Pendaki gunung

Hampir sama seperti Indonesia, di pusat kota Boston selalu penuh sesak dengan semua kendaraan yang berlalu lalang hingga macet. Tapi itu hanya untuk jam-jam berangkat dan pulang kantor, selebihnya ramai lancar.

Jika dibandingkan dengan Indonesia yang tidak peduli kapan, entah itu jam pagi, siang, sore hingga malam, kemacetan seperti menjadi tradisi di jalanan. Bahkan ketika berpikir bahwa tanpa macet Jakarta tidaklah seru, memang benar adanya.

Tapi di kota Boston ini, tidak mungkin menemukan para supir angkot yang berteriak-teriak mencari penumpang atau para pedagang asongan menjajakan minuman dingin. Semua jelas berbeda,

Setelah Rea pergi keluar untuk berbelanja, dia pun kembali ke asrama yang terletak di dalam wilayah kampus. Tentu ada alasan kenapa orang tua Rea menempatkannya di asrama ketimbang membeli apartemen sendiri.

Bukan berarti keluarga Mavendra kekurangan uang, bahkan jika mereka mau, untuk membeli sebuah rumah mewah di wilayah perumahan Atherton California, itu masih sangat murah. Terlebih mereka pun sudah punya dua dan jarang pula di gunakan.

Hanya saja, perihal keamanan dan keselamatan Rea, tinggal di asrama adalah pilihan yang tepat. Karena pihak universitas Harvard benar-benar menjamin semua mahasiswa mereka agar terhindar dari masalah.

Rea sudah mempersiapkan kunci untuk membuka pintu kamarnya, tapi ketika dia sadari bahwa pintu itu tidaklah terkunci dan memang benar, jika di dalam sana, sudah ada satu wanita yang menjadi teman satu ruangannya.

Seorang wanita berambut hitam pendek yang merebahkan diri di atas ranjang dengan hanya menggunakan pakaian dalam saja.

"Oh, Rea kau sudah pulang." Ucapnya santai.

Senyum lemas melengkung di wajah Rea...."Anna, kau tidak memberitahu ku jika kau datang hari ini."

"Benarkah ?, Aku pasti lupa mengirimkan mu pesan."

"Kau memang selalu seperti itu, pergi tanpa pamit dan pulang begitu saja. Jadi bagaimana liburanmu."

"Itu buruk, benar-benar buruk." Keluh Anna sedikit rasa kesal dari nada bicaranya.

"Memang apa yang terjadi."

Anna bangkit dari tempat tidurnya, berdiri memperlihatkan tubuh pakaian dalam bertali yang cukup liar dengan wajah emosi.

"Aku tidak tahu jika dia sudah memiliki pacar, ketika kami berdua ada di hotel, siapa yang menyangka pacarnya itu datang dan mengacaukan semua."

Terhembus nafas Rea karena sudah biasa mendengar temannya itu mengeluh perihal lelaki...."Kau itu tidak bisa menilai seorang lelaki Anna, harusnya kau sadar jika manusia semacam Endru, dia hanya mempermainkan mu saja."

"Meski pun begitu aku sudah menyukai dia sejak lama."

"Terserah kau saja, selama kau senang, aku tidak peduli."

Annastasia, teman satu kamar Rea yang dia kenal sejak awal masuk universitas, memang memiliki hubungan terbilang dekat. Tidak seperti Fio, dimana Rea kenal karena dia menjadi saudara setanah air. Anna adalah penduduk lokal negara Amerika yang tinggal di San Fransisco.

Itulah mengapa dia bisa bertahan di udara dingin tanpa penghangat ruangan bahkan hanya menggunakan pakaian dalam bertali warna abu-abu. Kulit mereka benar-benar sudah terbiasa untuk menikmati udara di bawah 10° Celcius.

Di sisi lain, meski penampilan Anna cukup fulgar dan selalu menggunakan pakaian minimalis. Rea bisa menganggap jika dia adalah seorang yang dikenalnya sebagai teman.

"Rea apa kau luang nanti malam." Tanya Anna yang terlihat memiliki permohonan.

"Memangnya kenapa ?."

"Apa kau bisa ikut denganku untuk acara pertemuan."

"Tidak, aku lebih senang berada di sini dan aku tidak memiliki waktu untuk acara mu." Jawab Rea tanpa perlu berpikir hal lain.

"Come on, kau terlalu sibuk belajar, itu tidak baik dalam hidupmu."

"Aku tahu apa yang terbaik bagi diriku sendiri. Hanya karena tidak memiliki pacar bukan berarti aku akan mati." Jawabnya.

"Ya kau benar, tapi kau masih muda, jika kau tidak menikmati hidup sekarang, di masa depan nanti kau akan menyesal."

Sejenak Rea diam, ya itu seperti yang dia pikirkan selama ini. 16 tahun hidupnya, hanya digunakan untuk belajar dan menyelesaikan tugas sekolah. Sedangkan Rea tidaklah ahli dalam bersosialisasi kepada sesama manusia.

Terlebih ketika dia ingat kejadian sebelumnya, dimana pertemuan dengan lelaki bernama Askar membuat Rea bingung karena dia tidak terbiasa bicara kepada lawan jenis.

Rea hanya berpikir, jika dia harus berubah, membiasakan diri untuk mengenal lawan jenis meski itu bukan secara intim.

"Baiklah, aku akan menemanimu."

"Sungguh ?."

Rea menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Terimakasih... Kau memang temanku Rea." Anna memeluk Rea akrab.

"Tapi apa kau tidak bosan, semua lelaki yang menjadi pacarmu selalu berakhir karena mereka memiliki wanita lain."

"Ya aku hanya belum bertemu dengan lelaki yang tepat, jadi tidak salah untuk terus mencari sampai aku menemukannya."

Asrama kampus memang memiliki aturan jam malam yang cukup ketat, tapi ada cara untuk mengatasi itu, dimana mereka harus keluar sebelum jam 8 malam dan tidur di luar jika sudah lewat dari jam 10.

Rea tidak terlalu khawatir kalau pun tidak pulang melewati batas jam malam, karena keluarga Mavendra memiliki satu rumah yang ada di Cambridge, jaraknya pun hanya beberapa menit dari kampus, sehingga Rea bisa memesan taksi untuk mengantarnya ke sana.

Malam hari.....

Anna tertawa melihat penampilan Rea sekarang. Dimana seluruh tubuhnya tertutup rapat oleh jaket, jeans, sarung tangan, syal, sepatu dan juga topi. Itu tidak menunjukkan bahwa Rea adalah wanita modis.

"Apa yang membuatmu tertawa begitu bahagia Anna ?." Kesal Rea melihat tawa Anna begitu puas.

"Kau terlihat lebih seperti pendaki gunung Everest dari pada wanita yang akan bertemu dengan seorang lelaki, Rea." Itu tidak bisa di pungkiri lagi.

"Aku tidak tahu pakaian yang bagus untuk digunakan."

"Lepaskan jaketmu, dan ganti baju mu itu." Perintah Anna.

Rea menuruti perkataan Anna, dan Anna pun mengambilkan pakaian lain yang sedikit terbuka meski tidak sampai memperlihatkan pusarnya.

"Apa kau ingin membunuhku, udara malam sangat dingin, paling tidak biarkan aku menggunakan jaket."

"Baiklah, baik... Padahal kau terlihat sangat seksi Rea, aku yakin banyak lelaki yang ingin mendapatkan mu."

"Jika itu sama artinya dengan menjual tubuh, aku tidak akan memberikannya gratis kepada lelaki tidak tahu diri." Balas Rea sengit.

Kehidupan malam bagi para remaja memang sudah menjadi hal biasa, mereka semua hidup untuk mengekspresikan diri melalui dalam lingkaran pergaulan bebas.

Melihat orang berciuman di pinggiran jalan adalah hal wajar, berbeda dengan Indonesia yang masih mementingkan kenyamanan publik bagi para jomblo- jomblo agar tidak kena mental.

Tapi berjalan di luar dengan pakaian pilihan Anna, semilir angin melewati celah baju yang terbuka dan juba dipandangi oleh setiap lelaki sang*ean di pinggiran jalan menatap mereka berdua begitu serius.

Sedangkan tepat di sebelah Rea, Anna terlihat begitu santai, bahkan sesekali menunjukkan senyum merayu kepada para lelaki itu.

Tetap saja, Rea merasa risih untuk berpenampilan seperti wanita murahan sedang memamerkan tubuh.

Terpopuler

Comments

Carles Wijayanto

Carles Wijayanto

klo vote ku dah cukup kukasih lah

2023-01-03

1

Carles Wijayanto

Carles Wijayanto

like no 10 hadiah no 1...hore

2023-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!