"Mas, kita sarapan dulu ya," ujarku sembari membereskan obat-obatan kembali memasukkan kedalam kotak P3K.
"Tidak usah, Dek. Saya sarapan dirumah saja nanti," jawabnya yang membuat aku sedikit sedih mendengarnya.
"Kenapa, Mas? Apakah kamu tidak menganggap rumah ini sebagai rumah kamu juga?"
"Ah, bukan, bukan begitu maksud saya. Tapi saya masih tidak enak sama Bapak. Saya benar-benar merasa bersalah, saya sudah sangat mengecewakan beliau."
Aku menatap wajah suamiku, terlihat sekali disana menyimpan rasa bersalah. Mungkin karena dia sudah cukup lama bekerja dengan Papa, dan Papa sangat mempercayai dia, tapi kini atasannya itu telah kecewa karena ulah oknum yang tak bertanggung jawab membuat aku dan Mas Yusuf berada dalam hubungan rumit ini.
Aku hanya memahami apa yang sedang dia rasakan, aku mengantarkan Mas Yusuf hingga lantai satu, saat kami melintasi ruang makan, Papa dan Bunda sudah duduk disana.
"Pak, Buk, saya pamit pulang dulu." Mas Yusuf berpamitan dengan Papa dan Bunda.
"Ayo duduklah! Kita sarapan dulu." Papa meminta Mas Yusuf untuk ikut sarapan bersama. Aku tersenyum senang mendengarnya.
Mas Yusuf hanya mengangguk patuh, dia masih menganggap Papa sebagai atasannya yang selalu dia patuhi segala perintahnya. Aku ikut duduk disamping Mas Yusuf.
"Ambilkan sarapan buat suami kamu, Khanza," ujar Bunda, aku menjadi kikuk sendiri, rasa canggung menghampiriku, ini adalah pengalaman pertama bagiku. Rasanya masih belum percaya bahwa kini aku sudah mempunyai suami, aku mengisi piring Mas Yusuf dengan sarapan yang ada.
"Cukup, Dek." Dia menahan sendok berisi makanan yang akan aku tambahkan kedalam piringnya. Aku baru tahu bahwa porsi makannya tidak banyak. Pantas saja bentuk tubuhnya cukup bagus.
Ah, ya ampun Khanza. Kenapa kamu selalu mengagumi segala yang ada pada dirinya
Setelah melayani dia, aku segera mengisi piringku sendiri dengan porsi yang banyak, entah kenapa aku melihat menu sarapan pagi ini begitu menggiurkan. Aku makan begitu lahap sehingga rasa malu hilang seketika.
Aku makan tak seperti biasanya, seperti orang tidak makan beberapa hari. Mungkin dikarenakan dari semalam aku juga belum makan, pagi ini pikiranku sudah lebih tenang sehingga rasa laparku begitu mendera.
Uhuk! Uhuk!
Aku tersedak karena terlalu bersemangat sehingga membuat makanan masuk salah jalur. Dengan cepat Mas Yusuf memberiku air minum.
"Minum dulu, Dek. Makan pelan-pelan," ujarnya, sembari mengusap punggungku dengan lembut. Aku merasa begitu malu kenapa tingkahku didepannya selalu saja diluar dugaan. Ah, aku benci sekali dengan keadaan ini. Aku seorang Dokter tetapi cara makanku sungguh seperti orang tak berpendidikan.
Papa dan Bunda hanya memperhatikan aku dan Mas Yusuf. Aku jadi semakin malu karena diperhatikan oleh kedua orangtuaku. Untung saja Pria yang ada disampingku begitu penyabar.
"Maaf ya, Mas. Tidak terkontrol," ujarku dengan senyum malu.
"Tidak pa-pa. Ayo, makanlah. Tapi pelan-pelan ya." Tangannya masih mengusap punggungku.
Kami kembali makan, kali ini aku makan lebih tenang, sekilas aku melihat Bunda tersenyum pada Papa, orangtua itu memberi kode dengan gerakan bibirnya, entah apa artinya tentu saja hanya Papa yang tahu.
Aku tidak menghiraukan lagi, aku hanya fokus dengan makanan yang ada dipiringku, kini kami sarapan dengan tenang hanya terdengar gesekan antara piring dan sendok.
"Jam berapa ke Polres, Suf?" tanya Papa di sela-sela sarapan.
"Nanti sekitar jam sepuluh, Pak. Saya pulang terlebih dahulu," jawab Mas Yusuf, sembari menyudahi sarapannya.
"Nanti, biar Papa yang mengurus surat tugasmu."
"Ah, tidak usah Pak. Biar saya saja." Mas Yusuf menolak tawaran Papa.
"Kenapa kamu menolak?" tanya Papa ingin tahu alasannya, seharusnya Mas Yusuf senang karena dia tidak perlu repot-repot menghadapi atasannya di kantor, karena dia hanya terima beres, tentu saja tidak ada yang bisa menolak jika Papa turun tangan.
"Maaf, Pak, saya hanya ingin berusaha sendiri terlebih dahulu, Saya tidak ingin menjadi lelaki manja yang hanya bisa mengambil keuntungan dari status saya sekarang sebagai menantu dari Bapak seorang jenderal, jika Bapak yang mengurus surat tugas saya, tentu saja mereka tidak akan bisa membantah. Mohon maaf sekali lagi, bukan saya tidak menghargai bantuan dari Bapak, tetapi saya ingin berjuang dengan diri saya sendiri."
Kata-kata Mas Yusuf membuat Papa tersenyum bangga. Papa berdiri dari duduknya menghampiri Mas Yusuf dan menepuk pundaknya.
"Papa sangat bangga dengan pribadi kamu yang menjadi diri sendiri tidak mudah tergiur dan tidak memanfaatkan nama besar Papa untuk menunjang karir kamu. Teruslah seperti ini berdiri dikakimu sendiri, Papa percaya kamu pasti sukses."
"Siap Bapak!" Mas Yusuf menjawab masih seperti anggota dan atasan.
"Jangan panggil saya seperti itu. Sekarang saya sudah menjadi Papa mertuamu. Ubahlah panggilanmu pada saya."
"Ah, siap, Papa!"
Aku dan Bunda hanya tersenyum mendengar suamiku yang masih sulit mengubahnya, maka terdengar lucu. Papa menanggapinya dengan senyum tipis dan segera berlalu meninggalkan kami yang masih berada disana. Tidak berselang lama Bunda juga meninggalkan ruang makan. Kini tinggal kami berdua.
Dia masih duduk menungguiku selesai makan. Aku segera menghabiskan sarapan dengan cepat, aku tidak mau dia menunggu terlalu lama karena masih banyak urusan yang harus dia selesaikan.
Setelah selesai, aku mengantarkan Mas Yusuf hingga depan rumah, Papa menyuruhnya untuk menggunakan salah satu mobil yang ada di garasi, tetapi Mas Yusuf menolak dengan alasan, dia tidak enak bila dilihat oleh orang lain maupun ADC yang lainnya, suamiku ini mempunyai jiwa tenggang rasa yang cukup kuat.
"Dek, saya pergi dulu ya. Maaf jika nanti saya tidak bisa pulang kesini, karena masih banyak urusan yang harus saya selesaikan," ujarnya pamit dan meminta izin kepadaku.
"Iya, Mas, tidak pa-pa." Aku menyalami tangannya dan dia hanya membalas dengan mengusap kepalaku. "Jika kamu butuh sesuatu jangan lupa hubungi saya," ucapnya memberi pesan. Aku hanya mengangguk pelan, mana mungkin aku akan merepotkan dia, dan aku juga tidak ingin mengganggu waktunya bersama Mbak Tiara. Bagiku bila dia berada dikediaman istri pertamanya, maka waktu dia sepenuhnya untuk mereka, aku tidak ingin menjadi wanita picik hanya mementingkan ego sendiri.
Setelah Mas Yusuf pergi menggunakan jasa taksi, aku kembali masuk kedalam rumah. Aku juga akan bersiap berangkat ke RS. Setelah bersiap aku turun dan kembali berpapasan dengan Papa yang juga akan pergi dinas.
"Kamu masih bekerja, Khanza?" tanya Papa karena melihat aku sudah rapi dan menggunakan Snelli dokterku.
"Iya, Pa, untuk saat ini aku akan tetap bekerja, tapi nanti bila kandunganku sudah tak bisa aku sembunyikan lagi, maka aku akan mengundurkan diri," jelasku pada Papa.
"Baiklah, kamu harus ingat jangan sampai peristiwa ini diketahui oleh publik."
"Baik, Pa, aku paham."
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Yuli Purwa
bagus mas 👍👍 jangan asas manfaat 😂😂
2023-10-12
1
Tapsir Tapsir
jadilah wanita yg kuat dan sabar khanza
2023-06-21
0
Sugiharti Rusli
kamu orang baik tapi ujianmu sungguh berat Yusuf, semoga Allah angkat derajatmu
2023-03-18
0