Saudara Datang, Juna menghilang

"LUNA...??? KAMU NGAPAIN DI SINI??!"

Terdengar suara Ibu berteriak dengan suara melengking hingga tujuh oktaf, membuat Luna dan Juna tersentak terkejut.

"Sedang apa kamu di sini? Tidak baik seorang wanita hamil, apalagi hamil muda terkena angin malam. Pantang ya!" Seru Ibu sambil mengajak Luna masuk ke dalam rumah.

"Kamu juga, Juna! Istri sedang hamil muda, malah malam malam dikasih makan mangga. Makannya di luar rumah lagi! Apa nggak cari penyakit namanya?" Kali ini Ayah yang bicara dengan nada suara keras pada Juna.

Juna membuka mulutnya, ingin membela diri.

"Apa apaan sih, Ayah dan Ibu?" Luna yang lebih dahulu mengeluarkan suara memprotes.

"Aku tidak apa apa di sini. Lagi ngidam makan mangga! Anginnya juga nggak terlalu kencang, kok! Sudah deh, nggak usah lebay Ayah dan Ibu." Ujar Luna berusaha menjelaskan.

Ibu langsung menghampiri Luna dan menyeretnya masuk ke dalam.

"Ayo, kamu nggak usah banyak membantah! Ini demi anak dalam kandunganmu juga, Luna!" Tukas Ibu kembali masih dengan nada yang keras juga.

Juna buru buru mengikuti istrinya yang sedang diseret Ibu masuk ke dalam rumah. Lalu Ayah berdiri tepat di depan, menghalangi jalannya.

"Kamu perhatikan istri kamu, dong! Jangan sembarang!" Ucap Ayah dengan nada bicara yang menyatakan ia tak ingin dibantah dan menatap Juna dengan tatapan mata tajam.

Juna hanya dapat menganggukkan kepalanya dengan pahit dan pasrah. Ia merasa seperti suami paling bodoh sedunia. Lalu ia segera menyusul istrinya masuk. Meninggalkan sisa mangga yang belum sempat terkupas di teras.

***

Hari Minggu pagi, saudara dari kampung mampir ke rumah orang tua Luna. Pakde dan Bude Seno. Mereka baru pertama kali datang ke Jakarta. Dan mereka sangat senang bisa datang ke rumah orang tua Luna di Jakarta.

Pakde dan Bude Seno, mereka berasal dari Pekalongan. Berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api dari sana.

Kereta tiba sekitar pukul sembilan pagi. Luna menjemput mereka di stasiun. Luna sempat menunggu beberapa saat kedatangan kereta mereka.

Setelah merek turun dari kereta, dan melihat sosok Luna, Bisa datang Pakde langsung menghampiri.

Selama perjalanan, mereka memuji kecantikan Luna yang katanya diturunkan dari ibunya, yang memiliki garis wajah yang jelita. Luna hanya tersipu malu mendengar pujian Pakde dan Bude nya itu.

Bude dan Pakde bertanya tentang suaminya, karena sewaktu mereka menikah, Pakde dan Bude Seno tidak bisa menghadiri karena ada urusan keluarga yang mendesak lain di Pekalongan sana, jadi hanya bisa menitip kado pada ibu Luna.

Luna hanya dapat mengatakan, jika Juna, suaminya baru saja tidur karena lembur. Jawab Luna berbohong.

Yang sebenarnya, Juna memang sudah menolak untuk ikut menjemput.

Juna berpikir, jarak rumah ke stasiun tidak begitu jauh, lalu Luna dapat menjemput mereka, lalu Juna, tidak pandai berbasa basi dengan orang lain.

Lalu alasan yang paling mencolok adalah kenyataan bahwa, Luna lah yang menyetir dan bukan Juna. Dan hal tersebut akan menimbulkan pertanyaan pertanyaan di hati Pakde dan Bude.

Juna pun memutuskan untuk tidak ikut sama sekali. Meskipun, diam diam Luna menyimpan sejuta gundah atas keputusan Juna tersebut. Luna tetap berusaha untuk memahami perasaan suaminya itu. Toh, nanti di rumah, Juna akan bertemu dengan Pakde dan Bude Seno juga.

Namun, saat Pakde dan Bude sedang beristirahat, Juna setengah berjingkat, pergi ke luar rumah. Ia hanya mengatakan, bahwa ia sudah ada janji dengan Rey untuk membicarakan rapat besar di hari Senin.

Luna menatap Juna dengan kening berkerut. Setidaknya, Juna berbasa-basi dahulu dengan keluarganya, karena mereka akan segera pergi melanjutkan perjalanan ke tomat saudara yang lain yang ada di Jakarta.

Tapi, Juba sudah terlanjur menghilang dengan ojek online yang telah dipesannya. Luna hanya dapat menghembuskan napas.

Terkadang, suaminya penyanyang dan sangat menyenangkan, tetapi ia juga bisa jadi sangat menyebalkan. Bagaimana Luna harus menjelaskan pada orang tuanya?

Tepat pukul sepuluh, mereka berkumpul di meja makan untuk menikmati makan pagi bersama sama.

Ternyata ada kejutan yang menyenangkan. Kak Dewi datang bersama keluarganya, untuk menemui Pakde dan Bude.

Kedua anak Kak Dewi berlarian dengan bebas di rumah eyangnya yang luas itu. Luna memeluk kakaknya dengan sepenuh hati. Ia sangat merindukannya kakaknya.

Luna melihat ada bayangan gelap yang meliputi binar mata kakaknya. Namun, Luna berpikir itu hanya perasaannya saja.

"Jadi, Roni, bagaimana dengan pekerjaanmu?" Ayah bertanya pada Roni. Dengan nada bangga. Terlihat jelas dan nyata Ayah ingin menyombongkan Roni kepada Pakde dan Bude.

"Baik, Yah. Untuk pekerjaan masih seperti biasa. Namun, untuk bisnis yang telah saya rintis terus berkembang. Kini jaringan bisnis sudah merambah ke pangsa pasar Eropa." Ujar Roni tersenyum sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya.

Kak Dewi sibuk menyuapi kedua anaknya dan ia terlihat tampak acuh tak acuh dengan semua pembicaraan di meja makan.

"Wah.., hebat sekali, ya! Kalau kamu mau. Ke Eropa, Pakde dan Bude diajak, ya!" Sahut Pakde. Membuat hidung Ayah kembang kempis, terlihat semakin bangga dengan menantunya itu.

"Tentu, dong, Pakde!" Jawab Roni sambil tersenyum sopan.

"Kalau Mas Juna, gimana? Kerja atau bisnis pekerjaannya?" Tanya Bude dengan suara mengalun lembut, tetapi bagai tusukan tajam bagi Luna.

"Eh, Juna cuma kerja, Bude. Karyawan biasa." Jawab Luna sambil tersenyum kecut.

"Oh, maaf, Bude pikir ada usaha juga. Soalnya hari Minggu begini, kok, nggak ada di rumah." Ujar Bude lagi.

Wajah Luna semakin menjadi tak karuan. Ibu terlihat menahan malu.

"Biasanya, Juna banyak rapat mendadak hari Senin, jadi harus dibahas hari Minggu, ya, kan, Lun?" Kak Dewi berusaha mengeluarkan Luna dari situasi yang tak menyenangkan itu.

"Iya, Kak." Jawab Luna dengan lemah. Ia hanya mengaduk aduk makanan di piringnya dengan hati yang resah.

"Memang, Juna itu Raden nyentrik, Pakde, Bude." Kali ini, Ibu yang berkata pada kedua tamunya itu. Mereka tertawa bersama. Hanya Luna, yang diam terpekur di kursinya.

Setelah makan, Kak Dewi mendekati adiknya, dan merangkul Luna dengan penuh kasih sayang.

"Sudahlah, tidak usah kamu pikirkan." Katanya, seperti mengetahui yang ada dalam pikiran Luna saat itu.

Luna menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, ia tak ingin memikirkan. Tapi, entah apa yang ada di kepala Juna dan orang tuanya. Mengapa sih, mereka tidak dapat akur dan harmonis?

"Kakak enak, punya suami seperti Roni. Dia sukses dan pandai mengambil hati keluarga." Jawab Luna dengan sendu.

Sejak pertama kali Roni datang ke rumah dengan membawa mobil sedan BMW hitam. Orang tua Luna langsung terpikat.

Roni selalu sopan dan pandai menyenangkan orang tua. Ia juga membawakan ibunya hadiah hadiah yang mampu merebut hati wanita itu.

Roni tenang dan dewasa, ia ngemong kepada anak anak dan sayang pada istrinya.

Fix, tanpa debat! Roni adalah menantu idaman setiap orang tua. Juna menjadi kerdil di bawah bayang bayang nya.

"Sstt, kamu nggak boleh bicara seperti itu!" Tukas Kak Dewi menghentikan keluhan Luna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!