“Euuunghh..”
Arsy langsung menolehkan kepalanya ke arah belakang begitu mendengar lenguhan. Dia bergegas mendekati Abi yang baru saja membuka matanya. Begitu pula dengan Irzal, pria itu mendekat dengan posisi berada di sebrang Arsy.
“Kakek..” panggil Arsy.
“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?”
“Kakek baik-baik aja? Bagian mana yang sakit? Emang Irzal kasih makan apa sama kakek sampe sakit gini?”
“Bisa ngga mulut kamu dijaga?!” kesal Irzal karena Arsy terus menuduhnya.
“Makanya ngaku!”
“Arsy.. kenapa kamu marah sama Irzal? Harusnya kamu terima kasih sama dia. Kalau dia ngga bawa kakek tepat waktu ke sini ngga tau gimana jadinya. Ayo bilang makasih sama Irzal.”
“Ish..”
Bukannya mengatakan terima kasih, gadis itu hanya melihat Irzal dengan sinis. Kalau tidak melihat Abimanyu sebagai kakek Arsy, ingin rasanya Irzal menyumpal mulut gadis di hadapannya dengan perban.
“Ayo Arsy..”
“Makasih,” ujar Arsy secara singkat, padat dan jelas.
“Bukan begitu caranya. Ayo bilang yang benar, ikutin kakek.”
“Kakek…” terdengar suara Arsy sedikit merajuk.
“Sudah kek, kalau tidak mau jangan dipaksa. Percuma bilang makasih kalau ngga ikhlas.”
Arsy bertambah kesal mendengar jawaban Irzal. Namun gadis itu tak berani membalas karena ada Abi di antara mereka. Tangan Abi menyentuh lengan cucunya itu. Matanya mengisyaratkan agar sang cucu mengikuti ucapannya.
“Terima kasih..” ujar Abi.
“Terima kasih,” Arsy mengikuti.
“Terima kasih mas Irzal..”
Kepala Arsy langsung menoleh pada Abi begitu mendengar kata mas Irzal. Lidahnya terasa langsung kaku kalau harus menyebut pria itu dengan sebutan mas. Bukan hanya Arsy, Irzal juga terkejut mendengarnya.
Apa-apaan nih? Geli kuping gue dipanggil mas sama si mak lampir. Kok gue jadi curiga sama kakek Abi. Aaahh.. kenapa suasananya jadi horror kaya gini.
Dih males banget gue harus panggil mas segala. Emangnya dia siapa gue.
Keduanya berpandangan sambil sibuk dengan pikirannya masing-masing. Abi kembali menyenggol lengan cucunya, membuat gadis tersebut tersadar dari lamunannya. Beberapa kali Arsy berdehem, rasanya masih belum rela mengucapkan kata tersebut.
“Terima kasih.. mm.. ma.. mas Irzal.”
Pandangan gadis itu langsung dibuang ke arah lain begitu selesai dengan kalimatnya. Irzal hanya menghela nafas panjang saja. Kata-kata yang dilontarkan Arsy barusan terasa seperti sebuah gada yang menghantam kepalanya.
“Maaf kakek.. karena sudah ada Arsy, kakek ngga keberatan kalau aku ke kantor sekarang?”
“Silahkan, Zal. Kerja yang rajin buat istri dan anakmu.”
“Hehe.. makasih kek.”
Irzal segera meraih tangan Abi lalu mencium punggung tangannya. Dia harus secepatnya pergi dari ruang IGD ini. Perasaannya mulai tak enak, sepertinya Abi tengah mengatur sesuatu untuknya juga Arsy. Jalan terbaik adalah menyingkir secepatnya.
“Sy.. sebentar lagi kakek mau dipindahkan ke ruang VVIP. Kamu coba hubungi grandpa, KiJo, opa sama eyang, ya. Kakek mau ditemani mereka.”
“Nenen Nina ngga dipanggil sekalian?”
“Ngga usah.”
Arsy hanya menganggukkan kepalanya. Dia mengambil ponsel kemudian menghubungi satu per satu yang disebutkan Abi tadi. Abi terus memperhatikan Arsy yang tengah menelpon. Jangan sampai Nina tahu dia masuk akting masuk IGD, bisa-bisa telinganya akan mendengar ceramah panjang sang istri.
“Udah, kek. Kakek mau aku hubungi siapa lagi?”
“Daddy-mu, hubungi daddy.”
“Papa ngga dikasih tau?”
“Ngga usah. Panggil saja daddy-mu.”
Sekali lagi Arsy hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia pun mengubungi Kenan, meminta pamannya itu ke rumah sakit. Tak lama dua orang suster datang mendorong bed, Abi bersiap untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Arsy segera mengikuti dua orang suster tersebut. Menuju kamar VVIP yang berada di lantai 11.
🍁🍁🍁
Saat jam makan siang, Iza datang ke rumah sakit dengan membawa makanan untuk Aqeel. Tadinya dia akan membuat makanan khas Mesir, namun karena bahan-bahannya kurang, gadis itu akhirnya membuatkan masakan yang disukai Aqeel. Sapo tahu, udang saos padang dan puyunghai. Tak lupa dia juga membawakan nasi putih dan pudding caramel sebagai dessertnya.
Gadis itu berlari ketika melihat pintu lift yang menuju ke atas terbuka. Dia melemparkan senyuman pada Arsy yang ada di dalam lift. Keduanya sama-sama menuju lantai tiga. Di tangan Arsy sudah ada bungkusan berisi makanan siap saji dari restoran asal Jepang. Rencananya dia akan makan siang bersama dengan Aqeel.
Sekilas dia melihat pada Iza yang berdiri di sebelahnya. Harus diakui kalau Iza adalah gadis yang cantik, apalagi kepalanya sudah terbalut hijab yang menutupi sampai sebatas dada. Semakin menambah kecantikan dan keanggunannya. Begitu lift sampai di lantai tiga, Arsy mempersilahkan Iza keluar lebih dulu.
Kepala Iza menengok ke kanan dan kiri, mencari di mana ruangan pujaan hatinya berada. Arsy yang berdiri di belakangnya, menepuk pundak gadis tersebut, membuat Iza menoleh padanya.
“Mau ke ruangan siapa?” tanya Arsy.
“Ke ruangan…”
“Za…”
Ucapan Iza terputus ketika mendengar suara Aqeel. Dengan langkah panjang, pria itu menghampiri sang gadis tercinta. Senyum Iza mengembang melihat kedatangan Aqeel. Sementara Arsy hanya mampu diam membeku melihat adegan di depannya. Rasa cemburu dan sakit menghantamnya bersamaan.
“Baru datang?”
“Iya, bang.”
“Arsy..” tegur Aqeel sambil melihat pada Arsy.
“Eh.. i.. iya, dok.”
“Ada apa ke sini?”
“Euung.. ca.. cari dokter Daffa.”
“Daffa lagi di laboratorium.”
“Oh…” hanya itu saja jawaban yang keluar dari mulut Arsy. Dia masih belum mampu menguasai dirinya.
“Oh ya, kenalkan ini Iza. Za, ini Arsy anak coas yang sering aku ceritain ke kamu.”
“Oh Arsy yang itu. Hai.. kenalin, aku Iza.”
Iza mengulurkan tangannya pada Arsy. Gadis itu pun menyambut uluran tangan Iza. Hatinya bertanya-tanya, hal apakah yang Aqeel ceritakan tentangnya pada gadis di sampingnya. Apakah Iza adalah adik Aqeel dan dokter tampan itu menceritakan tentang perasaan padanya. Dada Arsy berdebar ingin tahu apa yang dikatakan Aqeel tentangnya.
“Emangnya dokter cerita apa soal aku?”
“Kata bang Aqeel, kamu itu pintar dan cekatan. Dia suka kamu cepat tanggap dan juga cepat belajar,” jelas Iza.
“Aah.. dokter Aqeel terlalu memuji,” wajah Arsy nampak merona.
“Bang Aqeel ngga punya adik perempuan, makanya dia senang dekat sama kamu. Dia udah anggap kamu seperti adik sendiri katanya.”
Senyum di wajah Arsy perlahan memudar. Adik, satu kata yang begitu menyesakkan dada. Jadi selama ini perhatian dan perlakuan manis Aqeel padanya hanya karena menganggap dirinya seorang adik, tidak lebih.
“Kamu bawa pesananku?”
“Bawa, bang,” Iza mengangkat kotak bekal di tangannya.
“Sy.. kamu mau makan siang bareng kita?” tawar Aqeel.
“Ng.. ngga dok, makasih. Aku udah beli makan siang. Rencananya mau makan bareng dokter Daffa.”
“Coba kamu susul ke lab.”
“Iya, dok. Permisi.”
Dengan cepat Arsy berbalik lalu menuju lift. Dia berdiri menunggu pintu lift terbuka. Diam-diam gadis itu melirik pada Aqeel dan Iza. Wajah Aqeel terlihat begitu sumringah menyambut kedatangan Iza. Keduanya berjalan menuju ruangannya.
TING
Pintu lift terbuka, bergegas Arsy masuk ke dalamnya lalu berdiri di bagian belakang. Punggungnya sampai menyentuh dinding lift. Sebisa mungkin gadis itu menahan tangisnya. Kenyataan tentang perasaan Aqeel padanya sungguh menyesakkan dada. Padahal dia sudah berharap pada pria itu. Tapi jika dipikir, perhatian Aqeel padanya memang tidak melebihi batas. Hanya saja dirinya yang terlalu cepat menanggapinya.
🍁🍁🍁
Ruang perawatan Abi sudah didatangi oleh Juna, Cakra dan Kevin. Begitu mendapat panggilan dari Arsy, ketiganya langsung menuju rumah sakit. Begitu pula dengan Kenan, dia bahkan meninggalkan meeting pentingnya demi menemui Abi. Hanya Jojo yang masih belum kelihatan batang hidungnya.
“Jojo mana?” tanya Abi.
“Ngga tau. Encoknya kambuh kali,” jawab Cakra sekenanya.
“Tuh orang pengen terima beresnya aja. Nan, hubungi papaJo, suruh dia ke sini. Jangan mau terima beresnya aja soal Arsy sama Irzal. Dia harus bantu juga.”
“Siap, pa.”
Kenan segera menghubungi Jojo sesuai instruksi sang ayah. Juna hanya tersenyum saja, sudah diduga, kalau ini hanya akal-akalan Abi saja. Pria itu mendekati bed di mana sang adik berbaring lalu duduk di samping bed.
“Rencanamu apa, Bi?”
“Pokoknya mereka harus lebih sering ketemu. Kalau sering ketemu, pasti bakal tambah dekat. Kalau sudah dekat, perjodohan pun semakin cepat.”
“Tapi kalau dengar ceritamu tadi, rencanamu hampir gagal total,” seru Cakra.
“Ck.. cuma kurang perhitungan aja. Aku lupa kalau Arsy mulutnya bon cabe juga, hahaha….”
“Yang nyumbang benih belaga lupa,” timpal Juna.
“Nan.. panggil Arsy suruh ke sini.”
“Tenang aja, pa. Bentar lagi cucu kesayangan papa nongol,” ujar Kenan.
“Terus kita ngapain di sini? Kamu udah boleh pulang kan? Ngga sakit juga,” Juna melihat pada adiknya.
“Temenin bentar aja. Nanti malem aku check out.”
“Berasa hotel nih rumah sakit,” gerutu Cakra pelan namun masih bisa terdengar oleh Abi. Sebuah bantal langsung melayang ke arahnya. Dengan cepat Cakra menangkap bantal tersebut lalu memakai untuk alas kepalanya. Pria itu membaringkan tubuhnya di atas sofa.
“Selagi di sini aku mau minta diperiksa dokter Rafa,” celetuk Kevin.
Semua mata langsung tertuju pada pria itu. Operasi Kevin dilakukan dua bulan lalu. Mendengar hal tersebut, karuan keempat sahabatnya merasa khawatir, takut sesuatu terjadi pada sahabatnya itu.
“Kamu masih sakit, Vin?” tanya Juna dengan cemas.
“Ada masalah dengan operasi kemarin?” Abi.
“Kerasanya gimana sekarang?” Cakra.
Kevin memandangi wajah sahabatnya satu per satu. Wajah ketiganya nampak begitu cemas. Sebuah senyuman tersungging di wajah tua itu. Dirinya yang dulu terkenal dingin dan susah senyum, perlahan mulai berangsur memudar setelah kehadiran cucu pertamanya, Dayana.
“Pada cemas ya, hahaha…”
“Wah minta dipites nih,” kesal Abi.
“Ngga usah ketawa! Jelek mukanya!” sewot Cakra.
“Terus ngapain minta diperiksa dokter Rafa?” tanya Juna.
“Aku mau bantuin Aya sama dokter Rafa. Lumayan kan dapat cucu menantu dokter.”
“Heleh.. ngga yakin. Dia aja nikah sama Rindu kalau ngga diprank emaknya, ngga bakalan nikah,” celetuk Cakra.
“Hahaha…”
Kenan yang baru saja keluar kamar, segera masuk lagi ketika melihat Arsy menuju kamar sang kakek.
“Pa.. ada Arsy..”
Mendengar peringatan Kenan, Abi segera tidur kembali. Cakra, Kevin dan Juna duduk di dekat bed Abi sambil memasang muka sedih. Andai saja ada penghargaan aktor terbaik, sepertinya ketiga orang tersebut akan masuk nominasi. Tak lama pintu ruangan terbuka, Arsy masuk ke dalam lalu menghampiri Abi.
“Kakek..”
“Arsy… sini, nak.”
“Kakek udah baikan?”
“Lumayan. Tapi kakek laper.”
“Kakek mau makan apa? Sebentar lagi suster bawain makan buat kakek.”
“Kakek ngga mau makanan rumah sakit. Kakek mau makan dari restoran Premium. Tolong hubungi Irzal, minta dia bawakan makanan untuk kakek. Kakek juga mau disuapin sama dia.”
“Hah???”
TOENG
Begitulah kira-kira bunyi kepala Arsy mendengar permintaan sang kakek. Lagi-lagi dia harus menghubungi Irzal. Gadis itu melihat pada Juna, Cakra dan Kevin, ketiganya hanya menganggukkan kepalanya. Lalu Arsy melihat pada Kenan. Pria itu berpura-pura tengah melakukan panggilan pada koleganya.
Yaelah si kutu kupret lagi. Kakek demen banget sama tuh orang, herman gue.
🍁🍁🍁
**Cepetan panggil si kutu kupret, Sy.. Biar kakek Abi mau makan🤣🤣🤣
Ini mamake kasih visual Iza versi mamake ya**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Khodijah Cyti
misi bantuin cucu 😂😂😂
2023-11-14
1
Khodijah Cyti
udah dr sono nya, udah jelas dr mana asalnya 🤣🤣🤣
2023-11-14
1
flowers city
ngakakkk abissss🤣😂😂🤣🤣
2023-08-04
2