Tanggung jawab

Aku benar-benar histeris melihat Papa mengokang senjatanya, lalu mengarahkan kepada Mas Yusuf. Aku melihat Pria itu hanya mengangkat kedua tangannya, tanpa mengeluarkan sepatah kata. Aku tahu dalam keadaan emosional seperti ini Papa tidak akan mendengarkan penjelasan apapun.

Ku amati wajahnya yang sudah tak berbentuk lagi. Hatiku benar-benar sedih. Ya Allah, hamba mohon lembutkan hati Papa. Aku masih menatap Bunda dan memohon.

Bunda dan Abang juga tak kalah terkejutnya. Abang segera meraih kedua lenganku dan membantu untuk berdiri, lalu Bunda beranjak menyongsong Papa yang sudah naik pitam.

"Kamu dengar! Saya lebih baik berakhir di penjara daripada harus membiarkan kamu hidup! Kamu benar-benar sudah menjatuhkan harga diri saya. Sekarang juga kamu harus mati." Papa mulai menarik pelatuk nya.

Graapp!

"Mas Arman, jangan lakukan itu, Mas... Semarah apapun jangan menjadi seorang pembunuh. Aku tahu dia bersalah, tapi jangan membunuhnya. Tolong jangan meyatimkan anaknya yang tak berdosa,dan juga calon cucu kita. Jangan Mas, aku mohon!"

Bunda menangis tergugu di punggung Papa. Dengan perlahan Papa menurunkan senjatanya, sejenak aku bernafas lega. Aku mendengar Papa ber istighfar. Dan memutar tubuhnya menghadap Bunda. Papa memeluk tubuh Bunda, dan Bunda segera membalas pelukan Papa. Aku tahu Papa mencari ketenangan untuk meredam amarah dalam pelukan sang istri.

Sesaat suasana masih mencekam. Aku melihat Mas Yusuf merosot bersimpuh dikaki Papa dan Bunda. Dia menangkup kedua telapak tangan. Dengan bibir bergetar suaranya baru aku dengar.

"Bapak, Ibuk. Saya mengakui kesalahan saya. Tetapi jika boleh saya berkata jujur. Malam itu saya benar-benar tidak bisa mengendalikan diri, karena saya melakukan hal itu dalam pengaruh obat perangsang. Saya tidak tahu siapa yang memberi saya obat itu. Sungguh demi Allah saya tidak pernah berniat atau memikirkan saja saya tidak berani. Saya sangat menghormati Bapak dan Ibuk."

Dia menjelaskan semuanya kepada Papa dan Bunda, apa yang sebenarnya terjadi, setelah merasa cukup tenang, Papa melerai pelukannya. Dia membalikkan tubuh dan menghadap kepada ajudannya itu.

"Ceritakan kronologinya malam itu!" ujar Papa masih dengan nada dingin, Papa kembali menjatuhkan tubuhnya di atas Sofa. Sementara Mas Yusuf masih bersimpuh di lantai.

Bunda mendekati Mas Yusuf. "Ayo bangun, Nak, Duduklah. Dan ceritakan semuanya." Bunda membawa ajudannya duduk di sofa. Kini posisi Mas Yusuf berhadapan dengan sang jenderal.

Mas Yusuf menceritakan kronologi sebelum malam naas itu terjadi. Sebelumnya dia di telpon oleh ADC yang lainnya. Mereka mengajaknya hanya ngobrol dan minum kopi di rumah dinas, yang memang Papa khususkan rumah itu hanya untuk ADC yang lepas piket.

"Siapa yang membuatkan kamu kopi?" tanya Papa masih menyelidiki.

"Saat itu kami membuat sendiri-sendiri, Pak. Karena malam itu Art sudah tidur. Maka kami membuat minuman sendiri."

"Apakah kamu sudah menyelidiki kasus itu?"

"Sudah, Pak. Saya berusaha mencari tahunnya hingga saat ini. Tetapi, saya masih belum berhasil membukanya."

"Biarkan masalah ini saya sendiri yang akan menyelidiki. Sekarang kamu telpon kedua orangtuamu, suruh datang menghadap saya, dan malam ini juga kamu nikahi Khanza!"

Kembali jantungku berasa ingin keluar. Aku tak bisa bicara apapun. Apakah aku memang akan menjadi perusak rumah tangga orang lain? Bagaimana nanti istri dan anaknya?

"Baik, Pak. Saya akan menghubungi kedua orangtua saya, dan saya akan menikahi Mbak Khanza.

Aku semakin tidak tahu harus berkata apa. Dia menyanggupi permintaan Papa. Apakah dia tidak memikirkan nasib istri dan anaknya?

"Tapi, Pa. Bagaimana dengan Istri dan anaknya Mas Yusuf? Aku tidak ingin menyakiti mereka Papa," lirihku, berharap mereka tahu apa yang aku cemaskan.

"Tidak, ada jalan lain Khanza, tenanglah. Pernikahan ini hanya bentuk tanggung jawab, setidaknya sampai anak itu lahir. Setelah itu kalian bisa berpisah jika tak ada kecocokan."

Aku hanya diam, tak ada yang bisa aku perbuat. Apa yang Papa katakan memang benar. Setelah anak ini lahir, aku akan meminta Mas Yusuf menceraikan aku, dan setelah itu dia bisa kembali pada istri dan anaknya seutuhnya.

Kini Papa sudah tampak lebih tenang. Mungkin setelah mendengarkan penjelasan Mas Yusuf, karena tidak ada unsur kesengajaan dalam peristiwa nista itu. Papa mencoba mempercayai segala ucapan yang keluar dari bibir ajudannya. Mereka masih membahas serangkaian peristiwa, dari mulai obat perangsang hingga pencobaan penembakan terhadap diriku.

Tak berselang lama, kedua orangtua Mas Yusuf sudah datang, terlihat sekali wajah ibu Lilis sangat kecewa terhadap anaknya. Mereka segera meminta maaf kepada Bunda dan Papa.

Ibu Lilis menangis tersedu-sedu, dan mengungkapkan rasa kecewanya terhadap Mas Yusuf. Tetapi, Bunda segera menenangkan Bu Lilis. Dan mengatakan bahwa peristiwa itu bukanlah disengaja.

Papa juga meminta kepada kedua orangtuanya agar Mas Yusuf segera menikahi aku. Awalnya mereka merasa terkejut, tetapi mereka tak bisa berbuat apa-apa karena anaknya memang harus bertanggungjawab atas segala berbuatannya.

Malam itu juga Papa menelpon temannya yang dulu pernah menikahkan dirinya dan Bunda. Pernikahan itu sengaja di buat secara tertutup, tak ada satupun yang boleh masuk. Termasuk ajudan yang lainnya, karena Papa masih mencurigai ada diantara mereka yang berkhianat.

Sebelum akad dimulai Papa meminta semua ajudannya untuk pulang ke rumah dinasnya yang ada di jalan xxx.

Setelah memastikan para ajudan pergi, Papa segera meminta temannya yang menjadi penghulu itu untuk datang, dengan membawa dua orang saksi nikah.

Sembari menunggu Pak penghulu datang, Bunda membawaku kekamar untuk mengganti pakaian. Bunda mencarikan aku pakaian gamis, aku hanya mengikuti. Kuterima pakaian muslim itu. Aku berdiri didepan cermin dan menatap wajahku yang menyedihkan.

Kembali air mataku jatuh. Beginikah bentuk masa depan yang telah hancur? Pernikahan ini tak membuat hatiku bahagia, sungguh miris, aku harus menikah dan menjadi istri simpanan. Bahkan aku sudah menjadi orang ketiga didalam rumah tangganya.

"Jangan menangis, Nak. Ayo kenakan pakaian ini." Bunda mengusap air mataku. Aku tahu hati Bunda juga hancur melihat nasibku yang menyedihkan seperti ini. Tapi Bunda berusaha untuk tetap tegar.

"Bun, aku sudah menjadi perusak rumah tangga orang. Aku sudah menyakiti perasaan istrinya. Kenapa Bunda dan Papa tidak membiarkan aku pergi saja? Aku yakin, aku pasti bisa merawat bayiku sendiri walau tanpa kehadiran seorang ayah."

Bunda memeluk diriku, Bunda juga ikut menangis. "Jangan katakan itu, Nak. Bunda percaya kamu pasti bisa membesarkan bayimu sendiri, tetapi jangan biarkan dia terlahir tanpa seorang ayah. Setidaknya dia mempunyai identitas lengkap dari kedua orangtuanya. Kamu dengarkan Bunda! Setelah bayi kamu lahir, jika kamu dan Yusuf tidak bahagia, maka Bunda dan Papa tidak akan melarang keputusanmu untuk berpisah."

Aku hanya mengangguk patuh. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa, kuhapus air mata, dan kutegarkan hati. Meskipun berat tetapi inilah jalan yang terbaik.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Tapsir Tapsir

Tapsir Tapsir

akhirnya menikah juga

2023-06-21

1

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

yah mungkin suratan takdir harus seperti itu tuk keluarga pak Jenderal, semoga ada hikmah baik ke depannya

2023-03-18

0

Erna Ningsih

Erna Ningsih

kasian khanza nasib nya kayak bunda nya

2023-03-10

0

lihat semua
Episodes
1 Hal yang tak terduga
2 Permohonan maaf
3 Menemani Abang
4 Serangan tiba-tiba
5 Menjalani operasi
6 Kritis
7 Sadar
8 Berusaha ikhlas
9 nyata
10 Ke Bandara
11 Memberi tahu
12 Kemarahan Papa
13 Tanggung jawab
14 Sah
15 Drama pagi
16 Ibadah bersama
17 Sarapan bersama
18 Pengkhianat
19 Berhasil mengamankan
20 Makan duren
21 mengetahui dalangnya
22 Rasa kecewa
23 Dr Akmal
24 Kata-kata yang sulit diartikan
25 Melepaskan
26 Wajah kecewa
27 Jalan-jalan
28 Rasa takut
29 Akhirnya
30 Perjalanan pulang
31 Berpisah
32 Bertemu
33 Tidak tahu yang sebenarnya
34 Rencana pergi
35 POV Yusuf
36 Hilang kendali
37 Berbohong
38 Tiara dirawat
39 Ada apa denganku?
40 Pesan Tiara
41 Bantuan Papa Arman
42 Kondisinya menurun
43 Menemui Khanza
44 Jujur
45 Bicara dari hati ke hati
46 Menjadi serba salah
47 Berpamitan
48 Bertemu Abang
49 Bertemu keluarga
50 Berkomunikasi
51 Kecemasan Yusuf
52 Permintaan Tiara
53 Surat untuk Khanza
54 Kabar duka
55 Kecupan terakhir
56 Pesan Mama
57 Kondisi Khanza
58 Baper
59 Curahan hati
60 Sudah membaik
61 Saling memaafkan
62 Bayi mungil
63 Dikediaman Opa
64 Berpisah lagi
65 Kedatangan orangtua
66 Sepakat
67 Pria dingin
68 Kemeja dari istri
69 Ikut ke pabrik
70 Pantai
71 Kekacauan
72 Mengajari
73 Sikap Khanza
74 Kejutan
75 Kejutan again
76 Kado spesial
77 Membalas
78 Arumi sakit
79 Nasehat Papa
80 Bertunangan
81 Titipan dari Khen
82 Ulah Rayola
83 Mulai perhatian
84 Rafif kecewa
85 Makan malam
86 Naik motor
87 Pertikaian
88 Berakhir
89 Ingin pergi
90 Diterima
91 Pergi
92 Bandara
93 Mendatangi Arumi
94 Masih berusaha
95 Memberi kesempatan
96 Memancing ikan
97 Menentukan hari akad
98 Makan berdua
99 Menjadi pasangan suami istri
100 Kecewanya pengantin baru
101 Ungkapan perasaan
102 Harus sabar
103 Ke mall
104 Lahiran
105 Khenzi rusuh
106 Operasi
107 Menjemput Arumi
108 Ikut suami
109 Waktu berdua
110 Bisa melihat kembali
111 Bahagia
112 Ending
113 Ekstra part 1
114 Ekstra part 2
115 Ekstra part 3
116 Ekstra part 4
117 Ekstra part 5
118 Ekstra part 6
119 Ekstra part 7
120 Ekstra part 8
121 Ekstra part 9
122 Ekstra part 10
123 Ekstra part 11
124 Ekstra part 12
125 Novel Baru
126 Karya baru
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Hal yang tak terduga
2
Permohonan maaf
3
Menemani Abang
4
Serangan tiba-tiba
5
Menjalani operasi
6
Kritis
7
Sadar
8
Berusaha ikhlas
9
nyata
10
Ke Bandara
11
Memberi tahu
12
Kemarahan Papa
13
Tanggung jawab
14
Sah
15
Drama pagi
16
Ibadah bersama
17
Sarapan bersama
18
Pengkhianat
19
Berhasil mengamankan
20
Makan duren
21
mengetahui dalangnya
22
Rasa kecewa
23
Dr Akmal
24
Kata-kata yang sulit diartikan
25
Melepaskan
26
Wajah kecewa
27
Jalan-jalan
28
Rasa takut
29
Akhirnya
30
Perjalanan pulang
31
Berpisah
32
Bertemu
33
Tidak tahu yang sebenarnya
34
Rencana pergi
35
POV Yusuf
36
Hilang kendali
37
Berbohong
38
Tiara dirawat
39
Ada apa denganku?
40
Pesan Tiara
41
Bantuan Papa Arman
42
Kondisinya menurun
43
Menemui Khanza
44
Jujur
45
Bicara dari hati ke hati
46
Menjadi serba salah
47
Berpamitan
48
Bertemu Abang
49
Bertemu keluarga
50
Berkomunikasi
51
Kecemasan Yusuf
52
Permintaan Tiara
53
Surat untuk Khanza
54
Kabar duka
55
Kecupan terakhir
56
Pesan Mama
57
Kondisi Khanza
58
Baper
59
Curahan hati
60
Sudah membaik
61
Saling memaafkan
62
Bayi mungil
63
Dikediaman Opa
64
Berpisah lagi
65
Kedatangan orangtua
66
Sepakat
67
Pria dingin
68
Kemeja dari istri
69
Ikut ke pabrik
70
Pantai
71
Kekacauan
72
Mengajari
73
Sikap Khanza
74
Kejutan
75
Kejutan again
76
Kado spesial
77
Membalas
78
Arumi sakit
79
Nasehat Papa
80
Bertunangan
81
Titipan dari Khen
82
Ulah Rayola
83
Mulai perhatian
84
Rafif kecewa
85
Makan malam
86
Naik motor
87
Pertikaian
88
Berakhir
89
Ingin pergi
90
Diterima
91
Pergi
92
Bandara
93
Mendatangi Arumi
94
Masih berusaha
95
Memberi kesempatan
96
Memancing ikan
97
Menentukan hari akad
98
Makan berdua
99
Menjadi pasangan suami istri
100
Kecewanya pengantin baru
101
Ungkapan perasaan
102
Harus sabar
103
Ke mall
104
Lahiran
105
Khenzi rusuh
106
Operasi
107
Menjemput Arumi
108
Ikut suami
109
Waktu berdua
110
Bisa melihat kembali
111
Bahagia
112
Ending
113
Ekstra part 1
114
Ekstra part 2
115
Ekstra part 3
116
Ekstra part 4
117
Ekstra part 5
118
Ekstra part 6
119
Ekstra part 7
120
Ekstra part 8
121
Ekstra part 9
122
Ekstra part 10
123
Ekstra part 11
124
Ekstra part 12
125
Novel Baru
126
Karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!