Pertemuan pertama itu adalah kebetulan. Pertemuan kedua adalah ketidaksengajaan. Dan pertemuan ketiga adalah takdir.
🌹 Happy Reading 🌹
Stela melihat adegan romantis Ave dan suaminya dengan mata takjub. Ternyata mereka tampak serasi kalau bersanding begitu. Dilihatnya David kini tengah memeluk mesra pinggang Ave. Wah ini adegan semakin panas ternyata, pikirnya. Stela pun pamit untuk mengambil segelas minuman dingin kepada kedua sahabatnya yang juga tengah menyaksikan kedekatan Avelia dan David.
Stela berjalan menuju meja panjang yang dekat dengan pintu masuk butik. Dia melihat es buah yang tampak begitu menyegarkan. Lantas dia mengambil segelas dan mulai menyesap minuman dingin itu.
Mata Stela menangkap sosok pria yang pernah dilihatnya di klub malam. Kakak kelas Avelia dan Angel yang bernama Dimas. Sontak Stela teringat ucapan Angel jika Dimas mencintai Avelia yang juga merupakan cinta pertamanya.
Dimas berjalan semakin dekat ke pintu butik dengan napas yang terengah. Sepertinya pria itu setengah berlari datang ke butik.
Secara refleks Stela mengambil satu lagi jus buah dengan tangan kirinya dan berjalan ke arah Dimas. Menghadang pria itu untuk masuk dengan caranya sendiri.
“Kak Dimas, masih ingat aku?”
Dimas yang memang sedang terburu-buru karena datang terlambat dibuat terkejut oleh kehadiran Stela yang tiba-tiba berada di hadapannya.
Mata Dimas bergerak, mencoba mengingat wajah gadis yang berdiri di hadapannya.
“Stela?” Tidak butuh waktu lama bagi Dimas untuk mengingat gadis itu. Walau hanya bertemu sekali, ingatan Dimas masih cukup bagus.
“Yup, benar. Teman Ave dan Angel yang pernah ketemu di klub,” jawab Stela sambil tersenyum senang karena Dimas masih mengingatnya.
Dimas menganggukan kepala cepat tanda dia masih mengingat gadis itu. Tangannya menyeka butiran keringat di dahinya.
“Kakak berkeringat. Di dalam panas, AC nya seperti tidak berfungsi mungkin karena terlalu banyaknya orang di dalam,” Stela menimpali.
“Ah, ini karena aku sedikit berlari dari ujung jalan sana. Tidak ada parkiran kosong di sekitar butik dan aku sudah terlambat.” Dimas menjelaskan sambil mengatur napasnya.
“Kita ke taman saja yuk, Kak. Sebelah sana.” Stela menunjuk taman yang berada di samping butik dan Dimas mengikuti jari tangannya. Taman itu memang tampak sejuk karena ada beberapa pohon rindang yang mengelilinginya.
“Tapi aku masih belum mengucapkan selamat secara langsung kepada Ave.”
“Ave masih agak sibuk kak. Dia sedang menghadapi wartawan.”
Stela tidak sepenuhnya berbohong kan? Walau sesi tanya jawab sudah selesai, kedatangan David memang mengundang perhatian mereka kembali. Dimas tampak berpikir sebentar. Dalam hatinya tidak akan nyaman berbicara dengan Avelia jika gadis itu masih dikerubungi wartawan.
Akhirnya Dimas pun setuju dan mereka berdua berjalan beriringan menuju taman. Sesampainya di sana, mereka memilih duduk di bangku taman yang tepat berada di bawah pohon.
“Minumlah kak.” Stela menyerahkan segelas jus buah segar yang satunya lagi untuk Dimas. Pria itu menerimanya lalu tersenyum.
“Terima kasih, Stela.”
Dimas menyunggingkan senyum. Pria ini begitu manis, pikir Stela dalam hatinya.
“Jangan sungkan, Kak." Stela menjawab dengan ikut tersenyum.
Dimas menyesap minuman segar itu perlahan. Dan Stela hanya mengamati dalam diam. Bagaimana bisa seseorang bahkan tampak mengagumkan saat minum, pikirnya dalam hati.
“Ini segar sekali,” kata Dimas setelah menghabiskan setengah gelas minuman miliknya.
“Pemandangan wajah kakak juga segar.” Stela bergumam tanpa sadar lalu menggigit bibir bawahnya setelah sadar dia keceplosan.
“Apa?” Dimas yang memang tidak mendengar apa yang dikatakan Stela menanyakan apa yang baru saja dikatakan gadis itu. Stela bernapas lega. Syukur Dimas tidak mendengar kalimat konyolnya.
“Bukan apa-apa, Kak. Disini udaranya segar. Mungkin karena banyak pepohonan.” Dimas mengedarkan pemandangan ke sekelilingnya dan benar saja perkataan Stela. Beberapa pohon menjulang tinggi, melindungi taman dari sinar matahari.
“Kau benar. Butik Ave berada di tempat yang sangat strategis.”
Walau suara pria itu cukup berat, namun nadanya lembut apalagi saat menyebut nama Ave. Pria itu kembali tersenyum.
“Setuju, Kak. Oh iya, ini pertemuan kedua kita ya Kak.”
Stela merasa dari cara Dimas menyebutkan nama Ave, dia masih memiliki perasaan yang belum usai. Jadi tindakannya membawa Dimas langsung kesini untuk menghindari kebersamaan David dan Ave ternyata adalah pilihan yang tepat.
Dimas tersenyum kecil. “Ya, yang pertama di klub dan sekarang di butik Ave.”
Sepertinya pria ini hobi sekali senyum ya. Apa dia tahu kalau senyumnya itu mengalihkan duniaku, Stela hanya mampu berbicara di dalam hati.
“Kakak tahu, kata orang pertemuan pertama itu adalah kebetulan. Pertemuan kedua adalah ketidaksengajaan. Dan pertemuan ketiga adalah takdir.”
Akhirnya kalimat itulah yang keluar dari mulut Stela. Entah dimana, namun memang dia pernah mendengarnya.
Pria di hadapan Stela mendengar dengan seksama, diam sesaat dan tak lama dia tertawa. Stela terhipnotis dengan tawa indah milik Dimas. Dunia Stela sepertinya akan menjadi sangat indah jika bisa melihat tawa itu setiap hari. Namun mengingat dia tidak mengatakan sesuatu yang dirasa lucu, Stela mengernyit.
“Ada yang lucu dari perkataanku, Kak?” Dimas menggeleng. Membuat Stela semakin bingung jadinya.
Dimas berhenti tertawa. “Aku hanya teringat pembicaraan lucu dengan Ave. Saat itu aku mengatakan kata pepatah, dan tahu apa responnya?”
“Memangnya apa kak?”
Stela hanya menatap Dimas, seolah tidak ingin melewatkan sedikit pun ekspresi pria itu.
“Buat apa percaya kata pepatah? Percaya itu kepada Tuhan, Kak.” Dimas berusaha menirukan ucapan Avelia sambil tertawa lucu.
Sekali lagi Stela dapat melihat Dimas masih memiliki perasaan kepada Ave. Jadi bisa disimpulkan olehnya bahwa cinta pertama Dimas masih hidup di dalam hatinya.
“Jadi aku membayangkan jika kau mengatakan kalimat barusan di depan Ave. Pasti Ave akan berkata, buat apa percaya kata orang? Percaya itu kepada Tuhan, Stela.”
Dimas kembali tertawa lalu Stela juga ikut tertawa. Dalam hatinya, Stela merasa sedikit sedih karena momen yang baru akan diciptakannya sudah gagal total.
“Avelia itu lucu dan kalian sahabatnya juga sepertinya lucu.”
“Memang kak. Kami itu lucu, luar biasa cuantik.” Dimas kembali tertawa. Oh tidak bisakah Dimas menghentikannya sebelum Stela terjerat terlalu dalam? Karena gadis itu sekali lagi terpesona.
“Kalian ini ya. Mungkin kalau berkumpul sudah seperti sekumpulan pelawak.”
“Aku menganggap itu pujian, Kak.” Stela tersenyum kecil dan dibalas anggukan pasti oleh Dimas. Dimas melihat segerombolan wartawan meninggalkan butik Ave. Dan pria itu memutuskan untuk masuk sekarang.
“Stela, sepertinya para wartawan sudah pergi.” Stela mengikuti pandangan Dimas dan dia melihat satu persatu mobil milik wartawan mulai melaju meninggalkan butik.
“Kita masuk sekarang?” Dimas menatap Stela dengan tatapan teduhnya dan membuat gadis itu sedikit salah tingkah.
“Eh... aku masih ingin disini kak. Disini sejuk. Kakak masuk duluan saja ya.”
“Baiklah kalau begitu. Aku masuk, ya. Sekali lagi terimakasih.” Dimas mengangkat gelas di tangannya yang dibalas anggukan oleh Stela.
Dimas berjalan meninggalkan Stela. Mata Stela memandangi punggung kokoh Dimas sampai tidak terlihat lagi. Dimas sudah memasuki butik. Stela berharap Avelia dan David sudah selesai bermesraannya. Dia tidak ingin Dimas merasa sakit hati.
Stela tersenyum miris memikirkan hatinya sendiri. Dia sadar kalau dia menyukai Dimas. Ada sesuatu yang menarik dari dalam diri Dimas bahkan pada pertemuan pertama mereka. Namun dia juga sadar posisinya. Yang Dimas cintai adalah Avelia, sahabatnya. Ini kah rasanya patah hati saat baru akan memulainya?
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Vera😘uziezi❤️💋
🤣 🤣 🤣 Stella lucu
2021-02-25
1
Hsyahrul Marosa
keren thor
2021-02-21
1
💜bucinnya taehyung💜
ayoooo stela...kejar dimas....aku dukuuuung....
2021-01-31
10