Makanan yang tersaji di hadapan mereka tak ada satu pun yang disentuh oleh mereka. Sepertinya permintaan Indhira yang menginginkan berpisah membuat Bagas malas menyentuh makanan yang dia pesan.
Rasanya aneh Indhira meminta mereka berpisah setelah apa yang sudah mereka lakukan. Dalam kasus seperti yang mereka alami, bukankah biasanya si pria yang menghindar atau meninggalkan si wanita? Namun, kenapa ini justru sebaliknya? Kenapa justru Indhira yang menginginkan putus?
" Ra, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal." Bagas menatap wajah sendu Indhira. Hal itu membuatnya semakin berat untuk menerima keinginan wanita itu. " Tapi, apa kita harus berpisah, Ra? Kita bisa memperbaiki hubungan kita. Aku janji, Ra. Aku tidak akan melakukan hal itu lagi." janji Bagas mencoba meyakinkan Indhira agar mengurungkan niatnya untuk memutuskan hubungan mereka.
" Aku tidak bisa, Bagas! Aku ingin menenangkan diriku. Ini terlalu berat untukku," lirih Indhira masih tersedu.
" Tapi, kita sudah melakukan hal itu, Ra. Lantas bagaimana denganmu kalau kita putus nanti?" Bagas memikirkan nasib Indhira jika mereka berpisah. Sayangnya, kenapa dia tidak memikirkan hal itu sebelumnya? Kenapa dia tidak terpikirkan hal itu sebelum melakukan hubungan itu? Itulah yang paling Bagas sesalkan.
" Aku tidak ingin pacaran lagi, Bagas. Aku sudah tersesat, dan aku tidak ingin terus terjerembab dalam dosa itu." Indhira kemudian menundukkan kepala dan meremas jemarinya sendiri.
Bagas menghempas nafas panjang. Dia tidak bisa terus memaksa Indhira untuk tetap bersamanya. Tapi, sungguh dia tak rela jika sampai harus menyudahi hubungan mereka.
" Tapi, bagaimana jika kamu hamil, Ra?"
Indhira kembali menaikkan pandangannya saat mendengar ucapan Bagas tadi. Seketika itu juga wajahnya terlihat tegang dan dibalut kecemasan.
" Kamu bilang aku tidak mungkin hamil, Bagas!" Bahkan kepanikan langsung terlihat dari wajah Indhira.
" Yaaaa, aku memang buang di luar, Ra. Tapi, aku 'kan aku tidak tahu seandainya ada yang tertinggal di dalam." Bagas menggaruk tengkuknya. Dia sendiri tidak yakin karena terlalu merasakan nikmatnya penyatuan mereka kemarin, sampai lupa melepas miliknya saat mereka sudah mencapai pelepasan
Mendengar ucapan yang menakutkan dari mulut Bagas seketika Indhira terisak. Tentu saja ini bukan hal yang dia inginkan. Kehamilan di luar nikah adalah hal menakutkan baginya.
" Ra, Ra, kamu jangan menangis terus." Bagas bingung menghadapi Indhira yang menangis. Apalagi dua-tiga orang pengunjung kafe yang ada di sana mulai memperhatikan mereka berdua.
" Malu dilihat orang kalau kamu menangis begini, Ra. Nanti mereka berpikiran yang tidak-tidak terhadap kita." Bagas masih berusaha menenangkan Indhira dengan menyuruh Indhira menghentikan tangisannya.
" Nyatanya kita sudah melakukan apa yang mereka pikirkan!" Indhira merespon ucapan Bagas dengan ketus
" Maaf, Ra." ucap Bagas penuh penyesalan. " Lalu bagaimana? Apa kamu yakin kita harus berpisah?" Sebaiknya kamu pikir-pikir lagi, Ra. Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku." Tak menyerah Bagas masih terus berusaha meluluhkan hati Indhira.
" Kita harus putus, itu yang terbaik, Bagas!" tegas Indhira tak ingin terpengaruh oleh Bagas.
" Oke, Ra. Kalau mau kamu begitu. Tapi, kita tunggu sampai satu dua bulan ke depan, ya!? Kalau kamu tidak hamil, aku terima kita putus. Tapi, kalau ternyata kamu hamil, biarkan aku bertanggung jawab!" tegas Bahas memberi syarat kepada Indhira.
***
Sekitar satu jam waktu yang digunakan Bagas dan Indhira berbincang. Tak ada makanan yang disentuh, hanya Orange juice pesanan Bagas saja yang habis tak tersisa.
Setelah dirasa cukup berbincang. Bagas kembali mengantar Indhira pulang ke rumahnya. Bagas bisa merasakan jika Indhira terlihat lelah, hingga berpesan agar wanita itu beristirahat dan jangan terlalu pusing dengan peristiwa yang telah terjadi karena dia siap untuk bertanggung jawab.
Indhira mendapati sorot mata tajam Tante Marta yang penuh curiga mengarah kepadanya ketika dia memasuki rumah. Indhira tahu, Tante Marta pasti akan memarahinya. Entah karena dia tadi membahas masalah hutang bank, atau karena dia pergi dengan Bagas. Yang pasti saat ini mulut Tante Marta sudah siap melontarkan kalimat-kalimat yang akan menyakitkan hatinya.
" Sudah tidak sekolah, pergi keluyuran, lupa pekerjaan rumah! Mau hidup enak-enak saja tanpa ada rasa tanggung jawab?!"
Benar saja dugaan Indhira, Tante Marta sudah melontarkan kalimat yang tidak enak didengar di telinganya. Kalimat yang tidak berdasar menurutnya. Bukankah dirinya tidak sekolah karena Tantenya yang melarang? Lalu pekerjaan rumah apa yang dia lupakan? Semua pekerjaan rumah sudah dia kerjakan terkecuali menyetrika. Karena pakaian yang dicuci pagi tadi belum kering.
" Maaf, Tante." Tak ingin memperpanjang urusan, Indhira memilih meminta maaf pada Tantenya.
" Terus, kenapa kamu? Habis menangis? Habis mengadu sama Bagas tentang sikap Tante selama ini kepada kamu?!"
Walaupun tuduhan yang dilontarkan Tante Marta salah. Namun, Indhira cukup bernafas lega karena Tante Marta tidak mencurigai dirinya dan Bagas.
" Tidak, Tan. Aku tidak mengadu apa-apa sama Bagas." Tapi, Indhira tetap menyangkal, karena dia juga tidak ingin melihat Tante Marta semakin mengomel karena menduga dia mengadu tentang sikap Tante Marta kepadanya.
" Lalu kenapa kamu nangis? Atau, jangan-jangan ...."
" Aku putus sama Bagas ..." Dengan memotong ucapan Tante Marta, terpaksa Indhira mengatakan hal itu daripada Tante Marta semakin curiga,
Suara tawa Tante Marta seketika terdengar begitu Indhira selesai mengucapkan kalimatnya.. Sepertinya Tante Marta bahagia sekali mendengar hubungan dirinya dengan Bagas berakhir.
" Syukurlah kalau Bagas itu sudah sadar. Kamu memang tidak pantas jadi pacar dia!" sindir Tante Marta kemudian berjalan meninggalkan Indhira masih dengan tertawa puas.
Indhira mende sah, kadang dia sering berpikir, apa benar Tante Marta itu adik kandung Papanya? Kenapa sikapnya begitu tega kepadanya Padahal dia ini keponakannya sendiri bukan orang lain.
Indhira lalu melangkah menuju kamar. Benar-benar penat rasanya hati, pikiran dan tubuhnya saat ini. Keputusan sudah dia ambil. Dia harus benar-benar berpisah dari Bagas, walaupun Bagas memberikan syarat.
Indhira menerima syarat yang diberikan oleh Bagas. Namun, dia sendiri meminta supaya mereka tidak lagi saling berinteraksi seperti pasangan kekasih. Karena dia harus membiasakan diri kembali menjadi Indhira sebagai orang biasa, bukan Indhira kekasih Bagaspati Mahesa, pria idola sekolah kami.
Selama satu dua bulan ini, Indhira berharap apa yang dia takutkan tidak sampai terjadi. Sejujurnya Indhira sempat syok saat Bagas menyinggung kemungkinan jika dirinya hamil. Demi Allah itu hal paling menyeramkan saat ini jika itu memang benar terjadi. Melakukan dosa besar itu saja sudah membuatnya terpukul dan malu. Apalagi jika sampai ada benih di rahimnya, karena peristiwa kemarin.
Indhira tidak tahu harus ditaruh di mana mukanya kalau itu sampai terjadi. Dan dia yakin, Tante Marta pasti akan mengusirnya dari rumah orang tua Indhira karena akan dianggap mencoreng nama baik keluarga.
" Ya Allah, semoga Engkau menjauhkan hamba dari hal itu." Tubuh Indhira seketiba luruh di balik pintu kamar hingga terduduk. Dengan menekuk dan memeluk lutut dia kembali menangis berusaha melepaskan beban berat yang saat ini sedang menimpanya saat ini.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Yoyok Yoyok
itulah jika kita kurang teliti
2023-10-19
0
Fitri Anwar ALfhyank
itulah perempuan.... hrus menanggung malu ktika hamil pdhl bkn cmn perempuanx sj laki2 pun jg
2023-07-01
0
ċḧäńďäńï qʳᶠ
ya seenggaknya masih mau tanggung jawab sibagas
2023-05-21
0