Perlahan ku ayunkan langkah mendekati kedua pasangan romantis dan setia itu. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan yang jelas, Papa selalu bisa membuat Bunda tersenyum.
Saat mendengar tapakan kaki, Papa menyadari dan segera bangkit dari pangkuan Bunda. Mereka berusaha memberi jarak. Aku tersenyum kepada kedua orangtua yang paling aku sayangi.
"Sudah pulang, Nak?" tanya Bunda sembari memberikan tangannya padaku.
"Hmm..." Aku hanya mengangguk segera menerima uluran tangan mereka.
"Sini duduk." Papa memukul-mukul kecil lantai lesehan itu memberiku ruang untuk duduk di tengah-tengah mereka. Papa mengusap kepalaku dengan lembut. "Bagaimana urusan kamu hari ini?" tanya Papa meletakkan tangannya di bahuku.
"Alhamdulillah semua beres Pa, mulai besok aku sudah bisa praktek di RS," jelasku pada Papa dan Bunda.
"Alhamdulillah, semoga menjadi Dokter yang amanah dan bertanggung jawab." Seru Bunda berbarengan dengan Papa.
"Aamiin... insyaAllah. Tapi, kenapa Papa dan Bunda tidak mengizinkan aku untuk praktek di RS Om Yandra saja? Kalau disana aku kan bisa dekat sama Oma dan Opa," jelasku entah kenapa tiba-tiba ingin menjauh dari kota kelahiranku ini.
"Terus kalau kamu dekat dengan Oma dan Opa, kamu ingin menjauh dari Bunda dan Papa?" Papa balik bertanya padaku.
"Bukan menjauh, Pa. Tapi aku hanya ingin mandiri saja, aku sudah besar, agar tak menjadi Khanza yang manja lagi..."
Papa hanya tersenyum dan segera meraih tubuhku untuk masuk kedalam pelukannya. Bunda juga tersenyum, seakan ucapanku terdengar lucu oleh mereka.
"Sekarang katakan pada Papa dan Bunda. Apakah kamu sedang ingin lari dari masalah? Apa yang membuat kamu begini? Apakah Dr Akmal?" Tanya Papa beruntun dan tebakannya juga salah. Ya, sebenarnya aku ingin lari dari suatu masalah, yaitu tentang perasaan yang aku takutkan semakin salah berada pada tempatnya.
Aku tidak tahu apakah saat ini aku jatuh cinta pada Pria yang telah menodai aku? Tidak! Aku tidak akan membiarkan perasaan ini tumbuh. Aku tidak ingin sedikitpun merusak kebahagiaan mereka.
"Kenapa diam saja, Nak? Apakah tebakan Papa benar?" tanya Bunda ikut meyakinkan.
"Hah? Tidak. Itu tidak benar. Bunda dan Papa apaan sih? Aku dan Dr Akmal tidak ada hubungan apa-apa." Aku menyangkal segala tebakan mereka.
"Terus, kenapa tiba-tiba ingin praktek di RS Oom kamu?"
"Nggak pa-pa, kok Pa. Aku cuma ingin mencoba dengan suasana baru. Lagipula aku ditempat Keluarga, dan aku juga dekat dengan bang Anju."
"Nak, Papa dan Bunda tidak akan melarangmu untuk berkarir Dimanapun yang membuat kamu nyaman, tapi harapan kami, kamu bisa tetap disini karena kami sangat sepi bila tidak ada kamu dirumah ini."
Aku menatap Bunda dan Papa. Merasa tidak tega harus meninggalkan mereka, ah, lebih baik aku coba dulu menjalani karirku disini. Aku harus bisa mengendalikan perasaan ini.
Ingat Khanza, dia sudah mempunyai istri. Jangan pernah menjadi wanita perusak rumah tangga orang.
Tapi bagaimana dengan dia yang telah merusak masa depanku? Apakah itu adil untukku. Ya Allah, ampuni aku. Bukankah aku sudah berjanji untuk berusaha melupakannya. Jika dia bisa berkorban menukar nyawanya demi menyelamatkan aku, maka aku akan mengorbankan masa depanku demi kebahagiaan rumah tangganya.
"Baiklah, Pa, aku akan mencoba menjalani karirku disini dulu, tapi, bila suatu saat aku merasa jenuh dan ingin mencoba di RS Om Yandra, boleh ya, Pa, Bun?" tanyaku, entah kenapa aku tidak yakin bisa menjalani hari-hariku dengan tenang.
"Baiklah, sayang, Bunda dan Papa tidak akan melarangmu. Kami berharap, semoga kamu betah dan nyaman bekerja di RS itu." Bunda mencoba mengerti dengan apa yang aku inginkan. Aku hanya mengangguk mengiyakan segala ucapan Bunda.
"Oya, Bun, Pa, aku ingin memberi kabar bahwa Mas Yusuf sudah sadar dari koma." Aku hampir saja lupa dengan tujuan awalku, yaitu memberi kabar baik itu pada mereka.
"Alhamdulillah..." Bunda dan Papa mengucap syukur. "Kamu serius? Kamu dapat kabar darimana? Kok belum ada pihak keluarga atau RS mengabari Papa?" tanya Papa belum percaya seutuhnya.
"Tadi aku mampir ke RS sebelum pulang, dan aku melihat sendiri bahwa Mas Yusuf memang telah sadar."
"Syukurlah, Papa merasa lega. Semoga dia cepat pulih."
"Nanti kita ke RS ya, Mas," ujar Bunda
"Ya, nanti malam kita ke RS."
"Bun, aku masuk dulu ya. Mau istirahat," ujarku ingin undur dari mereka.
"Baiklah, bersih-bersih dulu baru istirahat. Apakah sudah sholat ashar?" tanya Papa yang tak pernah lupa mengingatkan kami anak-anaknya tentang kewajiban sebagai umat beragama.
"Belum Pa, baiklah. Aku ke kamar dulu mau segera sholat." Aku kecup pipi Bunda dan Papa dan segera meninggalkan mereka berdua.
Sampai di kamar, aku segera mandi dan melaksanakan ibadah empat rakaat. Aku merasa lebih tenang setelah mengadu kepada Allah tentang apa yang aku rasakan.
Aku akan berusaha untuk ikhlas dan merelakan apa yang pernah terjadi dalam hidupku. Meskipun terasa begitu sulit tapi aku percaya, aku pasti bisa melewati ini semua.
Cukup lelah seharian mengikuti serangkaian tes di RS tempat aku akan meniti karir. Maka, rasa kantuk menyerang saat tubuhku sudah berada diatas ranjang. Tak perlu waktu lama aku sudah masuk alam mimpi.
***
Sudah beberapa hari aku resmi menyandang status sebagai seorang Dr.SpOG. Kesibukanku sedikit mengalihkan pikiran tentang dirinya. Aku berusaha untuk tetap legowo menerima segala takdirku kedepannya.
Hari ini aku pulang sedikit lebih sore dari yang biasanya, karena pasienku cukup membludak karena ini hari senin, maka pasien boking online dan daftar umum penuh.
Seperti biasanya aku pulang selalu dijemput oleh ADC yang naik piket, tidak di tetapkan siapa orangnya, yang jelas mereka selalu memberiku penjagaan maupun Bang Khenzi. Karena sejak kejadian itu, Papa menambah penjagaan dari pihak kepolisian yang beliau rekrut sebagai ADC untuk menjaga keluarganya. Sebagai seorang penyidik handal Papa pasti sudah punya firasat atau ada orang yang beliau curigai dibalik kasus penembakan itu.
Ditengah perjalanan, aku kembali mengingat tentang Mas Yusuf, sudah beberapa hari ini aku tidak tahu kabarnya. Aku dengar cerita Papa hari ini dia sudah di perbolehkan untuk pulang.
Aku menyempatkan diri untuk membesuknya, entahlah, aku hanya ingin tahu bahwa kondisinya memang sudah membaik.
"Mas, tunggu disini saja ya, saya hanya sebentar," ujarku pada ADC yang menjagaku, aku meminta dia menunggu di lobby saja.
"Baik, Mbak. Kalau ada perlu kabari saya."
Aku hanya mengangguk mengiyakan. Aku segera menuju kamar rawatnya. Saat aku sudah sampai didepan pintu kamar itu, aku mendengar percakapan. Terdengar suara tawa dan gurauan didalam kamar rawat itu.
Aku beranikan diri melihat dari kaca bening yang ada dipintu kamar itu. Aku melihat Mas Yusuf sedang disuapi makan oleh Mbak Tiara. Terlihat senyum Pria itu tak lepas dari bibirnya.
Perlahan aku mundur dan ku urungkan niat untuk membesuknya. Setidaknya aku sudah mengetahui bahwa dia sudah terlihat sehat dan bahagia berada dalam perawatan sang istri.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
guntur 1609
oh brti sma dong dengan om nya
2024-02-23
0
guntur 1609
oh ya btw yandra jafi sm fatimahbgak ya?
2024-02-23
0
Tapsir Tapsir
wanita yg luar biasa khanza
2023-06-21
1