“Oh iya. Kamu bilang belum punya calon. Mau kakek jodohkan?”
Suasana hening sejenak. Kenan mengangkat kepalanya, melihat pada Irzal. Dia penasaran akan jawaban pria itu. Abi membuka mulutnya, menerima suapan dari Irzal. Pria itu tidak langsung menjawab, dia melayangkan senyum lebih dulu pada pria yang memang sudah dianggapnya seperti kakek sendiri.
“Sepertinya kakek harus lebih dulu mencarikan jodoh untuk cucu kakek yang satu itu. Aku ngga yakin kalau dia akan dapat jodoh dalam waktu dekat. Kakek tahu sendiri, dia kalau bicara tidak pernah disaring. Selalu saja membuat orang naik darah. Bisa-bisa nanti jadi perawan tua.”
Baik Abi maupun Kenan terkejut mendengar jawaban Irzal. Ternyata pria itu cukup pintar mengarahkan bola panas pada Arsy. Mendengar Irzal berbicara buruk tentangnya, karuan membuat Arsy emosi.
“Eh apa maksud lo? Sembarangan aja kalo ngomong!”
“Sembarangan? Itu fakta..”
“Fakta?”
“Iya, fakta. Kamu tidak suka dikritik, suka menuduh sembarangan dan tidak tahu bagaimana harus bersopan santun pada orang lain.”
“Lalu bagaimana denganmu? Apa kamu pikir punya sopan santun? Menghina orang seenak jidatnya!” mata Arsy melotot seperti hendak keluar.
“Dari sudut pandangmu itu seperti hinaan, tapi sebenarnya itu adalah fakta. Kamu tidak becus bekerja dan dua kali menuduhku tanpa alasan.”
“Oohh.. kamu masih membahas kejadian di IGD dan juga masalah tuduhan copet? Cih.. bilang memaafkan nyatanya masih mengungkit.”
“Bukan mengungkit tapi hanya menyebutkan fakta.”
“Terus apa hakmu bilang kalau aku bakal jadi perawan tua? Ngaca coba, sendirinya juga nyebelin. Sok kegantengan.”
“Aku ngga pernah memuji diriku ganteng. Atau jangan-jangan kamu yang mengakui kegantenganku.”
“Mana ada!!”
“Haaiisshh!! Kalian bisa diam tidak? Apa kalian pikir kami bisa makan dengan tenang mendengar kalian bertengkar seperti ini?!”
Kenan berdiri dari duduknya, memandang keduanya dengan tatapan tajam, membuat perdebatan keduanya akhirnya terhenti. Irzal membalikkan tubuhnya menghadap Abi lagi. Kembali bersiap menyuapi pria itu.
“Kalau daddy lihat kalian bertengkar lagi, daddy akan panggil penghulu ke sini untuk menikahkan kalian!”
“Maaf kakek. Ayo dimakan lagi.”
Irzal kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut Abi. Arsy juga menikmati hidangannya tanpa berbicara lagi. Kenan melihat dua anak muda yang kerap bertengkar ini bergantian sambil melanjutkan makannya. Sementara Abi tak lagi membahas perjodohan dengan Irzal.
Ternyata kamu cerdas dan cepat tanggap juga, Zal. Hmm.. sepertinya aku harus lebih berhati-hati kalau mau menjodohkan mereka. Cara ini ngga akan mempan untuk mereka. Tunggu saja, kakek akan membuat kalian duduk di hadapan penghulu.
Sementara itu, Cakra dan Juna sudah mulai kesal dengan Kevin yang sedari tadi mengajaknya berputar-putar di rumah sakit. Pria itu mengajak kedua sahabatnya berhenti di setiap lantai lalu memeriksa kamar-kamar perawatan.
“Vin.. kamu cari apa sih?” Juna mendudukkan dirinya di kursi tunggu. Kakinya sudah pegal. Hampir lima lantai mereka susuri dan tanpa hasil pula.
“Tau nih orang. Bikin kesal aja,” rutuk Cakra.
“Aku lagi cari dokter Raffa.”
“Cari ke ruangannya. Ngapain keliling gini? Kaya orang kurang kerjaan aja,” seru Cakra.
“Oh iya. Harusnya kita ke lantai tiga,” Kevin menepuk keningnya.
Pria itu kemudian berjalan menuju lift. Mau tak mau Juna dan Cakra mengikutinya. Mereka tidak mau terjadi sesuatu dengan sahabatnya itu. Jari Kevin menekan tombol 3 pada lift dan kotak besi itu mulai bergerak turun. Sesampainya di lantai tiga, Kevin bergegas menuju ruangan dokter Raffa. Dia mengetuk pintu beberapa kali namun tidak ada jawaban.
“Kayanya ngga ada di ruangan.”
“Lagi ada operasi kali.”
“Bisa jadi.”
“Jangan bilang mau ke atas lagi. Ngga mau! Udah kita pulang aja. Besok lagi nyarinya atau suruh Nan yang cari,” ujar Juna.
“Ya sudah, kita pulang saja.”
Ketiga pria yang terlihat tampan di masanya itu membalikkan badannya. Mereka hendak kembali ke lift. Wajah Kevin terlihat cukup kecewa karena tak bisa bertemu dengan Raffa. Ketiganya menunggu lift yang tengah bergerak turun. Tak lama pintu lift terbuka. Orang yang dicari Kevin keluar dari dalamnya.
“Dokter Raffa!” seru Kevin dengan wajah sumringah.
“Pak Kevin,” Raffa menghampiri Kevin.
“Akhirnya bisa bertemu dengan dokter juga.”
“Bapak mencari saya?”
“Iya. Begini.. kalau dokter ada waktu, apa bisa memeriksa saya?”
“Sekarang?”
“Besok saja bagaimana? Tapi kalau dokter yang ke rumah saya, tidak keberatan?”
Cakra dan Juna saling berpandangan, mata mereka seolah menyiratkan, satu lagi raja modus muncul. Untuk sesaat Raffa terdiam, dia tak menyangka Kevin mengajukan permintaan seperti itu. Tapi kemudian kepalanya mengangguk.
“Wah, terima kasih ya, dok. Pagi juga tidak apa, sekalian sarapan di rumah saya. Oh ya, boleh saya minta nomor dokter?”
“Sebentar, pak.”
Raffa mengambil dompet dari saku celananya lalu mengeluarkan selembar kartu nama. Diberikannya kartu nama tersebut pada Kevin. Senyum Kevin terbit melihat kartu tipis tersebut, akhirnya dia bisa mendapatkan nomor pria itu untuk sang cucu.
“Nanti saya kirimkan alamatnya.”
“Boleh, pak.”
“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih. Saya permisi dulu, mari..”
“Silahkan, pak.”
Raffa menekan tombol di dekat lift. Tak lama pintu lift terbuka. Pria itu menganggukkan kepalanya pada ketiga tetua tersebut. Dia masih bertahan di sana sampai pintu lift menutup. Setelah kotak tersebut bergerak turun, barulah Raffa meninggalkan tempatnya.
🍁🍁🍁
“Dasar cowok muka rata. Seenak jidatnya dia bilang gue ngga laku. Kaya sendirinya aja laku. Emang nyebelin tuh orang, aaarrrghhh..”
“Siapa yang nyebelin?”
“Astaghfirullah..”
Arsy memegangi dadanya karena Aqeel tiba-tiba saja menimbrung pembicaraannya. Jantungnya berdegup tak karuan, bukan karena terkejut dengan kehadiran pria itu, tapi juga melihat wajah ganteng dokter bedah anak itu.
“Siapa yang nyebelin?” tanya Aqeel lagi.
“Itu.. sepupunya dokter.”
“Sepupuku? Siapa? Bibie?”
“Bibie?”
“Oh Irzal. Kami biasa manggil Irzal atau Bibie.”
“Kenapa dipanggil Bibie?” tanya Arsy penasaran.
“Namanya Irzal Habibie. Berhubung Irzal itu nama kakek kami, jadi kadang kita manggil dia Bibie,” Aqeel tersenyum setelahnya.
Arsy mengangguk-anggukkan kepalanya saja mendengar penjelasan Aqeel. Kemarahannya pada Irzal menguap begitu saja saat bersama dengan pria ini. Dia mendudukkan diri di salah satu kursi tunggu. Tak lama Aqeel menyusul duduk di dekatnya. Arsy melihat pada Aqeel yang sudah tidak mengenakan jas snelinya lagi.
“Dokter mau pulang?”
“Iya. Kamu mau pulang bareng?”
“Ngga, dok. Aku pulang bareng daddy.”
“Oh iya, kata Daffa, kakekmu masuk rumah sakit. Bagaimana keadaannya?”
“Sudah baikan, dok.”
“Syukurlah.”
Mata Aqeel melirik jam di pergelangan tangannya. Sepertinya pria itu tengah menunggu seseorang. Sejenak Arsy terdiam, dia masih penasaran dengan wanita yang tadi membawakan makan siang untuknya.
“Dokter nunggu siapa?”
“Iza.”
“Iza? Oh yang tadi bawain makan siang ya.”
“Iya. Dia lagi ke toilet, tapi kok lama ya.”
“Dia siapanya dokter?”
“Dia.. calon istriku.”
Jawaban Aqeel benar-benar bagaikan petir di siang bolong. Dari bahasa tubuhnya tadi Arsy sudah bisa menebak namun entah kenapa lidahnya ini malah kepo bertanya lebih lanjut. Alhasil jawaban menyesakkan yang didengarnya sekarang.
“Bang..” sebuah suara lembut menginterupsi pembicaraan mereka. Iza muncul di dekat keduanya.
“Sudah selesai?” Aqeel menegakkan dirinya.
“Sudah, bang. Maaf lama. Tadi aku bantu anak kecil yang nyari ibunya.”
“Sudah ketemu?”
“Sudah.”
“Mau pulang sekarang?”
Hanya anggukan kepala saja yang diberikan Iza. Dia melemparkan senyum pada Arsy yang sedari tadi hanya diam dan menyimak pembicaraan mereka.
“Sy.. aku pulang dulu.”
“Iya, dok.”
“Bye Arsy. Assalamu’alaikum,” ujar Iza.
“Waalaikumsalam.”
Walau enggan, mata Arsy terus menatap keduanya yang berjalan menuju lobi rumah sakit. Gadis itu menghembuskan nafas panjang seraya memegangi dadanya yang terasa berdenyut. Dia tersentak ketika sebuah tepukan mendarat di pundaknya. Seorang pria berusia tiga puluhan akhir sudah berdiri di dekatnya.
“Dok.. tolong periksa ibu saya,” pria itu menunjuk blankar di mana seorang wanita tua tengah duduk di atasnya.
Arsy bergegas mendekat kemudian memerika wanita tersebut. Dia meminta ibu itu berbaring. Gadis itu menaruh stetoskop di dada sang pasien, mendengarkan detak jantungnya dengan seksama. Arsy juga meminta wanita itu menarik nafas beberapa kali. Selesai memeriksa, dia melihat pada wali pasien.
“Apa ibu punya riwayat asma?”
“Iya, dok.”
“Sepertinya ibu harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Sebentar saya akan panggilkan dokter yang akan memeriksanya.”
Arsy segera berjalan menuju meja perawat, meminta sang perawat memanggilkan dokter IGD yang bertugas. Dia tak mau langsung mendiagnosis, karena posisinya masih coas. Kalau salah melakukan tindakan, maka pengawasnya yang akan terkena teguran. Arsy kemudian berjalan menuju pintu masuk IGD, sejenak dia berdiri di sana.
Matanya tanpa sengaja melihat Aqeel yang tengah membukakan pintu untuk Iza. Tangan pria itu nampak menghalangi atap pintu demi mencegah kepala wanita tercintanya terbentur. Hati Arsy serasa diremas melihat pemandangan tersebut. Tak kuat melihat lebih lama, gadis itu kembali masuk ke dalam.
“Dok.. bisa tolong awasi ibu saya sebentar? Saya mau ke ATM dulu,” ujar pria yang datang mengantar ibunya.
“Silahkan.”
Pria itu bergegas keluar. Arsy melihat sekilas ke arah blankar, nampak sang ibu masih duduk tenang di atas blankar. Gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap meja perawat, membelakangi wanita tersebut. Mengetahui Arsy yang tengah asik berbincang dengan perawat, diam-diam ibu tersebut turun dari blankar. Pelan namun pasti, dia meninggalkan IGD melalui pintu yang terhubung ke bagian dalam rumah sakit. Tak berapa lama anaknya kembali. Melihat sang ibu tidak ada di tempatnya, pria itu kembali menghampiri Arsy.
“Dok.. ibu saya mana?”
“Ibu?”
Arsy melihat ke arah blankar. Dia terkejut ternyata wanita tua itu tidak ada di sana. Para suster yang bersama Arsy juga terkejut. Mereka sama sekali tak melihat wanita itu meninggalkan IGD. Dengan cepat Arsy bergerak mencari pasien yang kabur. Saat bersamaan dokter Fabian datang. Dia adalah dokter spesialis IGD yang bertugas hari ini.
“Mana pasien yang harus saya periksa?” tanya Fabian.
“Euung.. pasiennya mungkin sedang ke toilet. Sebentar saya periksa dulu, dok.”
Arsy berlari menuju toilet kemudian memeriksa ke dalam, namun wanita itu tidak ada di sana. Gadis itu segera mencari ke area lain. Sang anak yang juga panik mengetahui ibunya menghilang, juga ikut mencari.
“Ibu mau kemana?”
Daffa yang baru saja keluar dari kantin melihat seorang wanita tua tengah berjalan menuju pintu keluar. Tadi dia sempat melihat wanita ini tengah diperiksa oleh Arsy. Melihat Daffa, wanita itu hendak berlari keluar, namun Daffa segera menghalanginya.
“Ibu belum selesai diperiksa, kan? Biar saya antar ke IGD lagi, ya.”
“Ngga.. saya ngga mau diperiksa.”
“Ayolah, bu. Anak ibu pasti sedih kalau ibu ngga mau diperiksa. Ayo saya antar.”
“Ngga mau.”
Ibu itu bersikukuh menolak ajakan Daffa. Tak mau menyerah, Daffa mengajak wanita tersebut ke kantin. Dia mendudukkannya di sebuah kursi, lalu menarik kursi lain ke dekatnya. Daffa mulai membujuk wanita itu agar mau diperiksa.
Sementara itu, kegaduhan terjadi di IGD. Tak juga menemukan ibunya, sang anak mulai mengamuk. Dia berteriak-teriak memaki semua yang ada di IGD. Arsy yang sudah berkeliling memutuskan kembali ke IGD. Melihat kedatangan Arsy, pria itu segera menghampiri coas tersebut. Dia mendorong tubuh Arsy hingga membentur tembok di belakangnya.
“Mana ibu saya?!”
“Harap sabar, pak. Saya masih mencarinya.”
“Menjaga wanita tua saja kamu tidak becus. Mana ibu saya, MANA?!!”
Semua mata yang ada di IGD langsung tertuju pada pria itu juga Arsy. Kenan dan Abi yang bermaksud menuju IGD, juga melihat kegaduhan yang terjadi. Tangan Kenan mengepal erat saat melihat seorang pria berlaku kasar pada keponakannya. Tangan pria itu kini sudah berada di leher Arsy. Matanya menatap nyalang pada gadis itu.
“MANA IBU SAYA??!!”
🍁🍁🍁
Waduh.. Bapak belum tau ya, coas yang dimaki² itu anak dan cucu siapa🙈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Mur Wati
wuih opa Kevin pinter modus ya 💪buat jodoh cucunya
2024-05-01
1
reza indrayana
🤦🏻🤦🏼🤦🏻🤦🏼
2024-01-01
1
flowers city
🤣😂😂😂😂😂😂😂
2023-08-04
2