Hi semua. Author baru ini ingin menyapa sebentar. Terimakasih untuk readers yang sudah mau membaca karya pertama author di noveltoon. Maaf jika awal-awal part mungkin sedikit monoton/membosankan. Author sedang belajar untuk menulis lebih baik lagi. Jika suka novelnya dan ingin membantu menyemangati author, bantu like, favorit dan komennya ya. Terimakasih dan selamat membaca...
🍀🍀🍀
Penyesalan hanya datang saat kau telah kehilangan. Dan kesempatan tidak akan selalu datang dua kali. Jadi belajarlah mencintai orang yang benar-benar tulus padamu atau paling tidak belajarlah menghargai cinta itu.
🌹 Happy Reading 🌹
David sibuk berkutat dengan tumpukan kertas di hadapannya. Semenjak ayahnya mengambil cuti panjang untuk liburan ke luar negeri, semua pekerjaan dilimpahkan kepadanya. Saat sedang sibuk memeriksa salah satu dokumen penting, tiba-tiba saja perutnya meronta minta untuk diisi. Diliriknya jam dinding yang tergantung di ruang kerjanya, sudah jam dua siang. David baru ingat kalau dia belum memakan apapun sejak tadi pagi. Biasanya Avelia yang selalu menyiapkan sarapan untuknya. Tanpa pria itu sadari, dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Ave di sisinya.
David berpikir untuk meminta Agatha membawa makan siang dan makan bersama. Bukan hanya untuk tujuan mengisi perut, tetapi kehadiran Agatha nantinya pasti juga akan bisa mengisi energinya. Karena dengan melihat wajah cantiknya saja sudah bisa membuat David lebih semangat untuk menghadapi berkas menumpuk di hadapannya. Pria itu mengotak-atik ponsel keluaran terbaru miliknya dan tak lama panggilannya tersambung.
"Hallo,sayang. Sedang sibuk tidak?”
“Aku sedang di apartemen, sayang. Tidak sibuk, sedang tidak ada pemotretan. Ada apa, sayang?” Suara gadis di seberang sana mengalun lembut di telinga David, membuatnya ingin segera bertemu.
“Aku belum makan siang. Kalau sedang tidak sibuk, bisa datang ke kantor membawa makan siang dan makan bersamaku?”
“Kebetulan sekali, aku baru saja selesai masak ayam panggang dan sosis kesukaanmu. Aku juga belum makan siang. Aku akan segera ke perusahaan, sayang.”
“Wah, momennya tepat sekali. Aku rindu ayam panggang buatanmu. Cepat datang ya,sayang. Aku sudah lapar.”
“Rindu ayam panggang buatanku atau rindu padaku?” Agatha menggoda David. Pria itu tertawa pelan.
“Bagaimana jika kukatakan aku rindu keduanya?”
“Maka aku akan datang secepatnya. Aku akan bersiap sekarang. Semoga saja tidak macet. Oh iya sayang...” Jeda sejenak, David lantas menunggu apa yang akan dikatakan kekasih hatinya dengan seulas senyuman di bibirnya.
“Jangan rindu, berat. Biar aku saja.”
Senyuman David semakin mengembang. “Sayang, menggombalnya nanti saja. Datang dulu saja, nanti gombalin aku lagi. Hati-hati di jalan, ya.” David menyudahi panggilan telepon setelahnya.
Tiga puluh menit setelah pembicaraannya dengan David di telepon, Agatha tiba di SM Corp. Dengan gaun berwarna hitam yang pas di tubuhnya, gadis itu melenggang penuh percaya diri memasuki perusahaan. Sekretaris David yang melihat kehadiran Agatha lantas langsung berdiri menyambut seseorang yang sangat dekat dengan atasannya. Sekretaris David bernama Kayla tahu pasti bahwa tamu di hadapannya ini cukup penting bagi atasannya.
“Selamat siang, nona. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.
“Aku sudah ada janji dengan David.” Tanpa menghiraukan Kayla, Agatha langsung menyelonong masuk ke ruangan kekasihnya. Cantik sih, namun sayang attitude minus. Begitulah yang ada di benak Kayla. Dia menggelengkan kepalanya, tidak mau ambil pusing.
Agatha memasuki ruangan David tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Pria itu terlihat sibuk dengan berkas di tangannya sehingga tidak menyadari Agatha sudah berdiri di hadapannya.
“Serius sekali, sayang. Katanya rindu, peluk dulu sini.”
David mengalihkan tatapan dari berkas di tangannya. Dilihatnya Agatha sudah berdiri di hadapannya. Pria itu menghampiri Agatha dan langsung saja menghambur ke pelukan gadis itu.
“Aku memang rindu.” Masih memeluk Agatha dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya sibuk memainkan ujung rambut kekasihnya.
“Rinduku lebih besar dari rindumu.”
“Tidak, tidak. Rinduku seluas jagat raya, sedalam samudera.” Tidak mau kalah tentang siapa yang lebih merindu. David mulai menggunakan majas hiperbola.
“Sayang seperti ABG labil yang baru jatuh cinta. Baru bertemu kemarin namun begitu berlebihan.”
Tawa keduanya lantas pecah ketika menyadari kalimat berlebihan mereka. Begitulah sepasang kekasih saling mengutarakan rindu tanpa peduli dengan hati yang telah mereka sakiti.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan setengah enam sore. Tumpukan berkas di mejanya baru saja selesai. Agatha juga sudah pulang dua jam yang lalu, katanya tidak ingin mengganggu David karena pria itu tengah memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
David memanggil sekretarisnya dan menyerahkan beberapa berkas penting yang dibutuhkan untuk meeting besok. David mengecek ponselnya. Tidak ada pesan sama sekali dari Avelia. Biasanya dia akan mengirim pesan untuk sekedar mengingatkan makan siang.
David tampak berpikir sejenak, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. Dia pun bergegas untuk pulang ke apartemennya. Dia melangkahkan kakinya menuju parkiran kantornya sambil menatap lurus ke depan dan sesekali hanya mengangguk singkat untuk membalas senyuman beberapa pegawai yang menyapanya.
\=\=\= Paradise Apartemen \=\=\=
David memarkirkan mobil miliknya dan berjalan menuju ke lantai 13. Beberapa gadis melirik ke arahnya. Sepertinya mereka adalah sekelompok sosialita yang baru saja mengadakan pertemuan. Barang-barang bermerek seperti Gucci, LV, Chanel, dan Dior melekat di tubuh mereka. David berjalan dengan santainya, masa bodoh dengan mereka. Dia sudah terlalu sering dikagumi gadis cantik, jadi baginya itu bukanlah sesuatu hal yang baru.
David memasukkan password begitu tiba di depan unit apartemennya. Setelahnya dia masuk dan membuka sepatu miliknya. Pria itu lantas menggantinya dengan sandal rumah.
Sepatu pria? Siapa yang datang?
Mata David pun menelusuri apartemen dan pemandangan yang dilihatnya cukup mengejutkan. Avelia tengah dipeluk oleh seorang pria. David berjalan lebih dekat dan menyadari bahwa pria itu adalah Dimas, pria yang kemarin membawa Ave pulang. Sialan. Entah mengapa David benci melihat pemandangan ini.
David pun bertepuk tangan untuk menyadarkan keduanya bahwa ada manusia lain di ruangan itu sekaligus
memberikan pujian atas apa yang mereka lakukan. Tentu saja itu adalah sarkasme.
“Hebat... Kau sungguh hebat, Avelia.” David tetap bertepuk tangan dan membuat Dimas juga Ave terlonjak kaget. Dimas cepat-cepat melepaskan pelukannya.
“David... Ini tidak seperti yang kau pikirkan.” Terlihat panik karena tidak ingin ada kesalahpahaman.
“Tidak seperti yang kupikirkan? Lalu seperti yang kau pikirkan? Cihh... Kau terlihat sok baik di depanku, nona. Memperlakukanku seolah-olah kaulah istri yang paling baik sedunia. Tapi di saat aku tidak ada, ini yang kau lakukan? Bermain api dengan orang ini. Ahh... karena kau tidak pernah ku sentuh, jadi kau menginginkannya untuk menyentuhmu, begitu? Dasar murahan!”
David menyeringai setelah menyelesaikan kalimatnya. Seolah tidak ada yang salah dengan apa yang baru dia katakan. Avelia hanya menunduk, mencoba menahan air matanya. Hatinya berteriak kesakitan. Pria itu baru saja menyebutnya murahan. Sementara Dimas mengepalkan tangannya, ingin rasanya melayangkan tinjunya ke wajah pria itu.
Avelia mendongakkan kepalanya setelah terdiam berapa saat. “Kau menuduhku bermain api di belakangmu saat kak Dimas hanya berniat menenangkanku yang hampir gila karenamu. Kau sendiri bagaimana? Kalau aku murahan, lantas kau dan kekasihmu itu apa? Berkacalah sebelum kalimat laknat keluar dari mulutmu, David. Kau... kau selalu membawanya dan melakukan apapun yang kau mau dengannya disini. Tapi aku yang mendapat gelar murahan? Kau dan kekasihmu lah yang murahan. J*lang. Tidak tahu malu. Tidak punya hati dan perasaan.”
Plak. David menampar Avelia secara spontan. Tidak terima kekasihnya disebut j*lang. Avelia terkejut. Pipinya panas karena tamparan itu cukup keras mengenai pipi kanannya. Dimas juga terkejut dengan peristiwa yang baru saja terjadi di hadapannya. Dilihatnya mata Avelia sudah berkaca-kaca, namun gadis itu hanya bisa memegangi pipinya.
Dimas tidak bisa menahan emosinya. Tangannya sudah siap untuk memukul wajah menyebalkan David. Namun Avelia yang melihat gerakan Dimas, dengan cepat menahan pergerakan tangannya.
“Jangan, Kak. Jangan kotori tanganmu.”
Ingin rasanya Dimas protes, namun melihat tatapan Ave, dia mengurungkan niatnya.
Avelia menatap David dengan tajam. Dalam hatinya dia bersumpah tidak akan melupakan apa yang pria itu perbuat padanya hari ini.
“Tidak cukup hanya hatiku, kini kau juga menyakitiku secara fisik. Suatu saat nanti kau akan menyesal telah memperlakukanku seperti ini. Dan bila saat itu telah tiba, berdoalah agar kau mendapatkan kesempatan kedua.”
Avelia tidak tahan lagi dengan amarah, kekecewaan dan rasa sakit yang membuncah di hatinya. Dia menarik Dimas, lalu keluar meninggalkan apartemen.
--- TBC ---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Meta Lia
horeeeeeeeee drama pun di mulai
2021-08-26
0
sastra dendra
good girl
2021-08-17
0
Herdalia Lia
Nah gitu dong ambil sikap walau cinta tapi tidak buta juga kali
2021-04-04
1