Bagas meninggalkan Indhira di kamar, karena dia ingin menyuruh ART nya membawakan makanan dan minuman untuk mereka.
" Mbok, Mbok Nah ...!! Bi Santi ...!! Bi Iyem ...!!" Bagas memanggil semua ART yang bekerja di rumah orang tuanya.
" Saya, Den. Ada apa, Den?" Bi Iyem yang lebih dulu muncul menyahuti panggilan Bagas.
" Bi, tolong bawakan makanan sama buatkan orange juice ke kamarku, ya! Bawakan untuk dua orang!" Perintah Bagas dari atas tangga.
" Baik, Den. Ada temannya Den Bagas, ya?" Bi Iyem memang tidak tahu jika Bagas datang bersama Indhira tadi.
" Iya, tolong cepat buatkan!" Perinta Bagas kembali.
" Baik, Den." Bi Iyem pun bergegas menuju arah dapur.
" Den ...."
Ketika Bagas memutar badanku untuk kembali ke kamar, suara Mbok Nah terdengar memanggilnya
" Ada apa, Mbok Nah?" tanya Bagas menoleh ke bawah tangga.
" Aden bawa teman wanita di kamar berduaan. Kalau Papa sama Mama Den Bagas tahu, nanti pasti Papa dan Mama Den Bagas pasti akan marah." Mbok Nah yang baru saja keluar dari ruangan keluarga berusaha untuk mengingatkan Bagas " Sebaiknya Den Bagas sama Non Indhira mengobrolnya di luar saja. Di ruang tamu atau di ruang keluarga, biar tidak terjadi sesuatu yang dikhawatirkan," lanjut Mbok Nah memberikan saran.
" Kalau begitu, jangan ada yang kasih tahu Papa sama Mama dong, Bi!" jawab Bagas santai seraya terkekeh. Bagas pun melanjutkan langkah kembali ke kamarku. " Kami hanya mengobrol saja kok, Mbok! Mbok Nah tidak perlu khawatir ...!" Bagas sempat berseru agar Mbok Nah tidak mengkhawatirkan mereka berdua.
***
Dengan langkah berat Indhira masuk ke dalam kamar yang luasnya mungkin empat kali lipat dari kamar tidurnya. Belum lagi udara sejuk dari pendingin ruangan yang langsung menerpa kulitnya.
Indhira melihat Bagas yang membuka pakaiannya tanpa merasa jengah dengan keberadaannya di dalam kamar Bagas. Sehingga Indhira memilih memalingkan wajah, tidak ingin melihat penampakan tubuh atletis Bagas yang kini sudah berganti kaos tanpa lengan tanpa mengganti celana yang dia gunakan tadi.
" Kamu mau minum apa?" tanya Bagas kemudian berjalan ke arah pintu kamar yang tadi dia tutup.
Indhira menggelengkan kepala menolak tawaran Bagas. Sebenarnya yang dia inginkan adalah keluar dari kamar pria itu. Berada di kamar seorang pria bukanlah hal yang baik. Orang pasti akan berpikiran negatif tentangnya karena menurut saja apa yang diminta oleh Bagas.
" Memang kamu tidak haus? Aku suruh Mbok Nah buatkan orange jus, ya?" Bagas masih menawarkan Indira minuman.
" Sebentar kamu tunggu di sini!" Tak menunggu persetujuan dari Indhira. Bagas langsung keluar meninggalkanku di kamar yang luas.
Indhira mengedar pandangan ke seluruh sudut ruang tidur Bagas. Spring bed berukuran besar berada di bagian tengah, di sisi sebelah kirinya terisi oleh sofa malas juga meja belajar Sementara di sisi sebelahnya diisi dengan nakas juga lemari pakaian. Dan seperti pada kamar kebanyakan orang kaya, selalu ada kamar mandi di dalam kamar tidur Bagas. Indhira sampai berpikir, seandainya dia yang punya kamar seperti ini, mungkin dia akan betah berlama-lama di dalam kamar.
Indhira mengerjapkan mata seraya menepuk pipi, agar dia terbangun dari hayalannya Walaupun dalam hayalan rasanya dia tidak berani untuk berangan-angan.
Indhira tetap bergeming. Hanya berdiri dan tak berpindah dari tempatnya saat ini, karena dia tidak berani untuk duduk karena saat ini Bagas tidak bersamanya.
" Kok, masih berdiri saja, Ra? Duduklah ..." Suara Bagas yang kembali terdengar membuat Indhira terperanjat.
Bagas berjalan ke arah balkon lalu membuka pintu balkon dan meminta Indhira mendekat ke arahnya.
" Sini, deh! Kita mengobrol di sini saja." Bagas mengajak Indhira berbincang di balkon.
Indhira menuruti permintaan Bagas. Walaupun balkon itu masih termasuk bagian kamar Bagas. Namun, setidaknya di balkon Indhira merasa lebih nyaman daripada harus berada di dalam kamar.
Mereka pun akhirnya mengobrol santai di atas kursi ayunan. Bagas menceritakan rencana band nya yang akan mengikuti even perlombaan grup band se Jakarta. Indhira hanya mendengarkan pria itu bercerita dengan semangat menceritakan rencananya itu.
Sementara langit kota Jakarta mulai gelap karena awan mendung yang menggelayuti. Hingga akhirnya hujan turun cukup deras dan suara petir terdengar membuat Indhira ketakutan.
" Kita ke dalam saja ..." Melihat cuaca di luar membuat mereka tidak nyaman, Bagas akhirnya mengajak Indhira masuk kembali ke kamar.
" Aku mau pulang, Bagas. Sudah jam empat. Tante aku pasti marah kalau aku pulang sampai telat begini." Tante Marta adalah adik papa Indhira. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Indira tinggal bersama Tante Marta. Sebenarnya bukan Indhira yang ikut tinggal, lebih tepatnya Tante Marta yang mengurusnya Karena rumah yang mereka tempati adalah rumah kedua orang tua Indhira Tapi, rasanya seperti dialah yang menumpang di rumah itu. Tante Marta beserta suami dan anaknya yang justru seperti pemilik sesungguhnya rumah itu.
" Hujan begini kamu mau pulang? Pasti di luar juga banjir, mending nanti saja daripada terjebak banjir." Bagas lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa malas. " Sini, deh! Kamu duduk di sini." Sambil menepuk bagian kosong sisi kursinya.
Indhira melangkah mendekati Bagas dan duduk di sebelahnya.
" Dingin banget, ya?" Bagas langsung merangkul dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Indhira, membuat Indhira merasa jengah. Apalagi saat Bagas mulai menciumi pipi dan ceruk leher Indhira.
" Jangan begini, Bagas. Aku tidak mau Mbok Nah masuk dan melihat kita lagi seperti ini!" Indhira berusaha menjauhkan tubuh dari penguasaan Bagas.
" Kalau Mbok Nah tahu, dia pasti akan lapor Papa dan Mamaku, terus kita disuruh nikah, deh!" Bagas justru berseloroh, sama sekali tidak memperdulikan ketidaknyamanan Indhira hingga membuat Indhira mende sah.
" Cuacanya mendukung banget buat pelukan gini." Bagas semakin mengeratkan pelukannya ke tubuh Indhira.
Indhira terus berusaha menghindar dan melepaskan diri dari serbuan Bagas hingga akhirnya tubuhnya miring dan jatuh ke sofa karena Bagas terus saja menyerangnya.
Bukannya menghentikan aksinya, Bagas justru kini mengungkung tubuh Indhira membuat wanita itu terperanjat.
" Kamu sudah pernah merasakan make love?"
Pertanyaan Bagas membuat bola mata Indhira membulat dan wajahnya menegang. Tentu saja hal inilah yang Indhira takutkan saat Bagas membawanya ke kamar Bagas.
" Aku tidak mau, Bagas!" tolak Indhira mentah-mentah.
" Aku cuma tanya doang, Ra." Pria itu justru terkekeh. Namun, tak menjauhkan tubuhnya dari tubuh Indhira.
" Aku juga belum pernah, paling kissing sama pegang-pegang, doang! Tapi kalau nonton filmnya sering." Tanpa malu Bagas mengatakan hal itu di depan Indhira..
" Kamu pernah nonton film begitu?" tanyanya lagi.
Indhira cepat menggelengkan kepala dengan cepat. Tak nyaman terus membahas soal hal itu apalagi dengan laki-laki.
" Kita nonton film itu, yuk! Aku punya kasetnya." Bagas bangkit dan melangkah ke arah televisi di depan neraka untuk memutar film yang tidak selayaknya ditonton.
" Bagas, jangan!! Aku tidak mau!" Indhira bangkit menarik tangan Bagas agar tidak melaksanakan niatnya.
" Kenapa? Sekalian belajar, siapa tahu bisa kita praktekkan." Dengan memainkan alisnya ke atas, Bagas seakan menggoda Indhira.
" Kalau kamu paksa, aku akan pulang sekarang!" Walau tidak tahu harus pulang menggunakan apa, Indhira berusaha menggagalkan rencana Bagas.
" Memangnya kamu mau pulang naik apa hujan begini?" Tak memperdulikan ancaman Indhira Bagas tetap meneruskan niatnya menayangkan film dewasa.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Jong Nyuk Tjen
bahaya deh kl berdua an am pacar d dlm kmr , bs ad setan yg dateng /Joyful/
2024-03-23
0
Yoyok Yoyok
kasihan indira ketakutan
2023-10-18
0
Benazier Jasmine
bagas maksa bgt
2023-03-30
1