Millis, Massachusetts....
Sebuah kawasan perumahan elite yang di huni oleh para konglomerat Amerika dengan kisar harga ratusan ribu Dollar Amerika hingga jutaan Dollar. Itu pun termasuk rumah termurah dengan model sederhana, dua lantai, dua kamar tidur, dua kamar mandi, dapur, teras dan memiliki halaman cukup luas di sekitarnya.
Tentu harga yang sedemikian fantastis karena model rumah dari arsitek jempolan, jenis bahan bangunan berkualitas dan juga bayaran kuli di Amerika sana melebihi gaji manager operasional perusahaan besar di Indonesia.
Tapi bagi keluarga Mavendra, uang puluhan jutaan Dollar yang mereka keluarkan untuk membeli satu hunian besar tiga lantai bergaya Mediterania modern di kawasan
Millis, Massachusetts, hanya seperti uang receh karena jika di bandingkan dengan total kekayaan hingga ratusan milyar dollar.
Di sinilah Rea berada sekarang, di jemput oleh mobil pribadi milik keluarga Mavendra, dia pun di antarkan menuju salah satu rumah mereka yang memang tidak terlalu jauh dari universitas Harvard.
"Selamat datang nona Rea...." Semua pelayan itu membungkuk hormat ketika Rea berjalan memasuki rumah.
"Ya... Aku pulang."
Hingga satu lelaki paruh baya datang, dia adalah Hajrudin, Asisten pribadi dari ayah Rea yang sudah mengabdikan diri di keluarga Mavendra selama tiga puluh tahun.
"Nona Rea biar aku bawakan barang bawaan anda." Kata Hajrudin sopan.
"Itu tidak perlu pak Udin, ini hanya tas kecil, tidak terlalu berat untuk aku bawa sendiri."
"Baik nona."
Rea melihat sekitar seakan mencari sesuatu...."Dimana ayah...."
"Tuan Dirgan ada di halaman belakang, beliau sedang minum teh bersama tamunya." Jawab Hajrudin.
Rea terlihat kecewa...."Tamu ?, Siapa ?, Aku pikir dia datang kemari untuk melihatku."
"Tuan Dirgan memang ingin melihat anda nona, tapi beliau juga memiliki alasan kenapa tiba-tiba saja datang ke Amerika."
Tapi Rea cukup paham soal ayahnya itu ..."Seharusnya tidak aneh, ayah selalu bepergian ke seluruh dunia untuk urusan bisnis, jadi pulang pergi Amerika ke Indonesia, sama seperti orang buang hajat setiap pagi, itu sangat wajar.... Sudahlah lupakan."
"Apa perlu aku siapkan teh selagi menunggu tuan Dirgan selesai dengan tamunya."
"Boleh pak."
"Baik, akan aku siapkan nona."
Rea duduk di ruang keluarga sembari menikmati teh herbal yang dibuat oleh pak Hajrudin dan mulai berjalan keluar menuju teras samping.
Taman bunga Anemone empat warna, kolam ikan mas koi, air mancur patung bayi kecil sedang ke*ncing dan suasana lingkungan rumah terbilang sunyi.
Di tempat ini mereka tidak akan menemukan tetangga-tetangga berisik memutar musik lagu koplo volume penuh, atau pun suara kenalpot berisik dengan asap tebal yang terbatuk-batuk.
Meski pun rumah keluarga Mavendra ini tidak jauh dari perkotaan, kedamaian bisa di rasakan siapa pun ketika menikmati suasana yang berbeda dari hiruk pikuk kehidupan kota.
Rea berjalan di sekitar kolam ikan, menaburkan roti-roti kecil untuk mereka makan. Tapi dari balik pintu sudah berdiri seorang lelaki paruh baya dengan pakaian formal berjas dan dasi dan memiliki potongan rambut rapi penuh wibawa.
Dialah, Dirgan Mavendra yang melihat Rea bermain-main di sebelah kolam ikan. Untuk ukuran lelaki berusia empat puluh tahun lebih, tubuh Dirgan tegap berisi karena selalu menjaga kesehatan dengan olah raga.
Jelas berbeda dari gambaran para pejabat korup malas yang selalu tidur saat sidang parlemen dengan perut buncit mereka karena terlalu kenyang makan uang haram.
Dirgan berjalan mendekati Rea..."Apa baik-baik saja hidup di sini Rea."
Pertanyaan itu muncul dari belakang punggung Rea, dia segera berdiri dan membalik badan sebelum menjawabnya.
"Ya aku baik-baik saja ayah, semua kebutuhan ku di asrama kampus sangat terjamin." Jawab Rea dengan menundukkan kepala.
Seakan ragu-ragu ketika harus menatap mata ayahnya, itu semua karena Rea tidak benar-benar mengenal sosok orang yang selalu dipanggil dengan ayah itu.
"Seperti yang di harapkan dari universitas Harvard." Dirgan sedikit tersenyum memberi apresiasi.
"Ya ayah...."
"Jadi bagaimana dengan studimu, apa semua lancar ?."
"Tidak ada masalah, bahkan mungkin di akhir tahun ini, jika tesis ku selesai dan lulus sidang ujian, aku bisa lulus." Jawab Rea.
"Itu lebih cepat dari perkiraan ayah, tapi biarlah, apa kau tidak tertarik untuk tetap melanjutkan studi dan mengambil jurusan yang lain ?." Tanya Dirgan.
"Jika memang ayah berpikir itu perlu, aku tidak akan menolaknya." Rea hanya bisa menuruti apa keinginan dari sang ayah.
Dirgan menganggukkan kepala...."Kita lihat saja nanti."
Dirgan berjalan masuk ke dalam rumah, Rea pun mengikuti dari belakang tanpa sedikitpun menunjukkan kebahagiaan seorang anak yang bertemu ayahnya setelah sekian lama berpisah.
Tidak ada hadiah, tidak ada pelukan haru atau juga senyum yang melengkung di wajah Rea, dia tertunduk murung, hanya menjawab ketika Dirgan bertanya, selain itu Rea diam, lebih banyak diam.
Pemandangan ini memang sudah biasa Rea lihat, berjalan mengikuti di belakang dan menatap ke arah punggung lebar milik ayah, bahkan sebenarnya Rea lupa bagaimana wajah ayahnya itu.
"Tapi ayah .... "
"Ada apa Rea ?." Dirgan bertanya.
Rea menjadi ragu-ragu ketika ingin bicara..."Maaf tidak jadi ayah."
Dirgan seakan paham jika Rea masih menahan diri untuk apa yang dia inginkan... "Tidak apa, katakan saja."
"Sepertinya, aku sudah cukup untuk belajar di Harvard ini, setelah lulus, aku ingin pulang ke Indonesia." Jawab Rea berusaha kuat untuk mengatakan keinginannya.
"Hmmm jika itu memang keinginan mu, tapi sepertinya tidak untuk dua tahun nanti kau harus tetap di Amerika... Kau bisa hidup di rumah ini sebelum pulang." Dirgan menolak.
Rea tidak bisa menerima jawaban dari ayahnya...."Memangnya kenapa ayah, sudah hampir tiga tahun aku di Amerika, apa yang aku lakukan hanya belajar dan belajar, jadi....."
"Bukan ayah melarang mu untuk pulang, hanya saja, ada banyak masalah terjadi di keluarga Mavendra, ayah tidak ingin kau ikut terlibat di masalah ini." Dirgan menjelaskan kepada Rea dengan serius.
"Memang apa yang terjadi di keluarga kita."
"Kau tidak perlu memikirkannya, kau selesaikan saja studimu disini dan pulang setelah semua masalah selesai." Balas Dirgan.
"Tapi aku juga bagian dari keluarga Mavendra."
"Sudah cukup, jangan bicarakan itu sekarang."
Ini menjadi alasan kenapa Dirgan mengirim Rea belajar ke luar negeri, masalah yang terjadi di keluarga Mavendra sendiri adalah konflik internal sesama saudara.
Rea adalah kelemahan Dirgan, dia tidak ingin putri tercintanya celaka jika harus terlibat di dalam suatu masalah yang membahayakan nyawa.
"Dan satu lagi Rea, beberapa hari lagi kau ikut ayah untuk menghadiri acara penggalangan dana."
"Baik ayah." Rea patuh menjawab.
Sekali lagi Rea hanya bisa menuruti apa yang ayahnya inginkan, tanpa bisa membantah atau pun menolak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments