Pilu

Tangan Erick gemetaran. Bahkan saking kuatnya jemarinya bergetar, surat yang dibacanya pun sampai terjatuh tak sengaja. Seumur hidupnya, baru kali ini dia merasakan perasaan rumit yang tak dapat djabarkannya dengan kata-kata. Kalut, namun tak tahu atas dasar apa dia merasa seperti itu, mengingat selama ini Lalita tak pernah benar-benar dia anggap sebagai seorang istri.

Segera Erick mencari kembali surat panggilan dari Pengadilan Agama yang sebelumnya dia remas dan dia letakkan secara sembarangan. Dibacanya sekali lagi isi surat tersebut dengan lebih teliti. Terhitung tiga hari lagi mulai dari sekarang dia mesti menghadiri sidang pertama dari proses perceraiannya dengan Lalita.

"Lalita ...." Erick menggumamkan nama istrinya itu dengan suara yang lirih dan agak bergetar. Dia sungguh tak menyangka Lalita akan nekat mengambil langkah ini.

Mendapatkan gugatan cerai dari istri yang selama ini begitu memujanya, tak pernah sebelumnya Erick membayangkan hal tersebut. Sepertinya malam itu Lalita benar-benar mendengarkan semua pembicaraannya dengan Larisa.

Dengan tubuh yang terasa lunglai, Erick pun menghenyakkan diri ke pinggiran tempat tidur yang ada di kamar itu. Helaan napas panjang langsung terdengar dari mulutnya. Dia sungguh bingung dan tak tahu mesti melakukan apa. Secara logika, mestinya dia merasa senang karena sebentar lagi bakal terlepas dari jerat pernikahan yang selama ini begitu menyiksanya, tanpa perlu dia melakukan sesuatu.

Apalagi di dalam suratnya, Lalita menjamin jika kali ini Arfan pasti akan merestui hubungannya dengan Larisa. Harusnya ini kabar baik untuknya, kan? Tapi kenapa mendengar itu, Erick malah merasa frustasi? Sekali lagi Erick menjambak rambutnya sendiri, lalu meraup wajahnya dengan kasar. Kini dia bahkan tak mengerti dengan hatinya sendiri.

Suara ketukan pintu membuyarkan isi kepala Erick. Di ambang pintu yang tak tertutup, tampak Bu Risnah berdiri dengan wajah gusar yang tak jauh berbeda dengan Erick.

"Saya sudah menghubungi teman-teman Nyonya, Tuan. Mereka semua tidak ada yang tahu keberadaan Nyonya," ujar Bu Risnah memberi tahu.

"Teman-teman Lita?" ulang Erick sembari mengangkat pandangannya ke arah pelayan paruh baya itu.

"Iya, beberapa teman Nyonya ada yang sering berkunjung ke sini, jadi saya mengenal mereka," sahut Bu Risnah.

Erick tertegun sejenak. Dia bahkan tak mengenal satupun teman-teman Lalita. Bukannya Lalita tidak pernah bercerita tentang semua teman-temannya itu, tapi Erick saja yang selalu menganggap tidak penting semua hal yang Lalita katakan padanya. Bahkan, Erick selalu menolak jika Lalita memintanya menemani pergi ke acara yang diadakan oleh teman-teman istrinya itu.

"Siapa saja teman-teman Lita yang sering datang kemari?" tanya Erick lagi pada Bu Risnah.

"Itu, Tuan. Ada Nyonya Ziva, Nyonya Anindya, Nyonya Rumi sama satu lagi, Nyonya Liana," sahut Bu Risnah.

Erick terlihat mengerutkan keningnya.

"Siapa mereka semua?" Lelaki itu bergumam pada dirinya sendiri.

"Mereka teman-temannya Nyonya Lita. Ada yang teman sejak SMA, ada juga yang teman kuliah. Sejak menikah, Nyonya mengurangi kumpul-kumpul di luar, makanya sering mengundang mereka untuk datang ke sini. Mereka semua juga sudah menikah, jadi sering datang dengan membawa anak-anak mereka." Bu Risnah menerangkan.

Erick mengembuskan nafas kasar.

"Kenapa saya tidak tahu kalau teman-teman Lita sering datang kemari?" Lagi-lagi Erick bertanya.

"Ya?" Kali ini Bu Risnah sedikit bingung sekaligus heran.

"Teman-temannya itu, Lita sering mengumpulkan mereka semua di rumah ini, tapi kenapa saya tidak pernah tahu?" ulang Erick lagi.

"Maaf, Tuan, bukannya saya mau membela Nyonya, tapi bukannya Tuan sendiri yang bilang pada Nyonya kalau apa-apa jangan selalu bertanya dan meminta izin pada Tuan?" Bu Risnah balik bertanya, masih dengan memperlihatkan ekspresi bingungnya.

"Apa?" Erick kembali mengerutkan keningnya. "Saya pernah berkata seperti itu?"

Bu Risnah mengangguk.

"Saya juga ikut mendengarnya sendiri, Tuan. Waktu itu, Nyonya meminta izin pada Tuan kalau Nyonya mau mengadakan pesta kecil untuk kejutan ulang tahun salah seorang temannya, tapi Tuan bilang terserah. Tuan juga mengatakan untuk tak perlu meminta izin untuk hal-hal tidak penting seperti itu," sahut Bu Risnah.

Erick terdiam selama beberapa saat. Selama ini, dia memang selalu ingin cepat mengakhiri setiap percakapan yang terjadi antara dirinya dan Lalita, karena itulah dia tak akan mempermasalahkan setiap hal yang ingin Lalita lakukan. Jika dimintai pendapat, tentu jawaban yang paling sering Erick berikan adalah kata 'terserah' seperti yang dikatakan oleh Bu Risnah tadi. Sebegitu tak pentingnya Lalita selama ini baginya, sehingga dia selalu memasang sikap tak acuh.

"Berikan saja nomor kontak teman-teman Lalita pada saya," pinta Erick akhirnya, memutus percakapannya dengan Bu Risnah yang terasa begitu memojokkannya. Tidak, sebenarnya bukan memojokkan, tapi begitu menohoknya hingga rasanya amat nyeri sampai ke tulang-tulang. Ternyata sebegitu tak pedulinya dia pada Lalita selama ini.

Bu Risnah pun menjawab dengan mengangguk, sebelum kemudian berlalu dari hadapan Erick. Tak lama kemudian, perempuan paruh baya itu kembali dengan membawa selembar kertas yang bertuliskan nama teman-teman Lalita beserta nomor ponselnya.

"Ini, Tuan," ujar Bu Risnah sembari menyerahkan kertas tersebut pada Erick.

"Terima kasih," gumam Erick.

Bu Risnah kembali mengangguk, lalu pamit undur diri. Kini tinggallah Erick seorang diri, memegangi selembar kertas pemberian Bu Risnah sembari menatap benda tersebut dengan perasaan yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata. Mungkin, tak pernah terbayangkan di benaknya jika suatu hari dia akan mencari tahu pada teman-teman Lalita tentang keberadaan istrinya itu.

Dengan tangan yang masih gemetar, Erick mengeluarkan ponselnya dan menyimpan satu persatu nomor kontak yang tertulis di kertas itu. Dia hendak langsung menghubungi salah satu dari nomor tersebut, tapi kemudian urung begitu saja. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak mengingat surat dari Lalita yang dibacanya tadi.

Entah kemana perginya rasa kesal dan benci Erick terhadap Lalita selama ini. Padahal dulu dia selalu membayangkan jika seandainya Lalita menghilang dari hidupnya, semuanya pasti akan menjadi lebih baik. Tapi kenapa saat semua angannya itu menjadi kenyataan, yang dia rasakan justru perasaan sedih yang tak dapat dia pahami?

Erick memejamkan matanya sembari menghela dengan agak tertahan. Mendadak sebuah ingatan terpatri di kepalanya, ingatan tentang percakapannya dengan Lalita yang dulu terasa begitu menyebalkan.

"Sayang, kalau misalkan tiba-tiba aku pergi dan menghilang, kamu bakal kehilangan aku, tidak?" tanya Lalita suatu malam saat mereka hendak tidur.

"Entahlah." Erick saat itu menjawab tak acuh.

"Ish, kok entahlah." Lalita mencebik.

Erick hanya menanggapi dengan melirik ke arah istrinya itu sekilas. Dia ingin sekali menjawab jika dirinya tidak akan pernah merasa kehilangan sosok Lalita, namun tentu hanya dalam hati saja.

"Kalau aku, pasti aku akan kehilangan kamu. Kan kemana lagi aku mesti mencari suami beruang kutub seperti kamu," ujar Lalita lagi. Dia terkekeh sendiri sembari memeluk Erick dari belakang.

Erick menyeka sudut matanya yang terasa sedikit berair. Dia sendiri tak mengerti, kenapa sekarang mengingat itu semua terasa begitu pilu. Bagaimana bisa dia mulai merasa kehadiran Lalita dalam hidupnya memiliki arti di saat topeng dia kenakan telah retak.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Novita Nathan

Novita Nathan

kan sudah di bilang.....
klo sdh tiada ... baru terasa...

2024-03-31

1

Ririn Nursisminingsih

Ririn Nursisminingsih

sukurin rick

2024-02-17

0

Ester Limbong

Ester Limbong

bsru ksu rasa erik...

2024-02-17

1

lihat semua
Episodes
1 Kejutan di Hari Anniversary
2 Hanya Sandiwara
3 Terakhir Kalinya
4 Berubah
5 Peringatan dari Arfan
6 Alasan dari Semua Kebencian
7 Berusaha Tegar
8 Meminta Penjelasan
9 Kecewa
10 Sebenarnya, Kenapa Dia?
11 Sesuatu yang paling Diinginkan
12 Sebuah Keputusan
13 Meminta Bantuan
14 Pesan untuk Arfan
15 Isi Hati Lalita
16 Panik
17 Anugerah Sekaligus Kutukan
18 Langkah Pertama
19 Surat dari Lalita
20 Pilu
21 Semakin Kacau
22 Tabir yang Tersingkap
23 Keluarga Palsu
24 Akhiri Semuanya
25 Maafkan Aku Karena Memisahkan Kalian
26 Hati yang Tulus
27 Sesal
28 Persidangan Pertama
29 Akhir dari Rasa
30 Meninggalkan Semuanya
31 Kasih Sayang yang Salah
32 Sekali Ini Saja
33 Tak Lagi Memiliki Kesempatan
34 Ternyata Arfan Tahu
35 Bukan Kasih Sayang, Tapi Racun!
36 Harapan di Balik Sikap Membangkang
37 Resmi Menjadi Mantan Suami
38 Salam Perpisahan
39 Kabar dari Arfan
40 Nasihat Riani
41 Tindakan yang Riani Ambil
42 Dia Berhak Tahu
43 Hal yang Tak Mungkin Terjadi
44 Hukuman Dimulai
45 Tekad Baru
46 Kenyataan Pahit untuk Erick
47 Rumpi dulu yuk, Gaessss
48 Menjadi Lebih Dewasa
49 Menyadari Kesalahan
50 Pengumuman
51 Pengumuman
52 Sebuah Tamparan
53 Gadis Tanpa Rahim
54 Bukan Keluarga Palsu
55 Pergilah, Erick ... Jangan Kembali Lagi ....
56 Tak Ada Jalan Kembali
57 Sebuah Perubahan Kecil
58 Pendosa yang Memohon Pengampunan
59 Riani dan Arfan
60 Kembali Utuh
61 Permintaan Maaf Arfan
62 Terima Kasih, Lita ....
63 Impian yang Tertunda
64 Mengikhlaskan
65 Sesal
66 Lelaki Luar Biasa
67 The Broken Ring
68 Kalandra Ingin Bulan Madu
69 Layu Sebelum Berkembang
70 Berusaha Menerima Kenyataan
71 Rahasia Zayn
72 Impian dan Pengharapan
73 Atmosfer yang Berubah
74 Percayalah Padaku
75 Pengakuan Tak Terduga
76 Hai-hai ....
77 Aku Mencintaimu, Zayn
78 Kak Shelin dan Kalandra
79 Jodoh Terbaik
80 Harapan Lalita
81 Akan Indah Pada Waktunya (End)
82 Sudah Rilis
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Kejutan di Hari Anniversary
2
Hanya Sandiwara
3
Terakhir Kalinya
4
Berubah
5
Peringatan dari Arfan
6
Alasan dari Semua Kebencian
7
Berusaha Tegar
8
Meminta Penjelasan
9
Kecewa
10
Sebenarnya, Kenapa Dia?
11
Sesuatu yang paling Diinginkan
12
Sebuah Keputusan
13
Meminta Bantuan
14
Pesan untuk Arfan
15
Isi Hati Lalita
16
Panik
17
Anugerah Sekaligus Kutukan
18
Langkah Pertama
19
Surat dari Lalita
20
Pilu
21
Semakin Kacau
22
Tabir yang Tersingkap
23
Keluarga Palsu
24
Akhiri Semuanya
25
Maafkan Aku Karena Memisahkan Kalian
26
Hati yang Tulus
27
Sesal
28
Persidangan Pertama
29
Akhir dari Rasa
30
Meninggalkan Semuanya
31
Kasih Sayang yang Salah
32
Sekali Ini Saja
33
Tak Lagi Memiliki Kesempatan
34
Ternyata Arfan Tahu
35
Bukan Kasih Sayang, Tapi Racun!
36
Harapan di Balik Sikap Membangkang
37
Resmi Menjadi Mantan Suami
38
Salam Perpisahan
39
Kabar dari Arfan
40
Nasihat Riani
41
Tindakan yang Riani Ambil
42
Dia Berhak Tahu
43
Hal yang Tak Mungkin Terjadi
44
Hukuman Dimulai
45
Tekad Baru
46
Kenyataan Pahit untuk Erick
47
Rumpi dulu yuk, Gaessss
48
Menjadi Lebih Dewasa
49
Menyadari Kesalahan
50
Pengumuman
51
Pengumuman
52
Sebuah Tamparan
53
Gadis Tanpa Rahim
54
Bukan Keluarga Palsu
55
Pergilah, Erick ... Jangan Kembali Lagi ....
56
Tak Ada Jalan Kembali
57
Sebuah Perubahan Kecil
58
Pendosa yang Memohon Pengampunan
59
Riani dan Arfan
60
Kembali Utuh
61
Permintaan Maaf Arfan
62
Terima Kasih, Lita ....
63
Impian yang Tertunda
64
Mengikhlaskan
65
Sesal
66
Lelaki Luar Biasa
67
The Broken Ring
68
Kalandra Ingin Bulan Madu
69
Layu Sebelum Berkembang
70
Berusaha Menerima Kenyataan
71
Rahasia Zayn
72
Impian dan Pengharapan
73
Atmosfer yang Berubah
74
Percayalah Padaku
75
Pengakuan Tak Terduga
76
Hai-hai ....
77
Aku Mencintaimu, Zayn
78
Kak Shelin dan Kalandra
79
Jodoh Terbaik
80
Harapan Lalita
81
Akan Indah Pada Waktunya (End)
82
Sudah Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!