Memberi tahu

Aku masih diam, bibir ini rasanya ingin sekali mengatakan yang sebenarnya, tetapi aku tidak mempunyai keberanian, aku takut jika dia tidak bisa menerima kehadiran bayi yang ada dalam kandunganku.

Saat aku masih larut dalam lamunan, aku dikejutkan oleh getaran ponsel Mas Yusuf yang masih ada dalam genggamanku. Karena tadi aku merampasnya saat dia hendak menghubungi Papa.

Aku membalikkan benda pipih itu untuk melihat siapa orang yang menghubunginya. Aku tersentak melihat nama penelpon dengan sebutan. "Bapak Jendral" Sudah pasti itu Papa.

"Siapa, Mbak?" tanyanya sembari ikut menilik penelpon di ponselnya tanpa ingin meminta dariku. Entah kenapa aku merasa sikapnya sangat lembut padaku. Padahal aku tahu dia terkenal cukup tegas dalam bertugas.

"Mas, tolong jangan beritahu Papa dan Bunda." Aku menyerahkan ponsel itu dengan wajah memohon. Dia hanya diam menerima ponselnya, dan segera menerima panggilan dari Papa.

"Selamat malam Bapak! Siap, ada Pak! Baik, saya akan segera bawa Mbak Khanza pulang!"

Seketika aku merasa kesal sekali dengan Pria yang satu ini. Dia begitu patuh dengan atasannya, sehingga dia tak mengindahkan permohonanku.

"Mbak, Bapak minta Mbak Khanza pulang sekarang, ada hal penting." Dia segera balik arah

"Mas, aku mohon. Aku tidak ingin pulang! Biarkan aku pergi sekarang!" Aku kembali meninggikan suaraku. Aku benar-benar kesal.

"Tidak bisa, Mbak! Saya harus membawa Mbak Khanza, atas perintah Bapak!"

"Kenapa kamu selalu memikirkan perintah Papa? Kenapa kamu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku? Apa yang aku lakukan sekarang adalah demi kebaikan untuk kita semua!!" Aku sudah tak bisa menahan segala emosi jiwa yang sedari tadi kucoba untuk meredamnya.

Dia kembali menepikan mobilnya setelah mendengarkan ucapanku. Dia menatapku begitu dalam untuk meminta penjelasan, mata teduh itu seakan sedang mengintimidasiku.

"Ada apa sebenarnya, Mbak?" Dia kembali bertanya. Namun, aku hanya bisa tergugu, aku tidak sanggup untuk mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku.

Tanpa aku duga, dia meraihku dalam dekapannya. Aku ingin memberontak, tetapi batinku menahannya sehingga tangisku pecah dalam dekapannya. Aku mencari kenyamanan dalam dekapan ayah dari anak yang kini aku kandung. Bolehkah aku egois sedikit saja?

Dia berusaha untuk menenangkan aku. Tangan kekarnya mengusap kepalaku dengan lembut. Entahlah, apa yang membuat dia berani melakukan hal sedemikian padaku. Kenapa aku merasa dia sangat perhatian. Kenapa dia sangat tahu bahwa hatiku sekarang sangat gundah.

Merasa cukup tenang, aku melerai pelukannya ku ambil tissue yang ada di dasbor. Aku menghapus air mata yang sedari tadi masih setia menetes. Dia masih memperhatikan segala gerak gerik ku, tak sedikitpun tatapannya lepas dariku.

"Mas, aku mohon sekali lagi. Tolong antarkan aku sekarang ke bandara. Aku sudah pesan tiket, 20 menit lagi berangkat," ujarku masih memohon. Aku keukuh dengan pendirian untuk pergi meninggalkan kota ini.

"Aku akan mengantarkan Mbak Khanza, tetapi aku harus tahu apa alasannya, kenapa Mbak pergi meninggalkan kota ini. Dan tadi Mbak bilang demi kebaikan kita bersama, apa itu? Tolong jelaskan padaku!"

Kata-katanya begitu tegas, membuatku bingung harus bagaimana, aku tidak mungkin harus mengatakan yang sebenarnya."

Saat aku ingin bicara, kembali ponselnya bergetar, dia kembali menerima panggilan dari Papa, dan sekali lagi Papa memerintahkan Mas Yusuf untuk membawaku pulang. Aku tidak tahu kenapa Papa tiba-tiba begitu tegas memintaku untuk pulang.

Seketika ingatanku pada benda-benda pipih pendeteksi kehamilan yang tadi aku lempar di kamar mandi. Apakah Bunda menemukan benda itu? Ah, ya Allah. Tamat riwayatku. Kenapa aku ceroboh sekali jadi orang! Kenapa aku tidak membersihkan benda itu dan membuangnya.

Tubuhku terasa kaku, rasa takut semakin menyelimuti hati, aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Aku harus pergi sekarang. Aku membuka pintu mobil dan segera keluar.

"Mbak! Jangan pergi! Tunggu Mbak!" Dia berusaha mengejarku. Tetapi, aku tak menghiraukannya. Aku menyetop taksi yang kebetulan lewat. Sepertinya dia tak ingin ketinggalan dan segera memacu kendaraannya mengejar taksi yang sedang aku tumpangi.

"Pak, tolong lebih cepat lagi!" Pintaku pada driver taksi itu.

"Baik, mau kemana Mbak?"

"Bandara, Pak." Jawabku sembari memperhatikan mobil yang ada di belakang. Tak berselang lama taksi yang aku tumpangi sudah memasuki area bandara. Aku segera turun.

"Mbak Khanza! Tolong jangan pergi! Tolong hargai aku, Bapak meminta Mbak untuk pulang!" Tanganku dicekal olehnya.

Aku berusaha melepaskan pegangan tangannya. "Mas, aku mohon lepaskan aku. Biarkan aku pergi! Ini semua juga demi kebaikan kamu! Aku tidak ingin membuat kamu mendapatkan masalah besar!"

Seketika tangannya mengendor, kembali dia menatapku. Mungkin sekarang hatinya semakin bertanya-tanya, masalah apa yang sedang aku hadapi. Semoga saja dia mengerti.

Di dalam pekatnya malam, hanya di temani pijar cahaya lampu bandara, aku dan dia terdiam sejenak. Tangannya yang masih menggengam tanganku, kembali membimbingku untuk masuk kedalam mobil.

"Mas Yusuf, apakah kamu masih tidak mengerti apa yang aku ucapkan?! Apakah kamu benar-benar ingin berada dalam masalah itu?!" Aku kembali memberontak, tetapi dia masih enggan melepaskan aku.

"Sebelum Mbak mengatakan yang sebenarnya, aku tidak akan melepaskan!"

"Baiklah, aku akan mengatakan hal yang sebenarnya..." Ucapanku menggantung dia menatapku dengan seksama, terlihat mata itu meminta penjelasan.

"Katakan Mbak?"

"Aku, aku hamil, Mas." Suaraku tercekat, air mataku kembali luruh.

"Apa? Hamil?" Dia melepaskan tanganku, terlihat wajahnya begitu kaget.

"Iya, Mas, jadi aku mohon, tolong biarkan aku pergi sekarang. Semua demi kebaikan kita bersama. Biarkan aku merawat bayi ini sendiri."

Dia kembali menatap, dan meraih tanganku. Aku tak berani membalas tatapan itu. Dan aku rasanya juga tak sanggup mendengar kata-kata yang akan keluar dari bibirnya. Aku sudah bisa pastikan kali ini dia akan membiarkan aku pergi.

"Jangan pergi, Mbak. Ayo pulang. Aku akan menghadapi masalah ini!"

Aku tercengang mendengar jawaban darinya. Apa yang akan dia lakukan? Bagaimana jika nanti Papa murka dan menghukumnya.

"Mas, jangan lakukan itu. Biarkan aku pergi saja. Papa tidak akan tahu siapa ayah dari bayi yang sedang aku kandung. Kamu tidak perlu ikut dalam masalah ini." Aku mencoba meyakinkan dia, aku benar-benar takut bila terjadi sesuatu pada dirinya.

Dia tersenyum, aku tidak tahu apa arti dari senyum itu. "Jangan mengajari aku untuk menjadi lelaki pengecut Mbak! Apapun konsekuensinya akan aku terima. Aku seorang polisi. Aku akan bertanggung jawab atas segala kesalahanku. Ayo sekarang kita pulang. Jangan takut, ini semua bukan salah Mbak Khanza."

Aku tidak bisa lagi berkata-kata. Semua rasa bercampur baur dalam hati, takut, cemas. Dan ada sedikit rasa penasaran dalam hatiku. Apakah dia menginginkan bayi ini?

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yuli Purwa

Yuli Purwa

laki-laki sejatinya begitu,,, meski kesalahan itu tanpa sengaja tp tanggung jawab itu harus 👍👍👍

2023-10-12

0

Tapsir Tapsir

Tapsir Tapsir

dengan jujur khanza mendapat ketenangan

2023-06-21

1

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

ceritànya akan dioenuhi banjir air mata deh sepertinya, banyak hati yang akan terlukai ke depannya

2023-03-18

0

lihat semua
Episodes
1 Hal yang tak terduga
2 Permohonan maaf
3 Menemani Abang
4 Serangan tiba-tiba
5 Menjalani operasi
6 Kritis
7 Sadar
8 Berusaha ikhlas
9 nyata
10 Ke Bandara
11 Memberi tahu
12 Kemarahan Papa
13 Tanggung jawab
14 Sah
15 Drama pagi
16 Ibadah bersama
17 Sarapan bersama
18 Pengkhianat
19 Berhasil mengamankan
20 Makan duren
21 mengetahui dalangnya
22 Rasa kecewa
23 Dr Akmal
24 Kata-kata yang sulit diartikan
25 Melepaskan
26 Wajah kecewa
27 Jalan-jalan
28 Rasa takut
29 Akhirnya
30 Perjalanan pulang
31 Berpisah
32 Bertemu
33 Tidak tahu yang sebenarnya
34 Rencana pergi
35 POV Yusuf
36 Hilang kendali
37 Berbohong
38 Tiara dirawat
39 Ada apa denganku?
40 Pesan Tiara
41 Bantuan Papa Arman
42 Kondisinya menurun
43 Menemui Khanza
44 Jujur
45 Bicara dari hati ke hati
46 Menjadi serba salah
47 Berpamitan
48 Bertemu Abang
49 Bertemu keluarga
50 Berkomunikasi
51 Kecemasan Yusuf
52 Permintaan Tiara
53 Surat untuk Khanza
54 Kabar duka
55 Kecupan terakhir
56 Pesan Mama
57 Kondisi Khanza
58 Baper
59 Curahan hati
60 Sudah membaik
61 Saling memaafkan
62 Bayi mungil
63 Dikediaman Opa
64 Berpisah lagi
65 Kedatangan orangtua
66 Sepakat
67 Pria dingin
68 Kemeja dari istri
69 Ikut ke pabrik
70 Pantai
71 Kekacauan
72 Mengajari
73 Sikap Khanza
74 Kejutan
75 Kejutan again
76 Kado spesial
77 Membalas
78 Arumi sakit
79 Nasehat Papa
80 Bertunangan
81 Titipan dari Khen
82 Ulah Rayola
83 Mulai perhatian
84 Rafif kecewa
85 Makan malam
86 Naik motor
87 Pertikaian
88 Berakhir
89 Ingin pergi
90 Diterima
91 Pergi
92 Bandara
93 Mendatangi Arumi
94 Masih berusaha
95 Memberi kesempatan
96 Memancing ikan
97 Menentukan hari akad
98 Makan berdua
99 Menjadi pasangan suami istri
100 Kecewanya pengantin baru
101 Ungkapan perasaan
102 Harus sabar
103 Ke mall
104 Lahiran
105 Khenzi rusuh
106 Operasi
107 Menjemput Arumi
108 Ikut suami
109 Waktu berdua
110 Bisa melihat kembali
111 Bahagia
112 Ending
113 Ekstra part 1
114 Ekstra part 2
115 Ekstra part 3
116 Ekstra part 4
117 Ekstra part 5
118 Ekstra part 6
119 Ekstra part 7
120 Ekstra part 8
121 Ekstra part 9
122 Ekstra part 10
123 Ekstra part 11
124 Ekstra part 12
125 Novel Baru
126 Karya baru
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Hal yang tak terduga
2
Permohonan maaf
3
Menemani Abang
4
Serangan tiba-tiba
5
Menjalani operasi
6
Kritis
7
Sadar
8
Berusaha ikhlas
9
nyata
10
Ke Bandara
11
Memberi tahu
12
Kemarahan Papa
13
Tanggung jawab
14
Sah
15
Drama pagi
16
Ibadah bersama
17
Sarapan bersama
18
Pengkhianat
19
Berhasil mengamankan
20
Makan duren
21
mengetahui dalangnya
22
Rasa kecewa
23
Dr Akmal
24
Kata-kata yang sulit diartikan
25
Melepaskan
26
Wajah kecewa
27
Jalan-jalan
28
Rasa takut
29
Akhirnya
30
Perjalanan pulang
31
Berpisah
32
Bertemu
33
Tidak tahu yang sebenarnya
34
Rencana pergi
35
POV Yusuf
36
Hilang kendali
37
Berbohong
38
Tiara dirawat
39
Ada apa denganku?
40
Pesan Tiara
41
Bantuan Papa Arman
42
Kondisinya menurun
43
Menemui Khanza
44
Jujur
45
Bicara dari hati ke hati
46
Menjadi serba salah
47
Berpamitan
48
Bertemu Abang
49
Bertemu keluarga
50
Berkomunikasi
51
Kecemasan Yusuf
52
Permintaan Tiara
53
Surat untuk Khanza
54
Kabar duka
55
Kecupan terakhir
56
Pesan Mama
57
Kondisi Khanza
58
Baper
59
Curahan hati
60
Sudah membaik
61
Saling memaafkan
62
Bayi mungil
63
Dikediaman Opa
64
Berpisah lagi
65
Kedatangan orangtua
66
Sepakat
67
Pria dingin
68
Kemeja dari istri
69
Ikut ke pabrik
70
Pantai
71
Kekacauan
72
Mengajari
73
Sikap Khanza
74
Kejutan
75
Kejutan again
76
Kado spesial
77
Membalas
78
Arumi sakit
79
Nasehat Papa
80
Bertunangan
81
Titipan dari Khen
82
Ulah Rayola
83
Mulai perhatian
84
Rafif kecewa
85
Makan malam
86
Naik motor
87
Pertikaian
88
Berakhir
89
Ingin pergi
90
Diterima
91
Pergi
92
Bandara
93
Mendatangi Arumi
94
Masih berusaha
95
Memberi kesempatan
96
Memancing ikan
97
Menentukan hari akad
98
Makan berdua
99
Menjadi pasangan suami istri
100
Kecewanya pengantin baru
101
Ungkapan perasaan
102
Harus sabar
103
Ke mall
104
Lahiran
105
Khenzi rusuh
106
Operasi
107
Menjemput Arumi
108
Ikut suami
109
Waktu berdua
110
Bisa melihat kembali
111
Bahagia
112
Ending
113
Ekstra part 1
114
Ekstra part 2
115
Ekstra part 3
116
Ekstra part 4
117
Ekstra part 5
118
Ekstra part 6
119
Ekstra part 7
120
Ekstra part 8
121
Ekstra part 9
122
Ekstra part 10
123
Ekstra part 11
124
Ekstra part 12
125
Novel Baru
126
Karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!