Merendah diri

Rea sudah menatap layar laptopnya untuk waktu lama, sejak pulang ke asrama hingga kini jam Delapan malam. Jadi jemari terus bergerak menulis setiap kata yang dia masukan ke dalam lembar laporan Tesis.

Semua kalimat tersusun dengan cepat dan juga tepat tanpa ada satu kata pun salah, Rea memang terkenal memiliki konsentrasi tinggi dalam belajar, jadi tidak aneh ketika melihat Rea begitu serius.

Tapi dari sudut pandang Anna yang melihat Rea sekarang, dia tentu menyadari ada sesuatu sedang menggangu pikirannya.

"Apa kau sedang marah Rea ?." Tanya Anna merasa khawatir.

"Apa maksudmu Anna, apa aku terlihat seperti sedang marah-marah." Jawab Rea dengan santai.

"Ya mungkin cara bicara mu itu tidak, tapi kau seperti ingin merusak keyboard nya."

Suara ketikan Rea terdengar keras, bahkan jika keyboard itu diberikan mulut, mereka akan menjerit kesakitan karena jari tangan Rea seperti kesurupan dan menekan penuh emosi.

Sejenak Rea berhenti, hembusan nafas berat pun keluar, mengistirahatkan pikirannya dari urusan kuliah. Sekilas dia melihat ke arah jam, pukul delapan kurang lima menit.

Apa yang ada di dalam pikiran Rea sekarang adalah tentang Askar dan Fio, pada dasarnya dia tidak berhak untuk marah karena kedekatan mereka berdua, tapi tetap saja, rasa penasaran dan juga kesal memenuhi pikiran Rea sekarang.

Rea pun mengambil jaket ..."Aku pergi keluar dulu...."

"Hei ini sudah jam 8, kau mau kemana ?."

"Aku mau cari udara dingin." Jawabnya.

"Kenapa harus keluar, apa perlu aku atur AC nya sampai minus ?."

"Tidak perlu."

Rea meminta izin dari penjaga malam untuk keluar Kampus, karena jika dia kembali melebihi jam 10 malam, itu artinya Rea melanggar aturan asrama.

Melangkah kaki di pinggiran jalan Cambridge, melihat berpasang-pasangan manusia saling mengumbar kemesraan, atau para musisi jalan menyenandungkan lagu demi uang receh dari pejalan kaki.

Rea tidak memiliki tujuan, hanya ingin menenangkan hati dan juga pikiran tentang Askar dan Fio. Rea sadar, dia tidak berhak untuk marah, karena sejak awal hubungannya dengan Askar sebatas teman mengobrol saja.

"Bukankah itu curang, dia yang mengatakan tidak tertarik dengan Askar, tapi kenapa sekarang dia malah mendekatinya."

Wajah Rea menunduk, memandangi lantai jalanan di setiap langkah.

"Lagian juga.... Apa salah jika aku mulai tertarik dengan orang lain." Rea mengoceh sendirian.

Hingga tanpa dia sadari, langkah kakinya sudah membawa Rea ke depan pintu masuk diskotik After Night yang memang tidak jauh dari kampusnya. Dimana di dalam sana adalah tempat bagi orang-orang yang mencari kesenangan dengan minum-minum keras dan juga musik keras tidak elegan.

"Kenapa aku disini..." Rea berniat pergi.

Segera saja langkah Rea berhenti dan dia pun kembali untuk memasuki pintu diskotik. Meski dalam peraturan perundang-undangan hukum Amerika, dilarang bagi anak di bawah umur mendekati tempat seperti diskotik.

Hanya saja semua sebatas karya tulis untuk mengisi daftar kosong dalam undang-undang. Para penjaga tidak peduli jika wanita-wanita itu masih di bawah umur atau sudah dewasa. Selama memberi keuntungan bagi tempat usaha mereka tentu bukan masalah.

Silau lampu laser bergerak dan berputar-putar mengikuti irama musik, setiap orang menari freestyle, para wanita memamerkan lekuk tubuh mereka dari baju minimalis yang lebih seperti pakaian dalam dari pada baju piyama.

Tangan-tangan mulai menggerayangi dari belakang, mengelus pinggang mereka dan mulai naik untuk menyentuh aset pribadi tanpa ada penolakan. Ini adalah kehidupan bebas dunia malam kota yang di penuhi gejolak nafsu para manusia.

Sekilas pandangan Rea melihat ke arah Bar, dimana disana ada Askar dan juga Fio. Perasaan tidak nyaman memenuhi hati.

"Cantik, apa kau sendirian, bagaimana jika kau menari denganku ?." Seseorang mendekati Rea dan mulai merayu.

Lelaki itu terlihat begitu percaya diri soal penampilannya, terlebih style kemeja berdasi dan potongan rambut rapi berminyak, memperlihatkan bahwa dia adalah orang kaya.

"Maaf aku tidak bisa menari." Rea menghindar.

"Kalau begitu apa kau ingin minum sesuatu, katakan saja, biar aku yang bayar." Dia tetap memaksa.

Kesal Rea semakin besar untuk sikap lelaki satu ini...."Aku bukan orang miskin yang harus minum dari uang orang lain, urus saja masalahmu sendiri tuan."

Tapi seakan lelaki itu tidak mau melepas Rea karena kecantikan yang dimiliki, sudah cukup membuat para lelaki terpesona. Dia terus mengejar dan menarik tangan Rea kasar.

Di tempat lain....

Askar duduk di depan bartender selagi menikmati minuman dingin bersama Fio. Wanita yang sekarang ada di sebelahnya menunjukkan diri dengan pakaian serba minim.

"Apa kau tidak dingin dengan pusar terbuka, kau akan masuk angin." Ucap Askar melihat penampilan Fio.

"Pertanyaan mu sama seperti Rea, kak Askar. Tapi bukankah kau tertarik untuk melihatnya." Santai Fio menjawab dengan senyum menggoda.

"Tidak, maksudku tidak mungkin aku menolaknya." Jawaban Askar terdengar jujur.

"Aku cukup senang kau bukan lelaki munafik."

Askar bisa melihat kehadiran Rea yang ditarik paksa oleh seorang lelaki, dia pun segera menarh cangkir minumannya dan berjalan menuju lantai dansa.

Kuat tangan Askar melepaskan cengkeraman lelaki itu dari Rea.

"Siapa kau, aku tidak memiliki urusan denganmu." Tegas ucapannya marah.

"Wanita ini adalah kenalanku, kau membuatnya kesusahan, aku tidak bisa biarkan." Balas Askar.

"Oh, jadi kau ingin menjadi pahlawan, tapi maaf saja di sini sudah ada Avengers." Dia sudah siap dengan kepalan tangannya.

Tapi lebih cepat tamparan keras di lepaskan Askar ke wajah lelaki itu hingga seketika tubuhnya jatuh dan tidak sadarkan diri.

"Apa kau baik-baik saja Rea." Tanya Askar melihat Rea di sampingnya.

Rea hanya mengangguk tanpa berkedip menatap Askar di sampingnya dan Dia pun menarik tangan Rea untuk ikut ke tempat Fio.

Fio bertepuk tangan dan tersenyum..."Wah ternyata kau sangat kuat kak Askar, kau bisa mengalahkan orang itu hanya dengan satu tamparan."

"Bukan sesuatu yang khusus, aku hanya sedikit lebih kuat saja." Askar beralasan.

"Apa kau termasuk sepuh yang hobi merendah diri dan coba lihat ini, lengan mu berotot, sangat keras, apa kau sering fitness ?."

"Tidak juga."

"Lantas dari mana tumbuhnya otot-otot ini, tidak mungkin muncul dengan sendirinya."

Askar menjelaskan...."Coba kau pikir Fio... Setiap hari aku mengepel lantai dengan kain pel seberat dua kilogram, jika aku melakukannya setiap detik selama delapan jam penuh, berapa banyak energi yang aku gunakan untuk membentuk otot ini."

"Itu terdengar luar biasa, meski hanya menggunakan kain pel bisa menjadi alat olahraga." Fio mengangguk paham.

"Dan sekarang pikir, apa jadinya jika aku mengepel selama seribu tahun. Bukankah itu sama artinya aku mampu mengangkat planet bumi."

"Tidak bisa dibayangkan." Fio pun terkagum-kagum.

Rea benar-benar tertawa untuk penjelasan tidak masuk akal dari Askar. Dia sendiri sadar bahwa itu hanya sebuah lelucon yang dia buat sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!