Aku segera mengenakan pakaian muslim dan hijab sederhana. Bunda memoles sedikit lipgloss di bibirku, agar wajahku tampak sedikit fresh. Mataku masih terlihat sembab karena terlalu banyak menangis.
Aku benar-benar akan menjadi istri Mas Yusuf. Tak bisa aku pungkiri bahwa aku sudah jatuh cinta padanya. Andai saja keadaan tidak seperti ini, maka aku sangat bahagia bisa menikah dengan orang yang aku cintai. Namun kembali lagi, ekspektasi tak sesuai realita.
Aku memang menikah dengan Mas Yusuf, tetapi tidak dengan alasan yang aku harapkan. Kami menikah hanya demi anak yang ada dalam kandunganku, bahkan aku menjadi istri kedua, mungkin lebih tepatnya istri simpanan, karena pernikahan ini tidak boleh satupun orang yang tahu. Jika menjadi istri kedua yang sah, maka aku masih bisa mengharapkan kehadirannya kapanpun aku mau. Benar-benar jauh dari impianku.
Namun, sebesar apapun aku menolaknya, tetap tidak akan bisa. Aku hanya pasrah menerima takdir ini dengan lapang dada. Aku tidak akan banyak berharap dalam pernikahan ini, aku tahu Mas Yusuf tidak mengharapkan pernikahan ini, apa yang dia lakukan saat ini tak lepas dari sebuah tanggung jawab.
Setelah merasa cukup tenang, Abang membuka pintu kamarku. Dia mengatakan bahwa pak penghulu sudah datang. Aku menghela nafas dalam. Entah kenapa jantungku berdebar. Bunda kembali meyakinkan aku.
"Ayo bawa adikmu turun. Bunda ke kamar sebentar," ujar Bunda, menitipkan aku pada Abang. Bunda keluar menuju kamarnya di lantai tiga.
Setelah Bunda keluar, aku menatap Abang yang masih berdiri diambang pintu. Abang menatapku dengan ekspresi wajah yang tak bisa aku gambarkan. Sedih, sudah pasti terlihat. Perlahan kembaran aku itu mendekat.
Terdengar Abang menghela nafas berat, tangannya terulur mengusap kepalaku dengan lembut, kembali aku tidak bisa menahan tangis, aku memeluk Abang yang selama ini sangat menyayangi aku, aku tahu dia sedih melihat nasibku yang miris ini.
"Dek, Jangan menangis sayang, Abang percaya kamu wanita yang kuat. Kamu pasti bisa menjalaninya, percayalah, ini semua demi kebaikan kita bersama dan juga bayi yang ada dalam rahim kamu. Lihat Abang." Dia menangkup kedua pipiku agar aku bisa menatap mata teduh itu. "Kamu jangan bersedih, Abang akan tetap ada buat kamu. Kami semua sangat menyayangi kamu. Jangan takut, kamu tidak akan sendirian menghadapi ini semua."
Aku menatap mata Abang dengan air mata yang masih setia menetes, mendengar ucapan Abang, aku merasa lebih tenang. Ya, aku tidak perlu takut, jika nanti aku harus berpisah dengan Mas Yusuf, aku masih mempunyai keluarga yang sangat menyayangi aku.
Aku hanya mengangguk dan kembali memeluk Abangku yang begitu sangat pengertian dan sayang padaku. Dia memang bagian dari jiwaku, tentu saja dia dapat merasakan bagaimana sedihnya hatiku saat ini.
Abang menuntunku untuk turun kebawah, saat kami sudah berada di ruang tamu, mataku bertatapan dengan Mas Yusuf. Seketika tatapan kami membeku, terlihat dimatanya menyimpan kesedihan yang mendalam. Tentu saja dia sangat merasa bersalah karena telah mengkhianati istrinya.
Mata itu terlihat berkaca-kaca, aku tahu dia merasa terpaksa menikahiku. Tetapi, sebagai seorang lelaki yang bertanggung jawab dia tidak akan mungkin menolak keinginan Papa.
Kamu tenang saja, Mas. Aku tidak akan membebani dirimu. Ini hanya sementara, setelah itu aku akan mengembalikan dirimu seutuhnya pada istri dan anakmu.
Bunda membawaku untuk duduk disisi Mas Yusuf. Kembali jantungku berdebar. Dia masih menatapku dengan seksama, aku hanya menunduk tak berani membalas tatapan itu.
"Bagaimana? Apakah sudah bisa kita mulai akadnya?" tanya Pak penghulu memutus tatapannya.
"Mempelai Pria apakah sudah siap?"
"insyaAllah siap Pak."
Dia menjawab dengan yakin dan tegas. Aku melihat dia mengeluarkan dompet dari saku celana jeansnya dan mengeluarkan semua uang tunai yang ada di dalam dompet kulit itu.
"Maaf, Mbak, saya hanya mempunyai uang tunai segini di dompet, karena memang tidak ada persiapan apapun. Saya berharap Mbak Khanza ikhlas menerima mahar sedikit ini dari saya," ucapnya memperlihatkan uang tunai itu kepadaku.
Aku begitu terenyuh atas segala kesederhanaan dirinya, dia begitu jujur dan apa adanya. Aku mengangguk paham dan ikhlas menerima mahar darinya.
"Aku ikhlas, Mas, ini sudah cukup," ujarku sembari mencoba tersenyum meskipun sebenarnya aku ingin sekali menangis.
"Baik, mari kita mulai akadnya. Silahkan Jendral." Pak penghulu menyerahkan kepada Papa.
"Yusuf Mahendra."
"Saya, Pak."
"Aku nikah dan kawinkan anak kandungku, Khanza Almira binti Arman Sanjaya dengan mahar berupa uang tunai senilai satu juta rupiah, Tunai..."
"Saya terima nikah dan kawinnya Khanza Almira binti Arman Sanjaya dengan mahar tersebut, Tunaai....."
"Bagaimana saksi?"
"Sah!"
"Sah!"
"Alhamdulillah...." Kami semua mengucapkan syukur bersama dan Pak penghulu segera menyambung dengan membacakan Do'a untuk kedua mempelai.
Mas Yusuf menyerahkan uang mahar itu kepadaku, dan aku menerimanya dengan ikhlas. Aku menyalami tangannya dan mengecup punggung tangan Pria yang kini sudah menjadi suamiku.
Tubuhku bergetar saat bibirnya menyentuh keningku. Seketika air mataku luruh, aku merasa perlakuannya begitu lembut. Andai saja pernikahan ini saling mencintai dan andai saja hanya aku wanita yang dicintainya.
Ah pikiran konyol apa ini. Pada kenyataannya tidak seperti itu. Statusku hanya sebagai istri kedua dan dinikahi secara siri. Dan mungkin dia masih menyimpan penyesalan terdalam dari segala peristiwa yang telah membuatnya terjebak dengan pernikahan yang tak di inginkan.
Setelah selesai acara akad, pak penghulu sudah meninggalkan kediaman kami. Kini hanya tinggal kami masih berada diruang tamu. Yaitu kedua belah pihak keluarga. Orangtua Mas Yusuf masih duduk bersama kami.
"Mulai sekarang saya memberhentikan kamu sebagai ajudan. Kamu kembalilah bertugas ke Kapolres asalmu. Karena saya tidak ingin pernikahan kalian di ketahui oleh orang. Bersikap adil lah pada kedua istrimu. Jika kamu tidak mampu adil, maka tunggulah sampai anak itu lahir, jangan menyakiti perasaan putri saya."
Papa menyatakan bahwa sekarang Mas Yusuf sudah tak lagi bertugas sebagai ajudan Papa. Dia akan kembali bertugas di kantor asalnya. Karena Papa merekrut Mas Yusuf dari Kapolres kota Padang.
Mas Yusuf tidak membantah dia hanya mengangguk patuh. Kedua orangtuanya juga tak menyangkal apapun. Ayahnya yang hanya seorang pensiunan pegawai di kantor kelurahan.
Keluarga itu sangat sederhana, ilmu agamanya juga sangat bagus. Dan begitu juga dengan Mas Yusuf, Pria itu memang tak pernah meninggalkan sholatnya. Aku berharap siapa orang yang menjebaknya akan segera terungkap.
"Malam ini kamu tidurlah disini. Biarkan lukamu diobati oleh Khanza, Jangan sampai istrimu merasa cemas melihat keadaanmu," ujar Papa, kembali dia hanya mengangguk.
Papa dan Bunda masih berbincang-bincang dengan kedua orangtua Mas Yusuf. Sementara itu Papa memintaku membawa Mas Yusuf kedalam kamar untuk mengobati luka memar yang ada diwajahnya.
Bersambung.....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Walaupun nikahnya Terpaksa dan alesan tanggungjawab,Tapi yg untung di sini tuh cowok,bisa punya 2 istri..Tapi aku bisa memposisi kan diri ku menjadi isteri pertamanya,Gimana hancur perasaan dan terlukanya dia,Baru juga lahiran dgn cara cecar lg,Eh suami malah nikahin cewek lain lagi,apapun alesannya,nyesek banget gak tuh..😭😭😭
2024-01-21
1
Yuli Purwa
semua ada hikmahnya,,, Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemampuan,,, sabar dan ikhlas,🥹🥹🥹
2023-10-12
0
Tapsir Tapsir
Alhamdulillah..tapi syg istrinya menunggu
2023-06-21
0