Mobil yang dikemudikan Irzal berhenti di depan kediaman orang tuanya. Pria itu masuk ke dalam rumah seraya mengucapkan salam. Hanya asisten rumah tangganya saja yang menjawab salamnya. Sang ayah biasanya berada di ruang kerja pribadinya, dan bundanya sudah pasti menemani.
Di rumah ini hanya dirinya saja yang tinggal bersama orang tua. Kakak tertuanya, Aslan telah menikah dan dikaruniai dua orang anak. Aslan sudah tinggal terpisah sejak menikah. Kakak keduanya, Yumna juga sudah menikah dan dikaruniai dua orang anak. Dia juga tinggal terpisah di rumah yang sudah disiapkan sang suami.
Kini hanya tinggal dirinya di rumah ini menemani kedua orang tuanya. Setelah menikah nanti, dia akan tetap di rumah ini, meneruskan tugas ayahnya mengurus rumah warisan sang kakek. Irzal berjalan menuju lantai dua, di mana kamarnya berada. Sebenarnya Elang sudah menawari untuk tinggal di lantai tiga, tempat dulu Elang dan Azkia tinggal saat Irzal dan Poppy masih hidup. Namun Irzal menolaknya, dia akan menempati lantai tiga jika sudah memiliki pasangan tetap atau istri.
Usai membersihkan diri, Irzal kembali ke lantai bawah. Dia menuju dapur untuk mengambil minuman dingin. Kemudian melangkahkan kaki menuju ruang kenangan. Ruangan ini adalah ruangan favorit yang ada di rumahnya. Di ruangan ini terdapat dokumentasi keluarganya, dari mulai foto sampai video. Irzal biasa menghabiskan waktu di sini jika tengah merindukan kakek neneknya atau untuk melepas kepenatan.
Foto besar para uyutnya langsung terlihat ketika Irzal membuka pintu. Foto abi, umi, nenek Dewi dan kakek Surya terpajang di dinding yang menghadap pintu. Kemudian di sisi lain terdapat foto keluarga besar Ramadhan. Ada umi, Irzal, Poppy, Rena, Fahri, Dimas dan Sisil. Selain mereka ada juga anak umi yang lain, Regan, Sarah, Ega, Alea, Adit, Debby, Nino dan Kalila. Walau tidak ada hubungan darah, tetapi umi sangat menyayangi mereka.
Dari semua orang yang ada di foto tersebut, hanya Rena dan Dimas yang masih tersisa. Lainnya sudah berpulang ke Rahmatullah. Irzal lahir beberapa jam setelah nenek dan kakeknya meninggal dunia, selain Rena dan Dimas, satu-satunya anak umi yang diingatnya adalah Ega. Kakek Ega adalah orang yang ceria, dia selalu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa. Ega banyak bercerita tentang kakek dan neneknya. Bagaimana mereka terhubung dengan Regan dan dirinya.
Irzal merebahkan tubuhnya di sofa bed yang ada di sana. Tubuhnya terasa begitu lelah. Setelah memantau jalannya leadership training yang diadakan kantornya, Irzal langsung ke rumah sakit, membawa temannya yang mengalami kecelakaan. Di tengah lamunannya, dia dikejutkan dengan suara pintu terbuka. Daffa, adik sepupunya masuk ke dalam dan langsung menghempaskan bokong ke sampingnya. Daffa adalah anak dari Ayunda dan Reyhan. Ayunda adalah adik ayahnya, sedang Reyhan anak bungsu Regan.
“Gimana keadaan Syamsul?” tanya Irzal.
“Syamsul siapa? Oh teman abang yang tadi kecelakaan?”
“Hmm..”
“Operasinya sukses, kondisinya juga stabil tapi masih dalam pemantauan. Dia masih dirawat di ruang ICU.”
“Syukurlah. Apa keluarganya sudah ada yang datang?”
“Kayanya udah, ngga tau orang tua atau pamannya. Itu ceritanya gimana sih, bang? Kok bisa ada bambu nancep di perutnya. Dia berantem atau gimana?”
“Bukan. Jadi tadi di jalan ada kecelakaan tunggal. Truk yang bawa bambu nabrak pohon. Saking kencangnya benturan, beberapa bambu ada yang lepas. Nah posisi Syamsul itu ada di belakang truk. Salah satu bambu yang lepas jatuh ke aspal dan potongan bambu mental kena perutnya.”
Daffa bergidik ngeri membayangkan peristiwa tersebut. Musibah memang tidak tahu kapan datangnya. Walau pun berhati-hati saat berkendara di jalan, tapi bisa saja orang lain ceroboh dan menyebabkan kita terkena imbasnya, seperti yang terjadi pada Syamsul.
“Abang emang lagi jalan sama dia atau gimana?”
“Gue lagi di sekitaran situ pas kejadian. Begitu dengar ada kecelakaan, langsung samperin TKP, ternyata korbannya teman gue. Kasihan, mana bininya lagi hamil.”
“Oh udah nikah?”
“Udah. Nikah enam bulan lalu, sekarang istrinya lagi hamil dua bulan.”
“Berarti udah laku ya dia, ngga kaya abang gue yang masih jomblo,” Daffa melirik pada Irzal.
“Biasa aja lihatnya. Sendirinya juga jomblo,” Irzal menoyor kepala Daffa.
“Gue jomblo karena pilihan hidup. Abang tau sendiri, yang mau sama gue tuh bejibun. Kalo disuruh ngantri, bisa sepanjang jalan layang Cikapayang. Tinggal tunjuk jari doang, gue bisa dapet pasangan.”
“Lebay.”
“Bukan lebay, emang kenyataan. Emang abang, kaga laku-laku. Makanya tuh muka jangan jutek-jutek napa. Lemesin dikit pake minyak jelantah hahaha…”
Irzal tak menanggapi ucapan adik sepupunya itu. Dia menyambar gelas yang ada di meja kemudian meneguknya sampai habis.
“Gue masih muda. Noh bang Rakan yang udah tuaan juga masih jomblo.”
“Tapi seenggaknya bang Rakan udah punya track record ama cewek. Beda ama abang, dari brojol sampe segede ini jomblo mulu.”
“BTW bang Rakan belum ada niatan cari pengganti Shafa? Masih belum move on atau gimana?”
“Bisa jadi sih, bang. Kan mba Shafa meninggal di pelukan bang Rakan, kebayang dong sedihnya. Walau udah ikhlas, tapi kayanya masih kebayang-bayang aja. Apalagi mba Shafa itu kan perfect lah di mata bang Rakan. Susah cari penggantinya.”
“Coba cariin cewek buat bang Rakan dari salah satu koleksi fans lo.”
“Ck.. gue sih ngga khawatir soal bang Rakan. Dia kan ramah, murah senyum, ngga kaya abang noh, sebelas dua belas sama bang Aqeel. Tapi masih mending bang Aqeel yang udah punya orang yang siap dilamar. Nah abang..”
“Ribet banget lo ngurusin hidup gue. Urus aja hidup lo sendiri.”
Suasana hening sejenak ketika keduanya fokus pada ponselnya. Baik Irzal maupun Daffa, sama-sama menerima pesan dari grup chat tempat kerjanya masing-masing. Setelah membalas pesan dari Arsy, Daffa kembali mengganggu kakak sepupunya.
“Eh bang, tau ngga coas yang tadi abang bentak siapa?”
“Siapa emang?”
“Namanya Arsyana. Masa sih abang ngga tau. Kan abang lagi ada proyek bareng sama Das Archipel, yang CEO nya Kenan Mahendra Hikmat.”
“Terus?”
“Nah Arsy itu keponakannya om Kenan. Bapaknya yang megang Metro East, Kenzie Nagendra.”
“Gue cuma butuh informasi soal perusahaannya, bukan silsilah keluarganya. Lagian emang kenapa?”
“Abang jangan bentak-bentak anak orang sembarangan. Kalau bapaknya dengar bisa ngamuk, apalagi kakeknya.”
“Orang cewek dongo gitu, pantes lah dibentak juga. Disuruh tekan luka malah diem aja. Udah tau darah terus ngalir dari luka Syamsul.”
“Namanya juga baru di IGD, bang. Dia baru dirolling seminggu yang lalu. Dia itu pinter, bang. Teman seangkatannya baru mulai coas, nah dia bentar lagi juga beres. Empat bulanan lagi lah. Gue juga dulu suka dibentak sama bang Aqeel pas baru masuk IGD. Tekanan di IGD tuh lebih besar,” tutur Daffa panjang lebar, namun Irzal terlihat tak acuh.
“Cewek buas gitu ngga cocok jadi dokter.”
“Dia buas sama cowok nyebelin kaya abang, hahaha…”
Irzal bangun dari duduknya sambil membawa gelasnya yang sudah kosong. Dia keluar dari ruangan lalu menuju dapur. Lebih baik mencari minuman dingin lagi, dari pada mendengar ocehan adik sepupunya.
🍁🍁🍁
Dengan membawa bingkisan berupa buah-buahan dan kue, Irzal memasuki gedung rumah sakit. Dia berniat mengunjungi Syamsul. Daffa mengabarkan kalau kondisi Syamsul membaik dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
Sementara itu di IGD, Arsy baru saja mendapatkan kabar kalau sebentar lagi Kevin akan masuk ruang operasi. Akhirnya setelah melalui bujukan panjang kali lebar, pria itu memberanikan diri untuk dioperasi. Setelah tekanan darah dan kondisi lainnya normal, Kevin sudah diperbolehkan masuk ke ruang operasi. Rencananya sahabat dari kakeknya itu akan menjalani operasi bypass.
Dengan tergesa, Arsy meninggalkan ruang IGD. Dia menuju lift yang ada di lobi rumah sakit. Karena tak memperhatikan jalan, tidak sengaja gadis itu menabrak Irzal, hingga barang yang dibawanya terjatuh.
“Aduh.. maaf.. maaf..” ujar Arsy seraya membantu mengambilkan barang-barang yang terjatuh.
“Punya mata ngga sih!!” bentak Irzal.
Arsy segera berdiri setelah mengambilkan barang yang terjatuh. Dia terkejut melihat pria yang baru saja membentaknya adalah pria yang kemarin di IGD. Sontak emosinya langsung naik. Dengan kasar diserahkannya barang yang terjatuh ke tangan Irzal.
“Bukan aku ngga punya mata. Tapi kamu itu kaya makhluk astral yang keliatan. Dasar tukang ngomel!!”
“Apa kamu bilang?”
“Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping apa cantelan wajan?”
Rahang Irzal mengeras mendengar ucapan Arsy. Pria itu menatap tajam pada gadis yang wajahnya mirip artis Korea. Dan Arsy pun membalas tatapannya tak kalah tajam. Netra keduanya seperti mengeluarkan kilatan cahaya disertai aliran listrik.
🍁🍁🍁
**Masih pagi jangan ribut. Awas jangan kelewatan bencinya ya, tar kaya Tili ke Adrian😜
Biar lebih lengkap menghalunya, nih mamake kasih visualnya. Sekali lagi, ini visual versi diriku, yg ngga suka, silahkan cari visual lain yang lebih cocok🙏
Arsy, jangan tertipu dengan wajah cantiknya. Doi galak aslinya🤭**
Irzal, turunan beruang kutub ini seneng banget bikin orang emoji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Fikha Clara
thor kasi tau novelmu cerita pertama keluarga nikmat dan Ramadan yg mana..
saya mau baca dr pemeran awal
2025-01-23
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
dr benci jd cinta
2025-04-07
1
Atoen Bumz Bums
beuuhhh...manisnya arsy
2024-09-22
1