"Kapan Bapak dan Ibuk pulang, Mas?" tanya Pria itu pada Abang.
"Besok mungkin. Kenapa, Mas Yusuf?" tanya Abang, menghentikan pergerakan tangannya yang sedang memainkan ponsel.
"Oh, saya sebenarnya mau minta izin, karena hari Rabu, istri saya ingin Caesar."
"Oh, begitu Yaudah, Mas Yusuf telpon saja Papa. Minta digantikan dengan ADC yang lainnya saja," ujar Abang yang tampak begitu memahami.
"Tidak apa-apa, Mas, kalau Bapak pulangnya besok, saya ngomong langsung saja setelah Bapak pulang."
Aku hanya diam, tetapi telingaku sangat mengamati obrolan kedua Pria itu. Ternyata istrinya hari Rabu besok ingin Caesar. Baguslah! Jadi setelah itu dia bisa menjalani hukuman.
Tak berselang lama mobil sudah menepi di sebuah Cafe yang telah di pesan oleh Abang, untuk bertemu dengan wanita yang ditaksirnya. Aku segera turun tetapi, langkahku terhenti.
"Ayo, Mas Yusuf, ikut sekalian kita ngobrol sambil minum kopi," ajak Abang yang membuat aku tak mengerti dengan jalan pikiran Abangku ini.
"Bang, kenapa harus membawa dia? Katanya mau berkenalan dengan seseorang, kok bawa-bawa orang lain?" tanyaku protes tak terima.
"Nggak pa-pa, Dek. Lagian cuma baru kenalan belum jadian. Jadi, kita ngobrol santai aja dulu, biar aku nggak kaku," balas Abang, membuat aku tak bisa lagi membantah.
Aku menoleh sesaat padanya. Dia hanya menunduk tak berani menatapku. Rasanya aku ingin pulang saja daripada harus duduk bersama dengan lelaki yang telah menodai aku.
Kami masuk kedalam Cafe dan menuju meja yang telah di pesan. Terlihat sudah ada seseorang yang duduk menunggu. Abang menatapku untuk meminta pendapat.
Abangku ini benar-benar terlihat kaku, keringat dinginnya Kembali mengucur, mungkin ini adalah pengalaman pertamanya berkenalan dengan wanita secara langsung. Karena selama ini aku memang tak pernah melihat Abang dekat dengan wanita manapun selain aku dan Bunda.
Aku menarik tangan Abang, saat dia hendak mendekati wanita itu. "Rileks, Bang, jangan tegang begitu, usahakan untuk senyum ikhlas. Tenang. Ayo percaya diri!" Aku menepuk kecil bahunya.
Abang mengangguk, sepertinya dia memahami apa yang aku ajarkan. Abang mendahului aku, sejenak aku berhenti dan netra kami kembali bertemu. Dia menatapku dengan wajah yang tak bisa aku gambarkan
"Menjaraklah padaku!" Kata-kata itu keluar begitu saja, aku masih sangat kesal padanya.
"Maafkan saya, Mbak, kalau begitu saya menunggu diluar saja." Dia segera memutar tubuhnya untuk kembali keluar.
"Mas Yusuf!" Panggil Abang pada Pria itu.
Aku segera menghampiri mereka, ku abaikan dia, terserah dia mau ikut duduk atau tidak. Aku menarik sebuah kursi dan kutimpakan tubuhku disana.
"Hai, namaku Khanza." Aku menyalami tangan wanita cantik berwajah oval. Dia cukup sempurna, sangat cocok dengan Abang. Semoga saja mereka berjodoh.
"Hai, aku Rayola. Apakah kamu kembaran Bang Khenzi?" tanyanya, sembari mengukir senyum ramah.
"Benar, Kak. Aku adiknya Bang Khenzi."
Saat kami sedang berkenalan, aku melihat Abang membawa Pria itu duduk bersama kami. Aku hanya menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan pada wanita cantik yang ada dihadapanku.
Karena bangku di meja itu hanya ada empat, maka mau tidak mau Pria itu duduk disisiku. Kembali aku menghela nafas berat. Sejenak aku mencoba untuk tetap tenang dan melupakan kejadian malam itu, aku harus fokus dengan hal ini.
Tak banyak yang aku perbuat, aku hanya mengamati Abang yang berusaha untuk memecahkan suasana. Walau masih terlihat kaku, tetapi setidaknya dia sudah bisa rileks daripada tadi saat masuk.
Sesekali obrolan itu melipir pada Pria yang ada disisiku, dia menjawab apa adanya, sebenarnya dia Pria yang cukup ramah dan sangat apa adanya. Ah, tidak, tidak. Dia itu Pria jahat.
Aku segera membuang fikiran yang mulai mengada-ada ini. Dia tidak baik, dia adalah penjahat, seharusnya sekarang dia sudah mendekam di penjara, tapi kenapa dia sekarang masih duduk santai bersama aku. Ya, akulah wanita yang telah dia perkosa tapi, masih bisa membiarkan dia duduk manis disisiku.
Sebenarnya kamu ini bodoh atau gimana sih Khanza?
Kembali batinku sakit, ingin rasanya aku mengusirnya saat itu juga. Tetapi, Kembali hati dan pikiranku tidak sinkron. Aaaa...! Aku benci sekali dengan keadaan ini. Jika aku mengatakan yang sebenarnya saat ini, maka dia tidak akan bisa bertemu dengan anak dan istrinya, yang mana tadi dia katakan, bahwa dua hari kedepan istrinya akan melahirkan.
"Khanza, kenapa melamun?" tanya kak Rayola membuyarkan lamunanku. Tanpa aku sadari air mataku jatuh begitu saja, tubuhku bergetar, sepertinya aku harus menemui psikolog. Apakah kejiwaanku mengalami guncangan?
"Dek, kamu kenapa?" Abang memegang tanganku. Dia mengusap wajah, dan meraba dahiku.
"Tidak pa-pa, Bang, aku pulang terlebih dahulu ya. Soalnya lagi pusing saja," ujarku ingin pergi dari hadapan Pria itu.
"Yasudah, kamu diantarkan Mas Yusuf saja," ujar Abang.
"Tidak, Bang. Aku naik taksi. Dia biar sama Abang saja. Kalau dia nganterin aku, nanti Abang pulang dengan siapa?" elakku tak ingin diantarkan olehnya.
"Nanti Abang biar sama aku saja, Khanza." Kak Rayola menimpali ucapan aku. Dia mendukung agar aku diantarkan oleh Pria itu.
Aku hanya mengukir sedikit senyum dan mengangguk tipis, segera meninggalkan tempat itu. Aku berjalan secepat mungkin agar segera sampai diluar. Aku ingin memesan taksi. menyuruhnya untuk pergi.
"Mbak Khanza! Mbak tunggu dulu!"
Dia memanggilku dan sembari meraih pergelangan tanganku. Tentu saja membuat tubuhku bergetar dan menjadi kaku. Kembali skinsip terjadi diantara kami. Bayangan malam itu menari dalam otakku.
"Apa yang kamu lakukan? Menyingkir dari hadapanku!" Aku menepis tangannya dengan kuat.
"Mbak Khanza, aku mohon maaf atas segala perbuatanku. Aku tahu hati Mbak Khanza tidak baik-baik saja saat dekat, dan melihat diriku. Apa yang bisa aku lakukan? Katakan Mbak?"
Aku menatapnya dengan mata yang sudah mulai bermbun, dia masih bertanya apa yang aku inginkan. Tentu saja aku menginginkan dia dihukum.
"Aku rasa kamu sudah tahu apa yang aku inginkan! Aku ingin kamu mendekam dibalik jeruji besi. Puas?!" Aku memalingkan wajah agar tak melihat mata melasnya itu.
"Mbak, aku sangat tahu soal itu. Tapi, aku mohon untuk kali ini saja. Biarkan istriku selesai menjalani Caesar, dan setelah itu aku siap menjalani hukuman itu. Tolong Mbak, untuk sekali ini saja." Dia menangkup kedua telapak tangannya dihadapanku.
Aku tak bisa menahan tangis ku tenggadahkan wajah menatap langit malam. Perlahan ku usap air mata yang sedari tadi jatuh berderai.
"Baiklah. Aku akan memberimu waktu. Tapi ingat! Kamu tidak akan mungkin bisa lolos begitu saja." Aku segera mendahuluinya
Baru beberapa langkah aku menapaki jalan untuk menuju area parkir. Tetapi, langkahku kembali terhenti.
"Mbak Khanza, Awas!"
Dor! Dor!
Dua kali amunisi keluar mengarah padaku dari pelatuk seseorang yang tak dikenal. Tetapi tembakan itu tak mengenai aku. Ternyata Pria yang aku benci itu telah memasang badan untuk melindungiku, dengan cara ia merengkuhku masuk kedalam dekapannya dan menggantikan punggungnya untuk menjadi sasaran empuk amunisi itu.
Dalam keadaan sekarat dan genting, dia masih bisa membalas tembakan itu sehingga mengenai mobil seseorang yang hendak kabur itu
Bersambung.....
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 🙏🤗
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ya Allah,,Nyesek aku merasa berada di posisi Yusuf.. Semoga papanya Kanza bisa menemukan pelaku nya..
2024-01-21
1
Yuli Purwa
semoga aja Yusuf selamat
2023-10-12
0
Yana Anista
mantap
2023-06-30
0