Kemarahan Papa

Aku tak lagi bisa menolak, dia menggiringku masuk kedalam mobil, wajahnya terlihat begitu datar. Setelah memastikan aku duduk dengan nyaman. Dia segera duduk di bangku kemudi.

Aku masih menangis, sungguh aku benar-benar takut akan terjadi sesuatu pada dirinya. Saat tangisku belum reda. Aku kembali di kejutkan oleh sikapnya yang tak terduga.

"Jangan menangis. Semua akan baik-baik saja," ujarnya begitu dekat denganku. Sembari memasangkan sabuk pengaman di tubuhku. Wajah kami begitu dekat. Aku mencium aroma maskulin tubuhnya. Seketika hatiku mendadak nyaman.

Sesaat dia menatapku sebelum memposisikan duduknya seperti semula. Mataku masih menatapnya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.

"Mas, saya takut..." lirihku. Aku meremat buku-buku jariku sendiri, berharap bisa menghilangkan rasa cemas walau sedikit saja.

Aku rasakan mobil menepi turun jalan. Dia kembali menatapku. Perlahan tangannya terulur dan mengusap rambutku dengan lembut. "Jangan takut, ini semua bukan salah Mbak Khanza, disini Mbak hanya sebagai korban. Saya yang akan bertanggungjawab." tandasnya seraya mengukir senyum tipis.

Perasaanku semakin tak menentu. Air mataku kembali jatuh, ku gigit bibirku untuk menahan perih dihati. Bagaimana nasib istri dan anaknya. Bagaimana hancurnya hati kedua orangtuaku.

Ya Allah, aku harus bagaimana? Beri kami jalan keluar dari masalah ini.

"Sudah ya, jangan menangis lagi. Percayalah, semua akan baik-baik saja." Dia masih berusaha meyakinkan aku, meskipun aku tahu banyak sedikitnya pasti ada rasa cemas dihatinya.

Dia kembali menjalankan mobil, aku berusaha untuk tenang. Aku serahkan segala rasa takut dan cemas ini kepada Allah, aku berharap akan ada jalan keluarnya dari masalah ini. Meskipun banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan, tetapi aku sudah tidak ingin membebani dirinya.

Di perjalanan pulang, bibirku tak henti selalu berdo'a. Sesekali aku menoleh kesamping sembari memperhatikan dirinya. Wajah tampan itu masih terlihat tenang. Begitukah sikap dia yang sebenarnya?

Tak berapa lama mobil yang dikendarainya sudah memasuki halaman rumah. Kembali rasa takutku bergelayut, tubuhku terasa bergetar. Kakiku lemas bagaikan tak bertulang. Aku masih berdiam diri di kursi duduk.

"Ayo, Mbak." Dia kembali membawaku untuk turun dari mobil. Aku menatap wajahnya kembali dengan segala rasa takut dan cemas.

"Saya takut, Mas."

Dia menatapku dengan sedikit menganggukkan kepala. "Jangan takut. Mbak Khanza tidak salah."

"Tapi bagaimana dengan Mas Yusuf sendiri?" tanyaku yang selalu memikirkan dirinya.

"Jangan pikirkan hal itu. Ayo, Bapak dan Ibuk sudah lama menunggu."

Dengan keyakinan hati. Aku keluar dari mobil. Perlahan aku mengayunkan langkah. Dengan gagahnya dia masih setia mendampingiku. Nafasku terasa sesak, dia membukakan pintu utama yang menuju ruang tamu.

Aku segera masuk. Seketika aku melihat Bunda sudah berderai air mata. Papa berusaha menenangkan Bunda. Abang juga berada disana. Terlihat sekali wajah kecewa mereka.

Saat aku mengucapkan salam. Mereka semua menatapku. Papa segera berdiri dan melerai pelukannya dari Bunda. Dengan langkah pasti Papa mendekatiku.

"Yusuf, keluarlah! Ini urusan pribadi keluarga saya," ujar Papa pada Pria yang sebenarnya pokok dari permasalahan itu sendiri.

Kulihat dia mengangguk pelan dan memutar tubuhnya untuk kembali keluar. Namun belum sempat dia melangkah, Papa sudah tak sabar ingin mencecarku dengan segala pertanyaan.

"Sini kamu!" Papa menarik tanganku dengan kuat. "Sekarang katakan pada Papa siapa Pria yang telah menghamilimu?!" Suara Papa menggelegar.

Aku segera bersimpuh dikaki Papa. Tangisku kembali pecah. "Papa, Bunda, maafkan aku! Sungguh aku minta maaf."

"Kenapa kamu melakukan hal ini Khanza? Apa yang ada dalam pikiranmu! Bunda benar-benar kecewa padamu!" Bunda menangis tersedu-sedu.

"Ya Allah, kenapa engkau masih membalaskan karma diriku pada putriku? Apakah taubatku selama ini tidak berarti ya Rabb!" Racau Bunda sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aku melihat Abang mendekap Bunda.

Hatiku semakin perih. Aku benar-benar telah melukai perasaan keluargaku. Papa meraih lenganku dengan kasar. "Ayo berdiri! Sekarang katakan siapa lelaki itu?!" Kembali Papa mempertanyakan padaku.

Sungguh aku sulit untuk mengatakannya. Aku masih menangis sesenggukan dengan wajah tertunduk.

"Khanza! Papa tanyakan sekali lagi! Siapa lelaki itu? Jawab Khanza!!"

Aku hanya menggeleng. Namun amarah Papa semakin memuncak. "Apakah kamu tidak ingin mengatakannya?" Aku hanya membalas dengan anggukan

"Kamu benar-benar ingin mempermalukan keluargamu!!" Papa mengangkat tangannya dan aku sudah siap menerima tamparan dari Pria yang sedari bayi merawat dan menyayangiku sepenuh jiwanya.

"Jangan Bapak! Tolong jangan sakiti Mbak Khanza."

Terdengar suara menghentikan tangan Papa yang sudah terangkat. Aku mencari sosok itu. Aku melihat dia sudah berdiri disamping Papa persis dihadanku

Papa menurunkan tangannya, dan menghadap kepada Mas Yusuf. "Apa maksud kamu? Kenapa kamu berani ikut campur urusan keluargaku!" Sentak Papa dengan wajah merah padam.

"Sekali lagi, tolong jangan sakiti Mbak Khanza, Pak. Dia tidak bersalah. Akulah yang telah menghamilinya. Aku telah memperkosanya."

Aku benar-benar tidak percaya dia mengakui segala kesalahannya didepan keluargaku, dan terlihat sekali wajahnya begitu tenang. Jangan ditanya bagaimana reaksi Papa.

Saat itu juga Papa meraih kerah kemejanya. Papa segera menghajarnya. "Berani sekali kau!"

Buggh! Buggh! Buggh!

Papa memukuli wajahnya berulang kali. Sehingga dia jatuh tersungkur dihadapanku. Aku melihat darah segar mengalir di sudut bibirnya. Dia tak sedikitpun memberi perlawanan.

Jangan ditanya reaksiku. Tubuhku bergetar. Air mataku mengalir deras. Aku berusaha untuk menghentikan serangan Papa. Rasanya aku tidak tega melihatnya.

"Sudah, Pa. Tolong hentikan!" Aku meraung sudah seperti orang gila.

Papa tak mengindahkan ucapanku. Dia semakin membabi buta menghajarnya. "Dasar ajudan tak bermoral. Berani sekali kau melukai harga diriku! Kau harus mati ditanganku!"

Aku segera berlari kepada Bunda dan Abang yang masih menyaksikan adegan baku hantam itu. Walaupun perlawanan hanya sepihak.

"Bunda, Abang, aku mohon tolong hentikan Papa! Tolong jangan lakukan itu! Dia ayah dari bayi yang aku kandung, Bun! Tolong jangan biarkan dia mati ditangan Papa!" Jeritku sembari memohon dan bersimpuh dikaki Bunda dan Abang.

Bunda Hanya menangis sembari membuang muka. Aku tahu Bunda dan Abang sangat kecewa terhadapku, kenapa aku tidak mengatakan yang sejujurnya dari awal kejadian itu.

"Bunda, Abang. Kenapa diam saja? Tolong Bun, hentikan Papa!" Aku memeluk kedua kaki Bunda dengan tangisan pilu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika Mas Yusuf harus mati ditangan Papa.

Aku tidak pernah melihat Papa semarah dan sebringas itu. Mungkin kekecewaan Papa benar-benar berada diatas puncaknya. Papa yang selama ini aku kenal begitu baik dan sangat peduli pada siapapun. Kini memperlihatkan sisi kejamnya sebagai seorang penyidik.

Aku melihat Papa mengeluarkan senpi yang tersisip di pinggangnya. Dan mengarahkan senjatanya kepada Mas Yusuf.

Seketika duniaku berhenti berputar. Nafasku terasa terlepas dari badan.

Bersambung.....

Nb. Kalau sempat nanti author update lagi ya. Jangan lupa dukungannya agar Author semangat up 🙏🤗🥰

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yuli Purwa

Yuli Purwa

jadi ingat bang Sambo 😬😬😬

2023-10-12

0

Tapsir Tapsir

Tapsir Tapsir

semakin tegang

2023-06-21

1

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

sedih bacanya

2023-03-18

0

lihat semua
Episodes
1 Hal yang tak terduga
2 Permohonan maaf
3 Menemani Abang
4 Serangan tiba-tiba
5 Menjalani operasi
6 Kritis
7 Sadar
8 Berusaha ikhlas
9 nyata
10 Ke Bandara
11 Memberi tahu
12 Kemarahan Papa
13 Tanggung jawab
14 Sah
15 Drama pagi
16 Ibadah bersama
17 Sarapan bersama
18 Pengkhianat
19 Berhasil mengamankan
20 Makan duren
21 mengetahui dalangnya
22 Rasa kecewa
23 Dr Akmal
24 Kata-kata yang sulit diartikan
25 Melepaskan
26 Wajah kecewa
27 Jalan-jalan
28 Rasa takut
29 Akhirnya
30 Perjalanan pulang
31 Berpisah
32 Bertemu
33 Tidak tahu yang sebenarnya
34 Rencana pergi
35 POV Yusuf
36 Hilang kendali
37 Berbohong
38 Tiara dirawat
39 Ada apa denganku?
40 Pesan Tiara
41 Bantuan Papa Arman
42 Kondisinya menurun
43 Menemui Khanza
44 Jujur
45 Bicara dari hati ke hati
46 Menjadi serba salah
47 Berpamitan
48 Bertemu Abang
49 Bertemu keluarga
50 Berkomunikasi
51 Kecemasan Yusuf
52 Permintaan Tiara
53 Surat untuk Khanza
54 Kabar duka
55 Kecupan terakhir
56 Pesan Mama
57 Kondisi Khanza
58 Baper
59 Curahan hati
60 Sudah membaik
61 Saling memaafkan
62 Bayi mungil
63 Dikediaman Opa
64 Berpisah lagi
65 Kedatangan orangtua
66 Sepakat
67 Pria dingin
68 Kemeja dari istri
69 Ikut ke pabrik
70 Pantai
71 Kekacauan
72 Mengajari
73 Sikap Khanza
74 Kejutan
75 Kejutan again
76 Kado spesial
77 Membalas
78 Arumi sakit
79 Nasehat Papa
80 Bertunangan
81 Titipan dari Khen
82 Ulah Rayola
83 Mulai perhatian
84 Rafif kecewa
85 Makan malam
86 Naik motor
87 Pertikaian
88 Berakhir
89 Ingin pergi
90 Diterima
91 Pergi
92 Bandara
93 Mendatangi Arumi
94 Masih berusaha
95 Memberi kesempatan
96 Memancing ikan
97 Menentukan hari akad
98 Makan berdua
99 Menjadi pasangan suami istri
100 Kecewanya pengantin baru
101 Ungkapan perasaan
102 Harus sabar
103 Ke mall
104 Lahiran
105 Khenzi rusuh
106 Operasi
107 Menjemput Arumi
108 Ikut suami
109 Waktu berdua
110 Bisa melihat kembali
111 Bahagia
112 Ending
113 Ekstra part 1
114 Ekstra part 2
115 Ekstra part 3
116 Ekstra part 4
117 Ekstra part 5
118 Ekstra part 6
119 Ekstra part 7
120 Ekstra part 8
121 Ekstra part 9
122 Ekstra part 10
123 Ekstra part 11
124 Ekstra part 12
125 Novel Baru
126 Karya baru
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Hal yang tak terduga
2
Permohonan maaf
3
Menemani Abang
4
Serangan tiba-tiba
5
Menjalani operasi
6
Kritis
7
Sadar
8
Berusaha ikhlas
9
nyata
10
Ke Bandara
11
Memberi tahu
12
Kemarahan Papa
13
Tanggung jawab
14
Sah
15
Drama pagi
16
Ibadah bersama
17
Sarapan bersama
18
Pengkhianat
19
Berhasil mengamankan
20
Makan duren
21
mengetahui dalangnya
22
Rasa kecewa
23
Dr Akmal
24
Kata-kata yang sulit diartikan
25
Melepaskan
26
Wajah kecewa
27
Jalan-jalan
28
Rasa takut
29
Akhirnya
30
Perjalanan pulang
31
Berpisah
32
Bertemu
33
Tidak tahu yang sebenarnya
34
Rencana pergi
35
POV Yusuf
36
Hilang kendali
37
Berbohong
38
Tiara dirawat
39
Ada apa denganku?
40
Pesan Tiara
41
Bantuan Papa Arman
42
Kondisinya menurun
43
Menemui Khanza
44
Jujur
45
Bicara dari hati ke hati
46
Menjadi serba salah
47
Berpamitan
48
Bertemu Abang
49
Bertemu keluarga
50
Berkomunikasi
51
Kecemasan Yusuf
52
Permintaan Tiara
53
Surat untuk Khanza
54
Kabar duka
55
Kecupan terakhir
56
Pesan Mama
57
Kondisi Khanza
58
Baper
59
Curahan hati
60
Sudah membaik
61
Saling memaafkan
62
Bayi mungil
63
Dikediaman Opa
64
Berpisah lagi
65
Kedatangan orangtua
66
Sepakat
67
Pria dingin
68
Kemeja dari istri
69
Ikut ke pabrik
70
Pantai
71
Kekacauan
72
Mengajari
73
Sikap Khanza
74
Kejutan
75
Kejutan again
76
Kado spesial
77
Membalas
78
Arumi sakit
79
Nasehat Papa
80
Bertunangan
81
Titipan dari Khen
82
Ulah Rayola
83
Mulai perhatian
84
Rafif kecewa
85
Makan malam
86
Naik motor
87
Pertikaian
88
Berakhir
89
Ingin pergi
90
Diterima
91
Pergi
92
Bandara
93
Mendatangi Arumi
94
Masih berusaha
95
Memberi kesempatan
96
Memancing ikan
97
Menentukan hari akad
98
Makan berdua
99
Menjadi pasangan suami istri
100
Kecewanya pengantin baru
101
Ungkapan perasaan
102
Harus sabar
103
Ke mall
104
Lahiran
105
Khenzi rusuh
106
Operasi
107
Menjemput Arumi
108
Ikut suami
109
Waktu berdua
110
Bisa melihat kembali
111
Bahagia
112
Ending
113
Ekstra part 1
114
Ekstra part 2
115
Ekstra part 3
116
Ekstra part 4
117
Ekstra part 5
118
Ekstra part 6
119
Ekstra part 7
120
Ekstra part 8
121
Ekstra part 9
122
Ekstra part 10
123
Ekstra part 11
124
Ekstra part 12
125
Novel Baru
126
Karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!