pak Didin.
" Iya, Pak. Kok, mendadak gini, sih? Kita 'kan belum belajar." Satu siswa lainnya menimpali.
" Soal yang Bapak beri adalah soal-soal yang kemarin-kemarin kalian pelajari. Kalau kalian menyimak dengan baik, pasti kalian dapat mengerjakan soal-soal itu. Lagipula matematika itu bukan pelajaran hapalan, kan?" Sepertinya Pak Didin tak pengaruh protes yang dilancarkan beberapa teman kelasku.
Bagas sendiri tidak mempermasalahkan soal ulangan itu. Dia justru mulai mengisi soal-soal yang diberikan oleh Pak Didin. Bersyukur dirinya diberikan otak yang encer. Jadi soal-soal seperti yang diberikan oleh Pak Didin dapat dia kuasai dengan mudah.
Namun, tiba-tiba saja ingatannya tertuju pada Indhira. Kenapa dia tidak berangkat? Dan kenapa dia juga tidak membalas pesannya?
***
Indhira menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, sementara pandangannya terarah ke jam di dinding kamar yang sudah menunjukkan jam sembilan lewat tiga puluh lima menit.
Rasanya melelahkan sekali pekerjaan yang dia kerjakan hari ini. Setelah Tante Marta melarangnya ke sekolah, Tante Marta sudah menyiapkan daftar belanjaan yang harus Indhira beli di pasar tradisional. Setelah itu Indhira harus membersihkan rumah, mencuci pakaian dan terakhir memasak untuk menu makan siang nanti.
" Ya Allah, sampai kapan hamba terlepas dari semua ini?" Tanpa sadar batinnya mengeluhkan nasibnya saat ini. Dan cairan bening langsung menitik saat dia memejamkan matanya.
Sejak Papanya meninggal dua tahun lalu, hidup Indhira benar-benar berada dalam tekanan. Dia tidak mendapatkan kebebasan dan ketenangan di rumah orang tuanya sendiri. Semua itu karena kehadiran Tante Marta dan keluarga di rumah ini. Mereka seolah ingin menguasai rumah milik orang tua Indhira dengan memperlakukan Indhira tidak jauh dengan seorang pembantu rumah tangga. Bahkan untuk pergi ke sekolah saja, dirinya sampai dilarang seperti tadi.
Sementara Bagas, pria yang selama ini menjadi tempatnya berkeluh kesah malah membawanya ke jalan penuh sesat.
Rasa lelah dan mata yang terasa berat karena semalam tidak dapat tidur, membuat kelopak mata Indhira semakin berat dan akhirnya merekat hingga akhirnya dia terlelap.
***
Setelah bel jam pelajaran terakhir berbunyi, Bagas bergegas memasukkan peralatan tulis ke dalam tas. Pikirannya tak tenang karena sampai detik ini masih belum juga mendapat balasan pesan dari Indhira.
" Gas, mau ke mana?" tanya Benny saat berpapasan dengannya saat keluar dari pintu kelas.
" Aku ada perlu, Ben." sahut Bagas.
" Jam dua kita ada latihan buat persiapan tampil Minggu depan lho, Gas!" seru Benny saat melihat Bagas terburu-buru meninggalkannya.
" Nanti aku langsung ke sana, Ben!" Bagas menyahuti. Namun, tak memghentikan langkahnya menuju halaman parkir.
" Hai, Kak Bagas ...!" Beberapa siswi adik kelas Bagas menyapa ketika pria itu sampai di parkiran sekolah. Serasa seperti artis saja rasanya jika seperti ini.
" Hai ..." Bagaimana dirinya tidak digandrungi banyak wanita? Selain fisiknya yang menawan, Bagas juga memiliki kepintaran di atas rata-rata siswa di sekolahnya dan juga sikap yang humble.
" Kak Bagas kapan nyanyi lagi? Suara Kak Bagas keren banget, lho!" Di antara siswi yang tadi menyapa ada yang melontarkan pertanyaan .
" Nanti, tunggu saja Minggu depan ada event yang akan kami ikuti," sahut Bagas seraya menyalakan mesin motornya.
" Aku duluan, ya! Bye ..." Bagas langsung meninggalkan mereka karena dia ingin segera ke rumah Indhira tak sabar mengetahui kabar tentang Indhira.
Dua puluh lima menit waktu yang Bagas tempuh untuk sampai ke rumah Indhira. Dan kini dia sudah memarkirkan motornya di halaman rumah Indhira.
" Assalamualaikum ..." sambil mengetuk pintu. Bagas memberi salam.
" Waalaikumsalam ..." Tante Marta yang membukakan pintu. " Eh, ada Bagas. Ayo, silahkan masuk dulu." Tante Marta dengan ramah mempersilahkan Bagas duduk di sofa.
" Indhira ada Tante? Kenapa tadi tidak masuk sekolah, ya?" Bagas langsung menanyakan tujuannya datang ke rumah Indhira.
" Ah, anak itu malas sekali!" Tante Marta mengibas tangan ke udara. " Dia tidak berangkat ke sekolah karena dia kesiangan bangun. Padahal Tante sudah bangunan dia sejak Shubuh. Tapi, dia masih saja tidur. Akhirnya kesiangan dan malas berangkat ke sekolah."
Kening Bagas berkerut. Tentu saja dia tidak mempercayai perkataan wanita di hadapannya itu Selama ini Indhira banyak bercerita bagaimana perlakuan Tante dan keluarganya kepada Indhira. Dan Bagas sendiri mencium kepalsuan dari cerita yang disampaikan oleh Tante Marta tadi.
" Apa Indhira sakit, Tan?" tanya Bagas khawatir.
" Tidak! Bukan sakit tapi malas! Ya, walaupun malas itu adalah suatu penyakit," sahut Tante Marta.
" Saya bisa bertemu dengan Indhira, Tan?" Bagas makin tidak sabar untuk melihatnya.
" Tunggu sebentar ya, Bagas. Anak itu pasti sedang tidur di kamarnya." Tante Marta kemudian masuk ke bagian dalam rumah Indhira yang tidak terlalu luas.
Lima menit kemudian Tante Marta sudah kembali ke ruang tamu dan mengatakan jika Indhira masih tidur dengan menggerutu, menjelekkan Indhira dan menyebut Indhira adalah anak malas yang senang tidur tanpa mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Yoyok Yoyok
suka sekali memfitnah tante marta
2023-10-18
0
ċḧäńďäńï qʳᶠ
dosa loh Tan ngezholimin anak yatim🙄
2023-05-21
0
Benazier Jasmine
tante ngomel.kyk burung beo
2023-03-30
0