Saat jam makan siang, setelah cepat cepat menghabiskan makan siang yang dibawakan office boy kantor, Luna memilih untuk mengambil ponselku untuk berkirim pesan dengan, siapa lagi kalau bukan dengan kakaknya tersayang. Kak Dewi.
Kehidupan yang serba cepat di kota besar seperti Jakarta, tak membiarkan mereka untuk bertemu muka meski sebentar saja. WhatsApp adalah salah satu penyambung rasa kangen mereka selama ini. Sebagai sarana untuk mengupdate berita berita dan kabar terbaru di antara mereka.
Kak Dewi lebih suka menjawab dengan pesan tertulis whatsapp. Karena, jika video call atau panggilan, terkadang dia sedang sibuk mengurus anak anaknya.
L : Hai kak...😄😄
D : Hai... Sudah makan, Lun?
L : Sudah, tapi aku ga selera makan nih.
D : Biasalah, kalau hamil muda memang begitu. Malas makan, badan rasanya ga enak. Dan sebentar lagi paling juga kamu ngidam mangga muda hihihi...
L : Sepertinya buka. Itu deh masalahnya kali ini, Kak.
D : Lohh.. jadi apa dong?
L : Aku sedang memikirkan Juna. Kemarin, aku mengajak dia untuk tinggal di rumah Ibu dan Ayah. Tapi, sepertinya dia keberatan, Kak. 😪
Luna menatap ponselnya sejenak, chatnya sudah centang dua dan sudah dibaca, namun Kak Dewi tak kunjung membalasnya. Luna menatap laptop meneruskan pekerjaannya, lalu melirik ke arah ponselnya.
D : Sori, tadi baru saja diajak main tangkap bola sama Miko dan Maya. Biasalah ibu ibu 😜.
L : it's okay, Kak. Apa aku ganggu Kak Dewi ya? Kita ngobrol nanti saja, kali, ya?
D : Halah... Nggak apa apa kali, Lun. Namanya juga full time mom. Jadi ya semuanya harus bisa di rumah. Nih sudah ga sibuk lagi,bisa santai sambil bermain sama anak anak.
L : 😄
D : Soal Juna. Aku nggak menyalahkan dia kalau bingung. Bagi dia, mungkin pilihannya terlalu berat. Memutuskan untuk menikah denganmu itu satu hal, dan berkomitmen satu atap dengan Ibu dan Ayah itu hal lain yang sama beratnya.
Di sisi lain dia melihat kamu dan anak yang ada dalam kandungannya. Tentu saja ia sangat peduli dengan kalian.
L : Aku cuma berharap dia sadar, kalau ini semua cuma sementara, Kak. Hanya sampai aku melahirkan saja.
D : Aku mengerti. Memang kamu melakukan ini untuk melindungi keselamatan dan kesehatan anakmu dan Juna. Bicaralah baik baik dengan dia. Mudah mudahan dia akan mengerti. Dia pasti mengerti. Juna orang baik, karena itu, kan, kamu menikahi dia?
L : Iya, Kak. Akan aku coba bicara kembali pada Juna. Terima kasih, Kak.
Dewi meletakkan ponsel pintarnya di atas meja. Sudah saatnya ia mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang rutin, yang ia kerjakan setiap hari.
Kamarnya masih berantakan. Roni meninggalkan kamar seperti kapal pecah. Ia selalu melempar semua barang. Menyebarkannya di atas tempat tidur, hanya untuk mencari kunci mobil yang terselip entah di mana.
Setelah itu, Dewi yang harus membereskan kekacauan yang telah suaminya perbuat.
Roni adalah orang yang sangat berantakan dan pelupa. Lalu Dewi merupakan sosok yang teratur dan selalu ingat. Perbedaan besar itu sempat beberapa kali menggoncang rumah tangga mereka.
Rumah tangga yang saat ini dijalani oleh Dewi dan Roni sering mengalami pasang surut. Dewi tidak tahu akan begini jalannya hidup bersama dengan Roni. Ia merasa setiap langkah yang ia jalani didera oleh rasa berat, yang membuatnya sesak napas.
Ia pikir semua akan baik baik saja. Di depan orang lain, mereka terlihat bahagia. Namun, dia merasa ada sesuatu yang seolah hilang di antara mereka. Entah apa yang terjadi pada hubungan mereka. Dewi tak bisa menjelaskan.
Dewi yang sedang melakukan beberapa tugas rumah tangga ditemani suara televisi di ruang tengah.
Pada berita infotainment, lagi lagi ada info tentang artis yang bercerai. Terkadang cerainya baik baik. Salam artian, tidak ada yang saling menggelar jumpa pers dan beradu mulut. Namun, ada juga yang saling menjatuhkan dan menguras pasangan masing masing,. Baik secara moral dan material.
Entah mengapa, saat menonton berita pasangan yang hubungannya berada di ujung tanduk, ia merasa terhubung dan bersimpati dengan pasangan pasangan yang hendak berpisah itu. Ia selalu berusaha membela diri saat ada orang lain yang nyinyir saat melihat kekacauan rumah tangga artis itu.
Dewi juga merasa heran mengapa dirinya bisa marah marah, saat mendengar orang lain sedang membicarakan para artis yang bercerai.
Apakah, ini pertanda hubungannya selama ini ia jalani sedang berada di ujung tanduk?
Dewi menghela napas panjang. Adiknya tersayang baru saja menikah. Ingin rasanya, Dewi berkata di malam Midodareni agar adiknya membatalkan rencana pernikahannya. Agar adiknya dapat berpikir lebih panjang ke depannya, karena pernikahan itu, tidak benar benar seindah yang ia bayangkan.
Namun, Dewi berhasil meredam semuanya. Menahan keinginan untuk egois. Mungkin hanya dia yang merasakan ada hal yang aneh dalam perkawinannya.
Buktinya ibu dan ayah telah menikah berpuluh tahun tanpa terlihat sekali pun bertengkar.
Bisa jadi, Luna juga akan menjadi seperti itu.
Setelah mengetahui kabar soal rencana Luna berpindah ke rumah Ibu dan ayah. Dewi merasa sedikit khawatir. Ini bisa menjadi salah satu pemicu keretakan rumah tangga yang baru adiknya bangun bersama Juna.
Namun, Dewi mengerti konsekuensi dari kedua pilihan itu. Dan kedua pilihan itu sangat memberatkan untuk Luna dan Juna. Dewi sangat bersimpati untuk rumah tangga adiknya.
Ia berharap tidak akan ada ketidakseimbangan di antara keduanya kelak. Dan rumah tangga adiknya akan baik baik saja.
Tangan Dewi yang membereskan tempat tidur terhenti saat ia melihat ponsel kecil jadul milik suaminya tergeletak. Ponsel yang hanya dapat digunakan untuk telepon dan menerima dan mengirim pesan singkat saja.
Suaminya memang memiliki dua ponsel, layaknya orang Jakarta lainnya. Satu ponsel pintar dan satunya ponsel jadul seperti milik suaminya ini. Terkadang Roni sering melupakan salah satunya dan tertinggal di rumah.
Dewi mengambil ponsel itu. Mencoba untuk menghubungi nomor telepon suaminya yang satunya lagi, supaya dia tidak khawatir.
Tiba tiba, sebuah pesan singkat masuk dan ia tak sengaja terpencet oleh Dewi.
Ia sebenarnya menghargai privacy suaminya, namun pesan singkat yang masuk barusan tak sengaja telah terbuka dan akhirnya ia membaca isi pesan singkat itu.
Morning, Roni? Sudah berangkat kantor, Sayang? Kita ketemu nanti malam ya?
From : Rose
Dewi terpekur, terduduk di tempat tidurnya. Kakinya tiba tiba lemas. Kepalanya berdenyut denyut. Tiba tiba ia seperti masuk ke dalam pusaran hitam yang bernama putus asa.
Hampir tak terdengar lagi rengekan anak bungsunya dari kamar sebelah. Dengan lelah, ia meraih obat, dan menenggak dua butir sekaligus. Tangannya menekan tombol Delete untuk menghapus pesan singkat yang masuk barusan.
Ini seperti mimpi buruk baginya. Ia tak pernah menduga akan seperti ini. Ia yakin tidak ada yang salah dengan perkawinannya selama ini.
Mereka telah menjalani perkawinan yang sempurna selama delapan tahun. Dewi sangat yakin itu. Dan satu itu juga, ia merasa benar benar menjadi orang paling bodoh sedunia.
Tiba tiba ia teringat sikap Roni yang akhir akhir ini semakin tidak betah tinggal di rumah. Rapat rapat yang tidak jelas. Sikapnya yang dingin, dan menarik diri. Belanja baju baju trendy setiap Minggu. Saat ia mulai mengganti parfum nya, dan saat ia mulai sedikit demi sedikit berbohong pada Dewi.
Dewi menangis tergugu. Seharusnya, insting itu bisa membawanya pada satu kesimpulan. Seharusnya ia tak seterkejut saat ini.
Dewi menghela napas dalam dalam mencoba melupakan semua yang ia alami saat ini. Dan menganggap semua itu tidak terjadi.
Tiba tiba telepon rumah berdering dengan suara nyaring.
Dewi berdiri dan berjalan terseok-seok. Ia berusaha mengangkatnya. Mungkin saja ibunya yang menghubunginya. Ia ingin terlihat senormal mungkin. Ia tidak ingin membuat khawatir siapa pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments